emansipasi
New member
Beredarnya video yang pemerannya mirip artis menjadi perbincangan di mana-mana. Siapa pun bisa mengunduh video itu dari jaringan internet, termasuk anak-anak dan remaja, yang sebenarnya belum pantas untuk menyaksikan adegan seperti itu. Orangtua pun resah. Khawatir anaknya ikut mengunduh video itu. Padahal, orang dewasalah yang membuat anak-anak dan remaja ikut-ikutan ingin tahu lalu meniru.
Seringkali orang dewasa bersemangat untuk melihat dan menilai pelaku. Tanpa sadar, orang yang melihat dan menyebarkan adegan itu pun telah mengalami degradasi moral, kehilangan empati, dan lupa akan dampaknya terhadap lingkungan, termasuk anak-anak,” kata psikolog Roslina Verauli.
Ia menambahkan, ketika topik itu menjadi perbincangan yang hangat bagi orang dewasa, sebagian anak-anak dan remaja juga ingin ikut terlibat dalam trending topic tersebut. “Anak-anak ingin dianggap dewasa. Ketika ada topik yang hangat di kalangan orang dewasa, mereka pun ikut-ikutan ingin tahu seperti orang dewasa,” kata psikolog yang akrab dipanggil Vera itu.
Jadi saat orang dewasa menonton bersama-sama video itu dan menyimpannya, hal yang sama akan dilakukan anak-anak dan remaja. Namum tidak seperti orang dewasa yang sudah mempunyai pemahaman benar atau salah, anak-anak dan remaja pemahamannya masih terbatas. Bahkan bisa jadi ada pemahaman yang salah.
Psikolog yang biasa praktek di RS Pondok Indah ini menjelaskan, dampak dari pemahaman yang salah bisa saja ada persepsi bahwa melihat adegan porno itu tidak apa-apa. Atau bisa juga muncul konflik dalam diri si anak karéna merasa bersalah telah melihat adegan itu.
Adegan seks yang seharusnya fun tetapi bersifat sangat pribadi, dipahami salah sebagai hal yang bisa ditonton semua orang. Belum lagi jika mengingat pelaku dalam video itu adalah orang yang kebetulan menjadi idola. Bisa jadi ada pemahaman untuk meniru tindakan sang idola itu.
Orangtua pun sibuk membentengi anaknya agar terhindar dart tontonan dewasa tersebut. Walaupun orangtua di rumah sudah membatasi percakapan bahkan tidak mau ikut-ikutan menonton video syur itu, juga telah memblok situs internet yang memuatnya, tidak ada jaminan anaknya ‘aman’.
Terlebih media massa mengulas habis-habisan video syur itu. Begitu juga dunia maya yang tak kalah hebohnya. Mau tidak mau, anak dan remaja akan tahu topik tersebut. Apalagi video itu juga bisa didapat dari teman kelompok atau peer groupnya lewat penggandaan dart HP ke HP.
Sebagian orangtua lalu melakukan razia terhadap tas atau HP anaknya. Apakah tindakan itu bisa dibenarkan? ‘Tindakan orangtua membuka-buka HP atau tas untuk mencari video tersebut bukanlah tindakan bijaksana, karena anak merasa tidak dipercaya oleh orangtuanya,’ kata Vera.
Ia menyarankan, lebih baik orangtua mengajak diskusi mengenai topik video porno tersebut. Diawali dengan pertanyaan apakah anak sudah melihat video itu atau belum. Jika iya, tanya apa pendapat anak setelah melihat video itu. Apakah yang dirasakannya. Pada kesempatan itu, orangtua bisa
Sumber : Warkot
Seringkali orang dewasa bersemangat untuk melihat dan menilai pelaku. Tanpa sadar, orang yang melihat dan menyebarkan adegan itu pun telah mengalami degradasi moral, kehilangan empati, dan lupa akan dampaknya terhadap lingkungan, termasuk anak-anak,” kata psikolog Roslina Verauli.
Ia menambahkan, ketika topik itu menjadi perbincangan yang hangat bagi orang dewasa, sebagian anak-anak dan remaja juga ingin ikut terlibat dalam trending topic tersebut. “Anak-anak ingin dianggap dewasa. Ketika ada topik yang hangat di kalangan orang dewasa, mereka pun ikut-ikutan ingin tahu seperti orang dewasa,” kata psikolog yang akrab dipanggil Vera itu.
Jadi saat orang dewasa menonton bersama-sama video itu dan menyimpannya, hal yang sama akan dilakukan anak-anak dan remaja. Namum tidak seperti orang dewasa yang sudah mempunyai pemahaman benar atau salah, anak-anak dan remaja pemahamannya masih terbatas. Bahkan bisa jadi ada pemahaman yang salah.
Psikolog yang biasa praktek di RS Pondok Indah ini menjelaskan, dampak dari pemahaman yang salah bisa saja ada persepsi bahwa melihat adegan porno itu tidak apa-apa. Atau bisa juga muncul konflik dalam diri si anak karéna merasa bersalah telah melihat adegan itu.
Adegan seks yang seharusnya fun tetapi bersifat sangat pribadi, dipahami salah sebagai hal yang bisa ditonton semua orang. Belum lagi jika mengingat pelaku dalam video itu adalah orang yang kebetulan menjadi idola. Bisa jadi ada pemahaman untuk meniru tindakan sang idola itu.
Orangtua pun sibuk membentengi anaknya agar terhindar dart tontonan dewasa tersebut. Walaupun orangtua di rumah sudah membatasi percakapan bahkan tidak mau ikut-ikutan menonton video syur itu, juga telah memblok situs internet yang memuatnya, tidak ada jaminan anaknya ‘aman’.
Terlebih media massa mengulas habis-habisan video syur itu. Begitu juga dunia maya yang tak kalah hebohnya. Mau tidak mau, anak dan remaja akan tahu topik tersebut. Apalagi video itu juga bisa didapat dari teman kelompok atau peer groupnya lewat penggandaan dart HP ke HP.
Sebagian orangtua lalu melakukan razia terhadap tas atau HP anaknya. Apakah tindakan itu bisa dibenarkan? ‘Tindakan orangtua membuka-buka HP atau tas untuk mencari video tersebut bukanlah tindakan bijaksana, karena anak merasa tidak dipercaya oleh orangtuanya,’ kata Vera.
Ia menyarankan, lebih baik orangtua mengajak diskusi mengenai topik video porno tersebut. Diawali dengan pertanyaan apakah anak sudah melihat video itu atau belum. Jika iya, tanya apa pendapat anak setelah melihat video itu. Apakah yang dirasakannya. Pada kesempatan itu, orangtua bisa
Sumber : Warkot