Keris

Dipi76

New member
Keris adalah sejenis senjata tikam khas yang berasal dari Nusantara. Berdasarkan dokumen-dokumen purbakala, keris dalam bentuk awal telah digunakan sejak abad ke-9, bahkan kemungkinan besar telah digunakan sebelum masa tersebut.

Penggunaan keris sendiri tersebar di masyarakat rumpun Melayu. Pada masa sekarang, keris umum dikenal di daerah Indonesia (terutama di Jawa, Madura, Bali, Lombok, Sumatra, sebagian Kalimantan serta Sulawesi), Malaysia, Brunei, Thailand, dan Filipina (khususnya di Mindanao). Di Mindanao, bentuk senjata yang juga disebut keris tidak banyak memiliki kemiripan meski merupakan senjata tikam juga.

Keris memiliki berbagai macam bentuk. Ada yang bilahnya berkelok-kelok (selalu berbilang ganjil) dan ada pula yang berbilah lurus. Orang Jawa menganggap perbedaan bentuk ini memiliki efek esoteris yang berbeda.

Keris.JPG


Selain digunakan sebagai senjata, keris juga sering dianggap memiliki kekuatan supernatural. Senjata ini sering disebut-sebut dalam berbagai legenda tradisional, seperti keris Mpu Gandring dalam legenda Ken Arok dan Ken Dedes.

Tata cara penggunaan keris berbeda-beda di masing-masing daerah. Di daerah Jawa dan Sunda misalnya, keris ditempatkan di pinggang bagian belakang pada masa damai tetapi ditempatkan di depan pada masa perang. Sementara itu, di Sumatra, Kalimantan, Malaysia, Brunei dan Filipina, keris ditempatkan di depan.

Selain keris, masih terdapat sejumlah senjata tikam lain di wilayah Nusantara, seperti rencong dari Aceh, badik dari Sulawesi, serta kujang dari Jawa Barat. Keris dibedakan dari senjata tikam lain terutama dari bilahnya. Bilah keris tidak dibuat dari logam tunggal yang dicor tetapi merupakan campuran berbagai logam yang berlapis-lapis. Akibat teknik pembuatan ini, keris memiliki kekhasan berupa pamor pada bilahnya.

Bagian-Bagian Keris

Sebagian ahli tosan aji mengelompokkan keris sebagai senjata tikam, sehingga bagian utama dari sebilah keris adalah wilah (bilah) atau bahasa awamnya adalah mata pisau. Tetapi karena keris memunyai kelengkapan lainnya, yaitu warangka (sarung) dan bagian pegangan keris atau ukiran, maka kesatuan terhadap seluruh kelengkapannya disebut keris.

Pegangan keris atau hulu keris

Gagang%20Keris.jpg

Pegangan keris (bahasa Jawa: gaman) ini bermacam-macam motifnya, untuk keris Bali ada yang bentuknya menyerupai patung dewa, patung pedande, patung raksaka, patung penari, pertapa, hutan. Ada pula yang diukir dengan kinatah emas dan batu mulia.

Pegangan keris Sulawesi menggambarkan burung laut. Hal itu sebagai perlambang terhadap sebagian profesi masyarakat Sulawesi yang merupakan pelaut, sedangkan burung adalah lambang dunia atas keselamatan. Seperti juga motif kepala burung yang digunakan pada keris Riau-Lingga, dan untuk daerah-daerah lainnya sebagai pusat pengembangan tosan aji seperti Aceh, Bangkinang (Riau), Palembang, Sambas, Kutai, Bugis, Luwu, Jawa, Madura, dan Sulu, keris memunyai ukiran dan perlambang yang berbeda. Selain itu, materi yang dipergunakan pun berasal dari aneka bahan seperti gading, tulang, logam, dan yang paling banyak yaitu kayu. Untuk pegangan keris Jawa, secara garis besar terdiri dari sirah wingking (kepala bagian belakang), jiling, cigir, cetek, bathuk (kepala bagian depan), weteng, dan bungkul.

Warangka atau sarung keris

Warangka, atau sarung keris (bahasa Banjar: kumpang), adalah komponen keris yang berfungsi tertentu, khususnya dalam kehidupan sosial masyarakat Jawa, paling tidak karena bagian inilah yang terlihat secara langsung. Warangka yang mula-mula dibuat dari kayu (yang umum adalah jati, cendana, timoho, dan kemuning). Sejalan dengan perkembangan zaman terjadi penambahan fungsi warangka sebagai pencerminan status sosial bagi penggunanya. Bagian atasnya atau ladrang-gayaman sering diganti dengan gading.

warangka%20keris%201.jpg


Secara garis besar terdapat dua bentuk warangka, yaitu jenis warangka ladrang yang terdiri dari: angkup, lata, janggut, gandek, godong (berbentuk seperti daun), gandar, ri, serta cangkring. Dan jenis lainnya adalah jenis warangka gayaman (gandon) yang bagian-bagiannya hampir sama dengan warangka ladrang hanya tidak terdapat angkup, godong, dan gandek.

Aturan pemakaian bentuk warangka ini sudah ditentukan, walau tidak mutlak. Warangka ladrang dipakai untuk upacara resmi, misalnya menghadap raja, penobatan, pengangkatan pejabat kerajaan, perkawinan, dengan maksud penghormatan. Tata cara penggunaannya adalah dengan menyelipkan gandar keris di lipatan sabuk (stagen) pada pinggang bagian belakang (termasuk sebagai pertimbangan untuk keselamatan raja ). Sedangkan warangka gayaman dipakai untuk keperluan harian, dan keris ditempatkan pada bagian depan (dekat pinggang) atau di belakang (pinggang belakang).

Dalam peperangan, yang digunakan adalah keris warangka gayaman. Pertimbangannya adalah dari sisi praktis dan ringkas, karena warangka gayaman lebih memungkinkan cepat dan mudah bergerak, karena bentuknya lebih sederhana.

Ladrang dan gayaman merupakan pola-bentuk warangka. Bagian utama menurut fungsi warangka adalah bagian bawah yang berbentuk panjang (sepanjang wilah keris) yang disebut gandar atau antupan, maka fungsi gandar adalah untuk membungkus wilah (bilah) dan biasanya terbuat dari kayu dengan dipertimbangkan agar tidak merusak wilah yang berbahan logam campuran.

Karena fungsi gandar untuk membungkus, sehingga fungsi keindahannya tidak diutamakan, maka untuk memperindahnya dilapisi seperti selongsong-silinder yang disebut pendok. Bagian pendok (lapisan selongsong) inilah yang biasanya diukir sangat indah, dibuat dari logam kuningan, suasa (campuran tembaga emas), perak, emas. Untuk luar Jawa (kalangan raja-raja Bugis, Goa, Palembang, Riau, Bali) pendoknya terbuat dari emas, disertai dengan tambahan hiasan seperti sulaman tali dari emas dan bunga yang bertaburkan intan berlian.

Hubungan keris dengan sarungnya secara khusus oleh masyarakat Jawa diartikan secara filosofis sebagai hubungan akrab, menyatu untuk mencapai keharmonisan hidup di dunia. Maka lahirlah filosofi "manunggaling kawula-Gusti", bersatunya abdi dengan rajanya, bersatunya insan kamil dengan Penciptanya, bersatunya rakyat dengan pemimpinnya, sehingga kehidupan selalu aman damai, tenteram, bahagia, sehat sejahtera. Manusia, selain saling menghormati satu dengan yang lain masing-masing, juga harus tahu diri untuk bekarya sesuai dengan porsi dan fungsinya masing-masing secara benar. Namun demikian, makna yang dalam dari tosan aji sebagai karya seni budaya nasional yang mengandung pelbagai aspek dalam kehidupan masyarakat Jawa pada umumnya, kini terancam perkembangannya karena aspek teknologi sebagai sahabat budayanya kurang diminati ketimbang aspek legenda dan magisnya.

