Dari singkong bawa BMW

Administrator

Administrator
Mengolah singkong (Martihot esculertta) atau ubi kayu menjadi aneka makanan seperti tape, getuk, combro, atau tiwul, adalah hal biasa. Tapi, bagaimana jika singkong diolah menjadi bahan bakar kendaraan bermotor? Nah, itu baru luar biasa.


Bahan bakar olahan tanaman singkong itu berupa bioetanol yang kemudian disebut biopremium. Bahan bakar alternatif tersebut telah dibuat atas kerja sama Komisi Nasional Masyarakat Indonesia (KNMI) dan Masyarakat.

PT Energy Karya Madani. “Untuk bahan bakar kendaraan kami sudah melakukan uji coba ke 1.200 kendaraan selama beberapa bulan terakhir dan hasilnya tidak ada kerusakan pada mesin kendaraan dan tetap prima,’ kata Adibrata sang penemu yang juga Direktur Utama PT Energy Karya Madani kepada wartawan di Sekretariat KMNI di bilangan Tebet Utara, Jakarta Selatan, Senin (24/5). Dalam membuat bahan bakar singkong (BBS). Adibrata berkolaborasi dengan Duo Priyatna’ yakni Endy Priyatna dan Bambang Priyatna.

“Kita berdua nggak ada hubungan saudara, kebetulan saja nama belakang kita Priyatna,” canda Endy. Bambang juga hadir dalam kesempatan itu.

Endy Priyatna yang juga Kepala Bidang Ekonomi KNMI menjelaskan, kelebihan dari etanol berbahan singkong ini, adalah kandungan alkoholnya atau etil etanolnya bisa mencapai 96 persen. Bahkan bila ditingkatkan bisa 99 persen.

“Bila dibandingkan dengan rata-rata kandungan alkohol pada bahan bakar yang ada sekarang hanya 70 persen,” kata Endy.

Menurut Endy, meski dinamakan biopremium, kualitas bioetanol temuan mereka setaraf dengan Pertamax Plus, bahan bakar keluaran Pertamina. Hal itu dibuktikan saat mereka melakukan uji coba pada mobil mewah yang memiliki volume silinder besar, di atas 2.000 cc.


“Waktu itu kita pakai mobil BMW. Kita test drive Jakarta ke Subang yang jaraknya sekitar 200 km. Ternyata tidak ada masalah,” ujar Endy.

Bahan bakar olahan dari singkong itu menurut Endy telah mendapat pengakuan dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan Sucofindo.

Biopremium selain kualitasnya tak kalah balk dengan bensin yang merupakan baban bakar dad fosil, juga memiliki nilai ekonomis. Untuk mengliasilkan 1 liter etanol hanya diperlukan 6 kilogram singkong. Jika harga singkong Rp 400 per kilogram, itu berarti satu liter etanol menghabiskan biaya Rp 2.400. Ditambah ongkos produksi Rp 1.000.

“Jadi total harga satu liter etanol singkong menjadi Rp 3.400, Harga ini jauh lebih murah dibanding harga bahan bakar bakar yang ada di pasaran,” ujar Endy.


Sumber : Warkot
 
Bls: Dari singkong bawa BMW

Wah bahan bakar botanic yah, kereeeennn... kalau gak salah 3 atau 2 tahun silam daerah cibonon gbogor pernah memprakarsai sebuah bahan bakar baru dari minyak jelantah (minyak goreng bekas) dan itu disambut positive oleh masyarakat mengingat betapa tidak mungkinnya sebuah minya goreng dipakai berulang kali untuk memproduksi makanan setegah jadi menjadi matang.

Tapi permasalahannya, kita harus mengumpulkan atau mendapatkannya darimana minyak-minyak jelantah ini, selain dari produsen makanan gorengan? sedikit tidak praktis memang

Semoga bahan bakar botani yang dilahirkan oleh Den Adibrata dan Duo Priyatna bisa menjadi pencetus adanya babak baru dalam pengembangan energi yang ramah lingkungan.
 
Bls: Dari singkong bawa BMW

wah,,, kalo gt petani singkong bisa sedikit senang ea bah.....
 
Back
Top