Untuk keris Jawa, menurut bentuknya, pendok ada tiga macam, yaitu: (1) pendok bunton berbentuk selongsong pipih tanpa belahan pada sisinya, (2) pendok blewah (blengah) terbelah memanjang sampai pada salah satu ujungnya sehingga bagian gandar akan terlihat, serta (3) pendok topengan yang belahannya hanya terletak di tengah. Apabila dilihat dari hiasannya, pendok ada dua macam yaitu pendok berukir dan pendok polos (tanpa ukiran).


-dipi-
 
Last edited:
Bls: [Budaya] Keris

Wilah atau wilahan adalah bagian utama dari sebuah keris, dan juga terdiri dari bagian-bagian tertentu yang tidak sama untuk setiap wilahan, yang biasanya disebut dapur, atau penamaan ragam bentuk pada wilah-bilah (ada puluhan bentuk dapur). Sebagai contoh, bisa disebutkan dapur jangkung mayang, jaka lola, pinarak, jamang murub, bungkul, kebo tedan, pudak sitegal.

wilahan%20Keris1.jpg

Pada pangkal wilahan terdapat pesi, yakni ujung bawah sebilah keris atau tangkai keris. Bagian inilah yang masuk ke pegangan keris (ukiran). Pesi ini panjangnya antara 5 cm sampai 7 cm, dengan penampang sekitar 5 mm sampai 10 mm, bentuknya bulat panjang seperti pensil. Di daerah Jawa Timur disebut paksi, di Riau disebut puting, sedangkan untuk daerah Serawak, Brunei dan Malaysia disebut punting.

Pada pangkal (dasar keris) atau bagian bawah dari sebilah keris disebut ganja (di Semenanjung Melayu menyebutnya aring). Di tengahnya terdapat lubang pesi (bulat) persis untuk memasukkan pesi, sehingga bagian wilah dan ganja tidak terpisahkan. Pengamat budaya tosan aji mengatakan bahwa kesatuan itu melambangkan kesatuan lingga dan yoni, di mana ganja sirah cecak, bagian lehernya disebut gulu meled, bagian perut disebut wetengan dan ekornya disebut sebit ron. Ragam bentuk ganja ada bermacam-macam, wilut, dungkul, kelap lintah dan sebit rontal mewakili lambang yoni sedangkan pesi melambangkan lingganya.

Luk

Dilihat dari bentuknya keris dapat dibagi dua golongan besar, yaitu keris yang lurus dan keris yang bilahnya berkelok-kelok atau luk. Salah satu cara sederhana menghitung luk pada bilah, dimulai dari pangkal keris ke arah ujung keris, dihitung dari sisi cembung dan dilakukan pada kedua sisi seberang-menyeberang (kanan-kiri), maka bilangan terakhir adalah banyaknya luk pada wilah-bilah dan jumlahnya selalu gasal (ganjil) dan tidak pernah genap, dan yang terkecil adalah luk tiga dan terbanyak adalah luk tiga belas. Jika ada keris yang jumlah luk nya lebih dari tiga belas, biasanya disebut keris kalawija, atau keris tidak lazim.

Pamor

Pamor merupakan hiasan, motif, atau ornamen yang terdapat pada bilah keris. Hiasan ini dibentuk tidak dengan diukir, diserasah (inlay), atau dilapis, tetapi dengan teknik tempaan yang menyatukan beberapa unsur logam berlainan. Teknik tempa senjata berpamor ini merupakan keahlian khas Indonesia, terutama di Jawa.

pamor.jpg

Dilihat dari caranya, dikenal dua cara pembuatan pamor yang baik, yaitu mlumah dan miring. Pamor mlumah adalah pamor yang lapisan-lapisannya mendatar, sejajar dengan permukaan bilah, sedangkan pada pamor miring lapisan pamornya tegak lurus dengan permukaan bilah. Pembuatan pamor mlumah lebih mudah daripada pamor miring. Itulah sebabnya, nilai keris berpamor miring lebih tinggi dibandingkan dengan pamor mlumah.

Tangguh keris

Di bidang perkerisan dikenal pengelompokan yang disebut tangguh yang dapat berarti periode pembuatan atau gaya pembuatan. Hal ini serupa dengan misalnya dengan tari Jawa gaya Yogyakarta dan Surakarta. Pemahaman akan tangguh akan membantu mengenali ciri-ciri fisik suatu keris.

Beberapa tangguh yang biasa dikenal:
· tangguh Majapahit,
· tangguh Pajajaran,
· tangguh Mataram,
· tangguh Yogyakarta,
· tangguh Surakarta.


-dipi-
 
Bls: [Budaya] Keris

Anatomi atau Ricikan Keris

Anatomi keris dikenal juga dengan istilah ricikan keris. Berikut ini akan diuraikan anatorni keris satu persatu.

1. Ron dha, yaitu ornamen pada huruf Jawa dha.
2. Sraweyan, yaitu dataran yang merendah di belakang sogogwi, di atas ganja.
3. Bungkul, bentuknya seperti bawang, terletak di tengah-tengah dasar bilah dan di atas ganja.
4. Pejetan, bentuknya seperti bekas pijatan ibu jari yang terletak di belakang gandik.
5. Lambe gajah, bentuknya menyerupai bibir gajah. Ada yang rangkap dan Ietaknya menempel pada gandik.
6. Gandik, berbentuk penebalan agak bulat yang memanjang dan terletak di atas sirah cecak atau ujung ganja.
7. Kembang kacang, menyerupai belalai gajah dan terletak di gandik bagian atas.
8. Jalen, menyerupai taji ayam jago yang menempel di gandik.
9. Greneng, yaitu ornamen berbentuk huruf Jawa dha yang berderet.
10. Tikel alis, terletak di atas pejetan dan bentuknya mirip alis mata.
11. Janur, bentuk lingir di antara dua sogokan.
12. Sogokan depan, bentuk alur dan merupakan kepanjangan dari pejetan.
13. Sogokan belakang, bentuk alur yang terletak pada bagian belakang.
14. Pudhak sategal, yaitu sepasang bentuk menajam yang keluar dari bilah bagian kiri dan kanan.
15. Poyuhan, bentuk yang menebal di ujung sogokan.
16. Landep, yaitu bagian yang tajam pada bilah keris.
17. Gusen, terletak di be!akang landep, bentuknya memanjang dari sor-soran sampai pucuk.
18. Gula milir, bentuk yang meninggi di antara gusen dan kruwingan.
19. Kruwingan, dataran yang terletak di kiri dan kanan adha-adha.
20. Adha-adha, penebalan pada pertengahan bilah dari bawah sampal ke atas.

Makna Desain Keris

Pulang Geni

Pulang Geni merupakan salah satu dapur keris yang populer dan banyak dikenal karena memiliki padan nama dengan pusaka Arjuna. Pulang Geni bermakna ratus atau dupa atau juga Kemenyan. Bahwa manusia hidup harus berusaha memiliki nama harum dengan berperilaku yang baik, suka tolong menolong dan mengisi hidupnya dengan hal-hal atau aktivitas yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Manusia harus berkelakuan baik dan selalu menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak, tentu namanya akan selalu dikenang walau orang tersebut sudah meninggal. Oleh karena itu, keris dapur Pulang Geni umumnya banyak dimiliki oleh para pahlawan atau pejuang.

Kidang Soka

Kidang Soka memiliki makna "kijang yang berduka". Bahwa hidup manusia akan selalu ada duka, tetapi manusia diingatkan agar tidak terlalu larut dalam duka yang dialaminya. Kehidupan masih terus berjalan dan harus terus dilalui dengan semangat hidup yang tinggi. Keris ini memang memiliki ciri garap sebagaimana keris tangguh Majapahit, tetapi dilihat pada penerapan pamor serta besinya, tidak masuk dikategorikan sebagai keris yang dibuat pada zaman Majapahit. Oleh karena itu, dalam pengistilahan perkerisan dikatakan sebagai keris Putran atau Yasan yang diperkirakan dibuat pada zaman Mataram. Kembang Kacang Pogog semacam ini umumnya disebut Ngirung Buto.

Sabuk Inten

Sabuk Inten merupakan salah satu dapur keris yang melambangkan kemakmuran dan atau kemewahan. Dari aspek filosofi, dapur Sabuk Inten melambangkan kemegahan dan kemewahan yang dimiliki oleh para pemilik modal, pengusaha, atau pedagang pada zaman dahulu. Keris Sabuk Inten ini menjadi terkenal, selain karena legendanya, juga karena adanya cerita silat yang sangat populer berjudul Naga Sasra Sabuk Inten karangan Sabuk Inten karangan S.H. Mintardja pada 1970-an.

Naga Sasra

Naga Sasra adalah salah satu nama dapur "Keris Luk 13" dengan gandik berbentuk kepala naga yang badannya menjulur mengikuti sampai ke hampir pucuk bilah. Salah satu dapur keris yang paling terkenal walau jarang sekali dijumpai adanya keris Naga Sasra Tangguh tua. Umumnya keris dapur Naga Sasra dihiasi dengan kinatah emas sehingga penampilannya terkesan indah dan lebih berwibawa. Keris ini memiliki gaya seperti umumnya keris Mataram Senopaten yang bentuk bilahnya ramping seperti keris Majapahit, tetapi besi dan penerapan pamor serta gaya pada wadidhang-nya menunjukkan ciri Mataram Senopaten.

Sepertinya keris ini berasal dari era Majapahit akhir atau bisa juga awal era Mataram Senopaten (akhir abad ke-15 sampai awal abad ke-16). Keris ini dulunya memiliki kinatah Kamarogan yang karena perjalanan waktu, akhirnya kinatah emas tersebut hilang terkelupas. Tetapi secara keseluruhan, terutama bilah keris ini masih bisa dikatakan utuh. Keris dapur Naga Sasra berarti "ular yang jumlahnya seribu (beribu-ribu)" dan juga dikenal sebagai keris dapur "Sisik Sewu". Dalam budaya Jawa, naga diibaratkan sebagai penjaga. Oleh karena itu, banyak kita temui pada pintu sebuah candi atau hiasan lainnya yang dibuat pada zaman dahulu. Selain penjaga, naga juga diibaratkan memiliki wibawa yang tinggi. Oleh karena itu, keris Naga Sasra memiliki nilai yang lebih tinggi daripada keris lainnya.

Sengkelat

Sengkelat adalah salah satu keris dari jaman Mataram Sultan Agung (awal abad ke-17). Pamor keris sangat rapat, padat, dan halus. Ukuran lebar bilah lebih lebar dari keris Majapahit, tetapi lebih ramping daripada keris Mataram era Sultan Agung pada umumnya. Panjang bilah 38 cm, yang berarti lebih panjang dari Keris Sengkelat Tangguh Mataram Sultan Agung umumnya. Bentuk luknya lebih rengkol dan dalam dari pada keris era Sultan Agung pada umumnya. Ganja yang digunakan adalah Gonjo Wulung (tanpa pamor) dengan bentuk Sirah Cecak runcing dan panjang dengan buntut urang yang nguceng mati, Kembang Kacang Nggelung Wayang. Jalennya pendek dengan Lambe Gajah yang lebih panjang dari Jalen. Sogokan tidak terlalu dalam dengan janur yang tipis tetapi tegas sampai ke pangkal bilah. Warangka keris ini menggunakan gaya Surakarta yang terbuat dari kayu cendana.

Raga Pasung atau Rangga Pasung

Raga Pasung, atau Rangga Pasung, memiliki makna sesuatu yang dijadikan sebagai upeti. Dalam hidup di dunia, sesungguhnya hidup dan diri manusia ini telah diupetikan kepada Tuhan YME. Dalam arti bahwa hidup manusia ini sesungguhnya telah diperuntukkan untuk beribadah, menyembah kepada Tuhan YME. Dan karena itu kita manusia harus ingat bahwa segala sesuatu yang kita miliki di dunia ini sesungguhnya semu dan kesemuanya adalah milik Tuhan YME.

Bethok Brojol

Bethok Brojol adalah keris dari tangguh tua juga. Keris semacam ini umumnya ditemui pada tangguh tua seperti Kediri/Singasari atau Majapahit. Dikatakan Bethok Brojol karena bentuknya yang pendek dan sederhana tanpa ricikan kecuali Pijetan sepeti keris dapur Brojol.

Puthut Kembar

Puthut Kembar oleh banyak kalangan awam disebut sebagai Keris Umphyang. Padahal sesungguhnya Umphyang adalah nama seorang empu, bukan nama dapur keris. Juga ada keris dapur Puthut Kembar yang pada bilahnya terdapat rajah dalam aksara Jawa kuno yang tertulis “Umpyang Jimbe”. Ini juga merupakan keris buatan baru, mengingat tidak ada sama sekali dalam sejarah perkerisan di mana sang empu menuliskan namanya pada bilah keris sebagai label atau trade mark dirinya. Ini merupakan kekeliruan yang bisa merusak pemahaman terhadap budaya perkerisan.

Puthut dalam terminologi Jawa bermakna cantrik, atau orang yang membantu atau menjadi murid dari seorang pandita/empu pada zaman dahulu. Bentuk Puthut ini konon berasal dari legenda tentang cantrik atau santri yang diminta untuk menjaga sebilah pusaka oleh sang Pandita, juga diminta untuk terus berdoa dan mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Bentuk orang menggunakan gelungan di atas kepala, menunjukkan adat menyanggul rambut pada zaman dahulu. Bentuk wajahnya, walau samar, masih terlihat jelas guratannya. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa dapur Puthut mulanya dibuat oleh Empu Umpyang yang hidup pada era Pajang awal. Tetapi ini pun masih belum bisa dibuktikan secara ilmiah karena tidak didukung oleh bukti-bukti sejarah.

Pajang

Ada keris yang bernama Pajang-Majapahit, yang berarti keris buatan Pajang yang dibuat pada era Majapahit akhir. Penamaan keris ini perlu diteliti kembali mengingat perbedaaan zaman antara Kerajaan Majapahit (abad ke-14-15) dengan zaman Kerajaan Pajang (abad ke-17), meski dalam Nagarakretagama yang ditulis pada zaman Majapahit disebutkan adanya wilayah Pajang pada zaman tersebut.

Keris Lurus Semelang

Keris Lurus Semelang dalam bahasa Jawa bermakna "kekhawatiran atau kecemasan terhadap sesuatu". Sedangkan Gandring memiliki arti "setia atau kesetiaan" yang juga bermakna "pengabdian". Dengan demikian, Sumelang Gandring memiliki makna sebagai bentuk dari sebuah kecemasan atas ketidaksetiaan akibat adanya perubahan. Ricikan keris ini antara lain: gandik polos, sogokan satu di bagian depan dan umumnya dangkal dan sempit, serta sraweyan dan tingil. Beberapa kalangan menyebutkan bahwa keris dapur Sumelang Gandring termasuk keris dapur yang langka atau jarang ditemui walau banyak dikenal di masyarakat perkerisan. (Ensiklopedia Keris: 445-446).

Sumelang Gandring

Pusaka ini hilang dari Gedhong Pusaka Keraton. Lalu Raja menugaskan Empu Supo Mandangi untuk mencari kembali pusaka yang hilang tersebut. Dari sinilah berawal tutur mengenai nama Empu Pitrang yang tidak lain juga adalah Empu Supo Mandrangi (Ensiklopedia Keris: 343-345).

Tilam Upih

Tilam Upih dalam terminologi Jawa bermakna tikar yang terbuat dari anyaman daun untuk tidur, diistilahkan untuk menunjukkan ketenteraman keluarga atau rumah tangga. Oleh karena itu, banyak sekali pusaka keluarga yang diberikan secara turun-temurun dalam dapur Tilam Upih. Ini menunjukkan adanya harapan dari para sesepuh keluarga agar anak-cucunya nanti bisa memeroleh ketenteraman dan kesejahteraan dalam hidup berumah tangga.

Sedangkan Pamor ini dinamakan Udan Mas Tiban. Ini karena terlihat dari penerapan pamor yang seperti tidak direncanakan sebelumnya oleh si empu. Berbeda dengan kebanyakan Udan Mas Rekan yang bulatannya sangat rapi dan teratur, Udan Mas Tiban ini bulatannya kurang begitu teratur tetapi masih tersusun dalam pola 2-1-2. Pada 1930-an, yang dimaksud dengan pamor Udan Mas adalah Pamor Udan Mas Tiban yang pembuatannya tidak direncanakan oleh sang empu (bukan pamor rekan). Ini dikarenakan pamor Udan Mas yang rekan dicurigai sebagai pamor buatan (rekan). Tetapi toh juga banyak keris pamor udan mas rekan yang juga merupakan pembawaan dari zaman dahulu.

Oleh banyak kalangan, keris dengan Pamor Udan Mas dianggap memiliki tuah untuk memudahkan pemiliknya mendapatkan rezeki. Dengan rezeki yang cukup,diharapkan seseorang bisa membina rumah tangga dan keluarga lebih baik dan sejahtera. Lar Gang Sir konon merupakan kepanjangan dari Gelar Ageman Siro yang memiliki makna bahwa gelar atau jabatan dan pangkat di dunia ini hanyalah sebuah ageman atau pakaian yang suatu saat tentu akan ditanggalkan. Karena itu jika kita memiliki jabatan/pangkat atau kekayaan, maka janganlah kita sombong dan takabur (ojo dumeh). Jangan mentang-mentang memiliki kekuasaan, pangkat dan jabatan atau kekayaan, maka kita bisa seenaknya sendiri sesuai keinginan kita tanpa memikirkan kepentingan orang lain.


-dipi-
 
Bls: [Budaya] Keris

Keris berasal dari Kepulauan Jawa diduga telah digunakan antara abad ke-9 dan ke-14. Dalam beberapa pandangan penggolongan pembabakan keris ini dapat digolongkan ke dalam:

Keris Buddha dan pengaruh India-Tiongkok

Kerajaan-kerajaan awal Indonesia sangat terpengaruh oleh budaya Buddha dan Hindu. Candi di Jawa Tengah adalah sumber utama budaya zaman tersebut. Namun sayang, sedikit sumber yang menginformasikan penggunaan keris atau sesuatu yang serupa dengannya. Relief di Borobudur tidak menunjukkan pisau belati yang mirip dengan keris.

Dari penemuan arkeologis banyak ahli yang setuju bahwa protokeris berbentuk pisau lurus dengan bilah tebal dan lebar. Salah satu keris tipe ini adalah keris milik keluarga Knaud, didapat dari Sri Paku Alam V. Keris ini relief di permukaannya yang berisi epik Ramayana dan terdapat tahun Jawa 1264 (1342 Masehi), meski ada yang meragukan penanggalannya.

Pengaruh kebudayaan Tiongkok mungkin masuk melalui kebudayaan Dongson di Vietnam yang merupakan penghubung antara kebudayaan Tiongkok dengan dunia Melayu. Terdapat keris sajen yang memiliki bentuk gagang manusia sama dengan belati Dongson.

Keris "Modern"

Keris yang saat ini kita kenal adalah hasil proses evolusi yang panjang. Keris modern yang dikenal saat ini adalah belati penusuk yang unik. Keris memperoleh bentuknya pada masa Majapahit (abad ke-14) dan Kerajaan Mataram baru (abad ke-17-18).

Pembagian masa keris juga terbagi dalam beberapa tahapan zaman, sebagi berikut:

1. Zaman Tangguh Budho (Kuno)
  1. Zaman Kerajaan Purwacarita, empunya adalah: Mpu Hyang Ramadi, Mpu Iskadi, Mpu Sugati, Mpu Mayang, dan Mpu Sarpadewa.
  2. Zaman Kerajaan Tulis, empunya adalah Mpu Sukmahadi.
  3. Zaman Kerajaan Medang Kamulan, empunya adalah Mpu Bramakedali.
  4. Zaman Kerajaan Giling Wesi, empunya adalah: Mpu Saptagati dan Mpu Janggita.
  5. Zaman Kerajaan Wirotho, empunya adalah Mpu Dewayasa I.
  6. Zaman Kerajaan Mamenang, empunya adalah Mpu Ramayadi.
  7. Zaman Kerajaan Pengging Wiraradya, empunya adalah Mpu Gandawisesa, Mpu Wareng, dan Mpu Gandawijaya.
  8. Zaman Kerajaan Jenggala, empunya adalah Mpu Widusarpa dan Mpu Windudibya.
2. Zaman Tangguh Madya Kuno (Kuno Pertengahan)

Zaman Kerajaan Pajajaran Makukuhan, empunya adalah: Mpu Srikanekaputra, Mpu Welang, Mpu Cindeamoh, Mpu Handayasangkala, Mpu Dewayani, Mpu Anjani, Mpu Marcu kunda, Mpu Gobang, Mpu Kuwung, Mpu Bayuaji, Mpu Damar jati, Mpuni Sumbro, dan Mpu Anjani.

3. Zaman Tangguh Sepuh Tengahan (Tua Pertengahan)
  1. Zaman Kerajaan Jenggala, empunya adalah Mpu Sutapasana.
  2. Zaman Kerajaan Kediri.
  3. Zaman Kerajaan Majapahit.
  4. Zaman Tuban/sezaman Majapahit, empunya adalah: Mpu Kuwung, Mpu Salahito, Mpu Patuguluh, Mpu Demangan, Mpu Dewarasajati, dan Mpu Bekeljati.
  5. Zaman Madura/sezaman Majapahit, empunya adalah: Mpu Sriloka, Mpu Kaloka, Mpu Kisa, Mpu Akasa, Mpu Lunglungan, dan Mpu Kebolungan.
  6. Zaman Blambangan/sezaman Majapahit, empunya adalah: Mpu Bromokendali, Mpu Luwuk, Mpu Kekep, dam Mpu Pitrang.
4. Zaman Tangguh Tengahan (Pertengahan)
  1. Zaman Kerajaan Demak, empunya adalah Mpu Joko Supo.
  2. Zaman Kerajaan Pajang, empunya adalah Mpu Omyang, Mpu Loo Bang, Mpu Loo Ning, Mpu Cantoka, dan Japan.
  3. Zaman Kerajaan Mataram, empunya adalah: Mpu Tundung, Mpu Setrobanyu, Mpu Loo Ning, Mpu Tunggulmaya, Mpu Teposono, Mpu Kithing, Mpu Warih Anom, dan Mpu Madrim.
5. Zaman Tangguh Nom (Muda)
  1. Zaman Kerajaan Kartasura, empunya adalah: Mpu Luyung I, Mpu Kasub, Mpu Luyung II, Mpu Hastronoyo, Mpu Sendang Warih, Mpu Truwongso, Mpu Luluguno, Mpu Brojoguno I, dan Mpu Brojoguno II.
  2. Zaman Kasunanan Surakarta, empunya: Mpu Brojosentiko, Mpu Mangunmalelo, Mpu R.Ng. Karyosukadgo, Mpu Brojokaryo, Mpu Brojoguno III, Mpu Tirtodongso, Mpu Sutowongso, Mpu Japan I, Mpu Japan II, Mpu Singosijoyo, Mpu Jopomontro, Mpu Joyosukadgo, Mpu Montrowijoyo, Mpu Karyosukadgo I, Mpu Wirosukadgo, Mpu Karyosukadgo II, dan Mpu Karyosukadgo III.
Tahapan-tahapan zaman kerajaan berhubungan langsung dengan tahapan zaman perkerisan. Dengan demikian pada setiap zaman kerajaan itu terdapat beberapa orang eyang/empu yang bertugas untuk menciptakan keris.


-dipi-
 
Bls: [Budaya] Keris

Peran Keris dalam Sejarah

Keris adalah salah satu senjata adat suku–suku bangsa di Nusantara, yang merupakan senjata penusuk jarak pendek dikenal dan dipakai oleh sebagian masyarakat di Asia Tenggara. Keris merupakan senjata penusuk yang dimuliakan, dihormati bahkan dianggap keramat. Tidak hanya suku bangsa di Indonesia, juga bangsa lain di sebagian Asia Tenggarajuga mengenal dan memakainya. Misalnya saja bangsa Malaysia, Brunai, Sabah, Tailand, Kamboja, Laos, Suku Moro di Pilliphina Selatan juga mengenal atau memakai Keris. (Karsten Sejr Jensen , 1998 , 5 -7.)

Selain senjata penusuk, keris merupakan benda yang berfungsi sebagai senjata yang dianggap mempunai daya magis, benda Pusaka, sebagai benda kehormatan, sebagai benda sejarah, sebagai benda komoditi perdagangan, sebagai symbol, sebagai tanda kehormatan, sebagai benda pelengkap upacara, dan sebagai benda pelengkap busana. (Garret 7 Bronwen Solyom, 1987. 12.).

Bagaimana kedudukan keris keris dalam sejarah bangsa, tidak dapat dipungkiri lagi, dalam ceritera, babad maupun sejarah modern, keris banyak berfungsi sebagai obyek sejarah, bahkan keris kadang- kadangdapat menjadi benda penentu sejarah. (Surono, 1979, 2.)

Keris selalu muncul dalam legenda, ceritera tutur atau oral tradisi, babad atau sejarah tradisi, sampai pada sejarah modern. Ternyata bila dicari dalam ceritera tutur atau penulisan sejarah, keterangan mengenai keris banyak yang dapat diketahui.seperti misalnya dalam ceritera legenda Ajisaka, Pararaton, Babad Tanah Jawi sampai penulisan sejarah modern De Graaf, perang Diponegoro. Bahkan keris masih juga hadir dalam masyarakat modern masa kemerdekaan contohnya panglima besar besar Soedirman dan Bung Karno., sampai kepada pak Harto.

Ceritera Jawa yang paling tua, yaitu Serat Ajisaka, walaupun ini masih merupakan ceritera tutur yang bersifat legenda menghadirkan keterangan tentang keris. Pada masa Sang Aji Saka telah menjadi raja menguasai tanah Jawa, maka berkenan mengambil pusaka keris yang ditinggalkan di Gunung Kendil., Keris itu dibawa dan dikuasakan kepada abdinya yang bernama Sambada. Sang Ajisaka mengutus abdinya yang bernama Dora untuk mengambil pusaka keris itu. Setelah sampai di Gunung Kendhil, Sambada tidak mau memberikan keris pusaka itu, karena dia mendapat pesan dari Sang Ajisaka, bahwa keris itu tidak boleh diberikan kepada siapapapun kecuali sang Aji saka. Maka terjadi percekcokan meningkat menjadi perkelahian, dua abdi tersebut mati bersama. Sang Aji saka telah menunggu lama tetapi utusannya tak kunjung datang, kemudian menyusul ke Gunung Kendhil. Ajisaka kemudian merasa berdosa karena mati bersama(sampyuh) maka sebagai peringatan akan dosana diciptakan aksara yang kelak kemudian menjadi huruf Jawa, ha, na, ca, ra, ka. da,ta, sa, wa, la. Pa, da, ja, ya, nya. ma, ga, ba, tha, nga. Artinya : ada utusan, sama –sama berkelahi , sama - sama saktinya , sama- sama menjadi bangkai. (Serat Ajisaka, N.D. halaman 9 –34 ).

Walaupun serat Ajisaka ini merupakan legenda atau ceritera tutur, tetapi cerita ini sampai masa sekarang masih menjadi dasar pandangan masyarakat Jawa atau Bali, ini merupakan mantifac atau facta mental yang masih hidup dalam kehidupan masyarakat sampai masa sekarang.

Ceritera dari Babad Tanah Jawi menyebutkan bahwa Ciung Wanara setelah dewasa diserahkan oleh Ki Buyut untuk mengabdi pada pandai besi istana, setelah tahu cara kerja pandai besi kemudian membuat banyak senjata keris, pedang, kudi, kujang. Kemudian Ciung Wanara membuat tempat tidur kantil yang dibuat dengan terali besi, yang dinamakan Balai Sawo. Setelah itu Ciung Wanara mengabdi pada raja Pajajaran Arya Bangah. Karena banyak berjasa Ciung wanara dianugerahi nama Banyak Wide. Kelak dengan tempat tidur berterali besi ini dapat membalas dendamnya kepada raja Pajajaran Arya Bangah. yang kemudian dihanyutkan kesungai Karawang. Ciung Wanara menjadi raja besar di Pajajaran, begelar Harya Banyak Wide. Kemudian berperang dengan adik Arya Bangah yang bernama Jaka Sesuruh. Jaka Sesuruh yang kalah melarikan diri dari Pajajaran menuju ke Jawa Timur. (Babad Tanah Jawi, Sudibyo ZH, 1980, 17 –24.).

Dalam serat -serat Panji yang terdiri atas beberapa versi, Panji Inu Kertapati Pangeran dari Kerajaan Jenggala yang kemudian menjadi raja dan dapat menjatukan kerajaan Jenggala dan kerajaan Kediri, setelah menjadi raja bergelar Kameswara, adalah seorang yang pandai mengolah curiga, atau bermain silat dengan keris. Walaupun ceritera ini sekedar hanya sastra sejarah, atau ceritera tutur, ceritera Panji pangeran dari Panjalu ini masa lampau menjadi suri tauladan dan menjiwai kehidupan masyarakat Jawa yang agraris feodal. Ceritera Panji ini bahkan tersiar sampai Vietnam dan Kamboja. ( Poerbotjaroko, 1969, 4.).

Dalam masa kerajaan di Jawa Timur dari masa Kediri sampai Singhasari sejarah keris tampak kelam, tetapi diketahui bahwa akibat adanya kepercayaan baru yaitu Tantrayana, keris pada masa itu berkembang mencapai bentuknya. Keris yang tadinya berbentuk gemuk pendek berbadan lebar cenderung seperti keris Budha atau Katga pada masa ini berubah ramping walaupun uga masihtampak dempakdan sangkuk . Contohnya keris- keris Jenggala dan Singhasari, dalam relief di Candi Panataran, keris sudah lebih ramping bentuknya, (Wawancara dengan Suprapto Suryodarmo 1986.).

Baru dalam kitab Pararaton didapatkan keterangan yang luar biasa tentang keris. Kemelut Tumapel dengan tokoh Ken Angrok seorang rakyat jelata anak Ken Endog yang dipercaya titisan Dewa Brahma, membuat sejarah besar. Kitab Pararaton memberi keterangan yang banyak tentang keris. Karena Ken Angrok jatuh cinta dengan Ken Dedes, wanita yang secara paksa menjadi istri Akuwu Tunggul Ametung. Untuk membunuh tunggul Ametung Ken Angrok memesan keris sakti kepada Empu Gandring, Keris Empu Gandring kemudian mulai memakan korban, pertama adalah Empu Gandring, kemudian Tunggul Ametung, Keboijo, Ken Anggrok sendiri, Panji Anusapati, Panji Tohjaya, dan Ranggawuni, Jadi keris Empu Gandring, telah memakan tujuh korban diantaranya Ken Angrok sendiri dan keturunanya. Tetapi Ken Angrok sendiri telah berhasil merebut Kerajaan Singhasari, yang kelak kemudian keturunanya akan meneruskan menjadi raja- raja sesudahnya. Oleh sebab kitab yang memuat ceritera itu disebut kitab Pararaton. Dalam peristiwa ini keris yang merupakan senjata penusuk berperan serta dalam penentuan sejarah. Serat pararaton yang menghebohkan ini ditemukan ditulis pada keropak atau Ron Tal dalam bahasa kawi. Ceritera ini menjadi penelitian sarjana Belanda yang bernama Brandes, dan pernah diterjemahkan dalam bahasa Belanda ( Mangkudimedjo, 1979,25.).

Peristiwa - peristiwa besar yang melibatkan peran keris dalam masa kerajaan Majapahit apabila dikaji dari sejarah formal maupun ceritera tutur akan banyak ditemukan. Raja Jayanegara terbunuh oleh keris Ra Tancha yang masih termasuk keluarga raja atau Darmaputra. Ra Tancha kemudian ditangkap dan dibunuh oleh Gajah mada. Peristiwa ini selanjutnya mengakibatkan Hayam wuruk mewarisi takhta, dan kebesaran kerajaan Majapahit mencapai puncaknya.

Begitu juga dalam ceritera tutur atau babad, banyak peran keris dalam sejarah yang hadir. Ceritera Bondan Kejawan atau pangeran Lembu Peteng. diperintahkan oleh prabu Brawijaya untuk belajar dan mengabdi pada ki Gede Tarub. Sang Prabu memberikan dua keris pusaka. Setelah berkelahi dengan perampok salah satu kerisna patah tetapi mengalami kemenangan. Bondan kejawan ini kemudian dikawinkan dengan putri ki Gede satu-satunya yang benama Nawangsih. Selanjutnya Bondan Kejawan menurunkan sederetan nama besar dalam sejarah masa kerajaan Demak. Cerita ini banyak ditulis dalam Babad Tanah Jawi, babad Pajang, dan Babad Para Wali

Dalam Babad Tanah Jawi Terdapat sebuah bagian khusus yang memuat banyak keterangan tentang keris yaitu riwayat hidup dari empu - empu pande keris. Dalam babad diceriterakan riwayat empu Supa Gati, Supa Jigja, Supa Driya Supa Pangeran Sendang, empu Pitrang, Empu ki Sura, dan ki Supa Anom.

Dalam babad Tanah Jawi itu diceriterakan tentang raja Majapahit, yang memesan keris pada para empu, begitu juga para Wali yang membuat keris dapur-dapur yang baru. Muncul nama nama keris Pusaka seperti Condong Campur, Sabuk inten, Nagasasra, Sengkelat, Carubuk, Kala munjeng, pedang kyai lawang, kendali rangah macan guguh.dan lain sebagainya yang kelak menjadi pusaka raja - raja Jawa selanjutnya. Pusaka tersebut sedikit banyak ikut berperan dalam sejarah. (Panji Prawirajuda ; 1984, 225 –271).

Pada masa kerajaan Islam di Demak begitu banyak keterangan tentang keris. dan keris merupakan benda sebagai penentu sejarah., banyak ceritera tutur, serat,babad, bahkan sejarah modern tulisan H.J de Graaf menulis tentang peristiwa pembunuhan, perebutan takhta, dan balas dendam di masa kerajaan Demak. Pembunuhan dengan keris pada masa ini ternyata merajalela. Raja Demak pertama adalah Raden Patah atau Sultan Jim Bun sebenarnya putra Bra Wijaya raja Majapahit, yang dipelihara oleh Harya Damar, adipati Palembang. Setelah Sultan Fatah meninggal digantikan oleh Puteranya yang tertua yaitu Pangeran Sabrang Lor, tetapi pangeran ini meninggal pada masa mudanya, belum menikah dan belum mempunyai putera. Seharusnya yang menggantikan adalah putra yang kedua yaitu Sekar Seda Lepen. Tetapi Sekar Seda Lepen dibunuh ditusuk dengan keris dari belakang, sewaktu pulang dari sholat Jumat di masjid Demak. Sepulang dari sholat Jumat, Seda Lepen dikutit dari belakang dan kemudian ditusuk pingangnya dengan keris. Seda lepen meninggal di tepian sungai, oleh sebab disebut Sekar Seda Lepen. Pembunuhan itu dilakukan oleh seorang prajurit pejineman atau prajurit sandi bernama Surawiyata, orang suruhan atau abdi dari Raden Mukmin, yaitu nama muda Sunan Prawata.

Putera laki laki Sekar Seda Lepen bernama Haryo Penangsang, yang masih kecil diangkat menjadi murid terkasih Sunan Kudus. Haryo Penangsang kelak kemudian setelah menjadi Adipati di Jipang akan membalas dendam. Kerajaan Demak jatuh ke tangan putra ketiga bernama Sultan Trenggana. Tetapi Sultan Trenggana gugur waktu berperang melawan Kerajaan Brang Wetan atau Blambangan di Beteng Panarukan. Yang menggantikan menjadi raja kemudian adalah putra Trenggana yaitu Sunan Prawata. Tetapi masa pemerintahanya dipenuhi oleh kemelut persaingan kekuatan dan perebutan takhta. Harya Penangsang, putra Seda Lepen mulai membalas dendam. Pertama kali yang menjadi korban adalah Sunan Prawata sendiri, sewaktu Sunan Prawata sedang sakit tiduran duduk di pangku atau di ” sundang “ oleh Permaisurinya, datanglah dua orang prajurit Sureng yang berhasil menyelinap ke tempat tidurnya. Prajurit sureng suruhan Arya Penangsang ini segera menusuk Sunan Prawata, tusukan begitu kuat sehingga menembus dada sampai kepunggung, permaisuri yang memangkunya ikut tertusuk dan langsung mati. Sunan Prawata yang sakti walaupun terluka belum juga mati. Sunan Prawata meraih kerisnya Kyahi Bethok, dilemparkan kearah prajurit Sureng. Sureng itu hanya tersentuh keris sedikit pada kakinya luka tergores, prajurit Sureng itu kemudian segera mati. Sunan Prawata. Kemudian mati menebus dosanya karena telah membunuh Sekar Seda lepen.

Haryo Penangsang belum puas membalas dendam, maka terjadilah pembunuhan selanjutnya terhadap Sunan Hadiri. Sewaktu Sunan Hadiri dengan isterinya Ratu Kalinyamat melaporkan peristiwa itu dan minta pengadilan pada Sunan Kudus, kepulanganya ke Kalinyamat dihadang oleh prajurit Sureng utusan Harya Penangsang. Sunan Hadiri terbunuh di jalan ditikam dengan keris namun untungnya Ratu Kalinyamat berhasil selamat . Balas dendam Harya Penangsang juga belum berhenti ingin menumpas habis keturunan Trenggana sampai menantu - menantunya.

Sasaran ketiga adalah Hadiwijaya (Jaka Tingkir) Adipati Pajang, yang merupakan menantu Sultan Trenggana paling muda. Hadiwijaya pada masa itu telah menjadi Adipati di Pajang. Harya Penangsang kembali mengutus dua orang prajurit Sureng untuk membunuh Hadiwijaya. Para Sureng berhasil masuk ke tempat tidur menemukan Hadiwijaya yang baru tidur. Kemudian Sureng itu menusuk dengan keris. Hadiwijaya memang sakti, tidak mempan ditusuk dengan keris, bahkan kedua Sureng terjengkang pingsan karena kibasan kain dodot selimut sakti Hadiwijaya. Para Sureng kemudian diampuni disuruh kembali ke Jipang, bahkan diberi uang yang banyak. Para Sureng kemudian melapor kepada Harya Penangsang, Harya Penangsang marah besar, dan membunuh dua Sureng dengan kerisnya Kyai Brongot Setan Kober. Kedua Sureng telah mempermalukan Penangsang dan gagal dalam melakukan tugas.

Harya Penangsang kemudian gugur ditangan kerabat Sela. Ki gede Pemanahan, Ki gede Penjawi, dan putra Pemanahan, Danang Sutawijaya , yang berperang dengan segala taktik dan tipu daya. Akhirnya Adipati Jipang Haryo penagsang gugur . Maka tinggallah hanya satu orang terkuat pewaris kerajaan Demak. Jaka Tingkir atau Adipati Hadiwijaya kemudian menjadi Sultan di Pajang bergelar Sultan Hadiwijaya. (De Graaf. H J, 1985, 23-30.).

Pada jaman kerajaan Mataram Islam yang ber ibukota di Kotagede kemudian berpindah ke Plered, sejak pemerintahan Panembahan Senapati sampai Amangkurat Agung, diketahui keterangan yang banyak tentang keris.

Beberapa peristiwa penting terjadi masa Panembahan Senapati mulai berkuasa di Mataram. Pada awal pemerintahan Senapati mulai membangun istana Kotagede, telah membelokkan rombongan Mantri Pemajegan dari daerah Bagelen yang akan menyampaikan hasil pajak daerah Bagelen dan Banyumas ke Pajang. Di Istana Mataram mereka diundang mampir dan dijamu makan- makan besar dan melihat tari –tarian. Ada seorang mantri Pemajegan yang bernama Ki Bocor, yang membenci Senapati dan ingin mencoba kesaktiannya. Pada malam hari waktu Panembahan Senapati baru duduk di atas tikar di pendapa, bersantai menghadapi meja pendek, datanglah ki Bocor dari belakang. Dengan cepat Ki Bocor menusuk punggung Panembahan Senapati dengan keris pusaka yang bernama Kyai Kebo Dengen. Tetapi setelah ditusuk berkali - kali Panembahan Senapati sama sekali tidak terluka. Ki Bocor kehabisan tenaga dan jatuh duduk berlutut minta ampun. Panembahan Senapati membalik kebelakang dan memaafkan perilaku ki Bocor. Ki Bocor segera pergi, meninggalkan kerisnya ang masih tertancap di tanah. Sejak saat itu para mantri dan pejabat dari Bagelen dan Banyumas sangat kagum dan menghormati Senapati.. Peristiwa ini banyak ditulis dalam Babad Tanah Djawi, Babad Pajajaran, Babad Baron Sekender, Dari babad Pajajaran diketahui bahwa Mantri Pamajegan Ki Bocor adalah Bebahu desa Bocor di Banyumas, keturunan Pangeran Tole yang membenci Mataram karena mulai berkembang menjadi kota yang ramai.(De Graaf, HJ. 1987, 73.).


Bersambung


-dipi-
 
Bls: [Budaya] Keris

Peristiwa yang besar sesudah itu menyusul lagi. Pangeran Alit, atau Pangeran Mas saudara ipar sultan Hadiwijaya yang menjabat Adipati Madiun, yang bernama Panembahan Madiun, memberontak terhadap kekuasaan Mataram.. Setelah Panembahan Senapati memimpin perang ke Madiun, Adipati Madiun merasa takut karena perajuritnya selalu kalah. Adipati Madiun mundur dan melarikan diri. Kadipaten dipertahankan oleh para prajurit yang dipimpin oleh Retna Jumilah, putri Adipati Madiun yang gagah berani. Panembahan Senapati berhasil menyeberangi bengawan Madiun, langsung memasuki Kadipaten. Kedatangan Senapati di hadapi oleh Retna Jumilah, yang telah siaga dengan para prajuritnya. Retna jumilah membawa keris sakti pusaka Madiun yang bernama kyahi Gumarang (keris dapur Kala Gumarang adalah keris berdapur sepang dengan sogokan dan grenengan pada kedua kepet ganjana).. Senapati menghentikan para prajurit pengawalnya di bawah pohon beringin, dan sendirian memasuki Pendapa Kadipaten. Kedatangan senapati dihadapi oleh Retna jumilah sendiri. Retna Jumilah menusuk - nusuk Senapati dengan keris Kyahi Gumarang tetapi Senapati tidak terluka sedikitpun. Kemudian Retna Jumilah kehabisan tenaga, berlutut minta ampun. Senapati mengampuni Retna Jumilah, akhirnya Retna Jumilah putri Madiun kemudian diambil sebagai isteri Senapati. Senapati kagum pada kecantikan dan keberaniannya. Sejarah ini banyak ditulis dalam babad, terutama Babad Tanah Jawi, Babad Matawis, dan buku sejarah tulisan De Graaf. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1590. (De Graaf, HJ 1987.).

Setelah Panembahan Senapati wafat, kemudian berkuasa Susuhunan Seda Krapyak atau Raden mas Jolang bergelar Susuhunan Hadi Hanyakrawati. Digantikan oleh raden Mas Rangsang, yang kemudian menjadi raja besar di Jawa bergelar Sultan Agung Hanyakra Kusuma. Pada masa awal pemerintahanya Sultan Agung mempersiapkan ekspansi ke Jawa Timur, atau daerah Brang Wetan, Sultan Agung mempersiapkan diri melengkapi peralatan perang. Sultan agung mengumpulkan empu – empu dan pande besi yang ada didaerah kekuasaan Mataram. Para empu diharuskan membuat senjara perang, tombak pedang, keris, bahkan sampai meriam Jawa. Ratusan empu dan pandai besi bekerja keras dibawah koordinasi tujuh orang empu ternama (tindih empu pitu). Peristiwa ini disebut sebagai peristiwa Pakelun. Pada masa itu banyak dibuat keris, keris - keris itu dinamakan tangguh Mataram Pakelun,. sampai masa sekarang keris-keris itu masih banyak dijumpai. Sedangkan meriam ang dibuat masa itu masih dapat dijumpai di keraton Kasunanan Surakarta. (Riya Yasadipura , wawancara 1984.).

Setelah Berhasil menaklukkan Blambangan sampai Madura, Maka terjadi pemberontakan kadipaten Pati, Adipati Pragola II, atau Adipati Pragolapati penguasa daerah Pati memberotak. Dalam ceritera tutur Jawa, dikatakan orang orang Pati kebal senjata. Kekebalan itu hanya dapat ditawarkan kalau senjata orang- orang Mataram diberi susuk emas. Setelah rahasia itu diketahui, maka keris Mataram diberi tatahan emas untuk menawarkan kekebalan orang dari Pati. Maka kadipaten Pati segera jatuh dan dikuasai Mataram. Setelah jatuhna blambangan dan Pati, Sultan Agung berkenan memberi pada para prajurit dan perwira yang berjasa dengan keris bertatah emas. Maka pada masa itu keris keris penghargaan banyak diberikan kepada para abdi dalem yang berjasa. Keris tanda penghargaan tersebut adalah keris bertatah emas Gajah Singa, Keris Gana Gajah Singa sebenarnya adalah cronogram (sengkalan) tahun jatuhnya Pati. Tatahan emasnya disesuaikan dengan besarnya jabatan atau jasa dari para pahlawan yang ikut berperang menaklukkan Blambangan dan Pati. Tahun Keruntuhan Pati menurut catatan Belanda adalah tahun 1627.

Setelah Sultan Agung Surut, maka raja yang menggantikan adalah Susuhunan Amangkurat I atau Amangkurat Agung. Masa pemerintahan Amang -kurat ini diliputi suasana yang mencekam, penuh kekerasan dan pembunuhan. Begitu banak peristiwa sejarah yang melibatkan keris sebagai alat pembunuh.

Pertama kali adalah peristiwa Pangeran Alit, Pangeran Alit sebenarnya adalah adik Sunan sendiri, yang dicurigai akan memberontak karena banyak merekrut dan dicintai para lurah yang menjadi bawahannya. Lurah –dan pengikut Pangeran Alit dibunuh satu persatu dengan jalan pembunuhan politis yang rahasia. Karena marah, Pangeran Alit memprotes dengan datang di Alun- alun Plered membawa para lurah yang hanya sedikit jumlahnya. Terjadi perkelahian di alun- alun, para lurah bayak yang terbunuh,. Pangeran Alit kemudian mengamuk di alun -lun dengan kerisnya yang sakti. Beberapa orang telah menjadi korban keris Pangeran Alit. Demang Malaya atau juga disebut Cakraningrat I dari Madura membujuk agar Pangeran Alit menghentikan pertumpahan darah, berlutut dihadapan Pangeran Alit dan memohon dengan menangis. Karena marah yang tak tekendalikan, Demang Malaya ditusuk keris lehernya oleh Pangeran Alit, Demang Malaya meninggal seketika. Pengikut Demang Malaya kemudian mengeroyok pangeran alit, sampai pangeran Alit gugur. Orang-oang Madura yang mengeroyok Pangeran Alit juga dibunuh dengan keris oleh Prajurit Amangkurat. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1647 Masehi, Menurut catatan Belanda (De Graaf, 1987, 34-36.).

Peristiwa kedua adalah pembunuhan kaum ulama. Amangkurat Agung selalu curiga dan khawatir terhadap para ulama, yang masa itu jumlah dan pengaruhnya semakin besar di kerajaan Mataram. Maka Amangkurat Agung menugaskan empat orang terkemuka membentuk kesatuan prajurit rahasia khusus, yang menyelidiki kaum ulama terkemuka di wilayah Mataram. Setiap jumat para perajurit rahasia ini mengutit para ulama ang sedang sholat Jumat. Setelah sholat Jumat, dibunyikan meriam Sapujagad sebagai tanda rahasia. Maka pada saat per tanda itu ratusan bahkan ribuan santri dan ulama dihabisi dengan keris.

Meriam besar sebagai tanda itu sebenarnya bernama Kyahi Pancawara dibuat masa Sultan Agung, yang kemudian diganti nama dengan Kyahi Sapu Jagad. Meriam besar itu masih dapat dilihat sampai sekarang terdapat dimuka Pagelaran Alun -alun utara Kraton Surakarta, Peristiwa ini tidak tertulis pada ceritera tutur dan babad Jawa, tetapi terdapat pada sejarah Banten, Cirebon dan Belanda, Peristiwa ini terjadi kira - kira seputar tahun 1648. (De Graaf, 1987, 35-37.)

Peristiwa ketiga adalah pembunuhan Kai Dalem. Kyai Wayah di Pajang adalah seorang dhalang Wayang Gedhog yang mempunyai anak yang amat cantik tapi sudah bersuami, Suami anak Ki Wayah benama Kyahi Dalem. Sunan menginginkan wanita tersebut menjadi isterinya. Sekonyong konyong Ki Dalem meninggal terbunuh oleh keris, dan tidak ketahuan pembunuhnya. Wanita istri ki Dalem kemudian diboyong ke kraton dan dinikahi Sunan Amangkurat walaupun telah hamil dua bulan. Wanita cantik ini kemudian terkenal sebagai Ratu Mas Malang yang kemudian meninggal dicurigai telah diracun. Sunan setelah kematian Ratu Malang menjadi tertekan jiwanya seperti orang tidak waras. Bersama kematian Ratu Malang telah dihukum mati 43 orang wanita dayang, pelayan, emban dari keputren , sebagai hukuman karena keteledoran mereka. melayani Ratu Malang (De Graaf ; 1987, 18-24.).

Peristiwa besar terjadi lagi, gudang mesiu Mataram meledak meninmbulkan malapetaka dan kematian yang banyak. Yang dituduh bertanggung jawab atas meledaknya gudang peluru tersebut adalah Raden Wiramenggala atau Riya menggala dan Raden Tanureksa. Bersama kerabat mereka sejumlah 27 orang mereka dihukum mati dengan ditusuk keris.Lebih menyedihkan lagi Raden Wiramenggala yang diperintah membunuh adalah kakanya sendiri, yaitu Pangeran Purbaya. Peristiwa ini terjadi pada pertengahan tahun 1670 (De Graaf, 1987 27-28). Beberapa babad telah menuliskan peristiwa itu, yaitu Babad Tanah Jawi, Babad Momana, dan catatan Belanda (raporten).

Peristiwa lain adalah pembunuhan Pangeran Selarong, Pangeran Selarong adalah putra Sunan Seda Krapyak dengan Putri Lungayu dari Ponorogo. Karena Pangeran Selarong dituduh menggunakan racun Anglung Upas, maka Pangeran Selarong dihukum mati dengan ditusuk keris, peristiwa ini terjadi didesa Bareng, Kuwel (dekat Delanggu) pada tahun 1669. Peristiwa itu ditulis dalam Sedjarah Dalem, Babad momana, Babad Tanah Jawi dan catatan atau laporan Van Goens kepada Gubernur Jendral di Batavia.

Peristiwa kekejaman dengan keris muncul lagi, raja mempunyai simpanan gadis kecil yang sangat cantik namanya Rara Oyi. Karena belum haid, maka gadis cantik itu dititipkan kepada Pangeran Pekik, Adipati Surabaya. Sampai nanti dewasa akan dijadikan isteri. Pangeran Pekik kemudian menyuruh Ngabehi Wirareja dan keluarganya untuk mengasuh anak gadis itu. Setelah menanjak dewasa Rara Oyi yang sangat cantik kebetulan berjumpa dengan Pangeran Dipati Anom, putera raja. Pangeran Adipati Anom segera jatuh cinta pada Rara Oyi. Rara Oyi kemudian dilarikan Pangera Dipati Anom. Amangkurat Agung sangat murka, memerintahkan membunuh Pangeran Pekik dengan seluruh keluarganya, sejumlah 40 orang, Mereka dihukum mati dengan ditusuk keris. Wirareja juga dihukum mati beserta keluargana jumlah korban dalam peristiwa ini adalah 60 Orang. Peristiwa ini terjadi pada tahun 1670.

Betapun pada masa pemerintahan Amangkurat I telah sering terjadi pembunuhan pembunuhan dengan keris. Ketidak puasan, ketakutan, dan keresahan menyelimuti Mataram, dan akhirnya terjadi Pemberontakan Trunajaya yang bersekutu dengan mertuanya Pangeran Kajoran, Sehingga kerajaan Mataram menjadi runtuh dan Amangkurat melarikan diri, wafat di Tegalwangi.

Setelah Wafatnya Amangkurat Agung di Tegalwangi, maka Pangeran Adipati Anom menjadi raja. Amangkurat II atau Amangkurat Amral (Admiral) memindah kan ibukota mataram ke Wana Karta, kemudian diganti nama Kartasura. Amangkurat Amral berhasil mengalahkan Pemberontak Trunajaya dengan bantuan Kompeni dan para adipati. Trunajaya ditangkap di Gunung Antang Kediri. Trunajaya ditawan dibawa ke Surabaya, di Alun - alun Amangkurat Admiral menghukum Trunajaya dengan keris Kyahi Blabar, Maka berakhirlah pemberontakan Trunajaya ( Sudibjo ZH. 1980, 250- 252)

Masih begitu banyak peran keris dalam sejarah, misalnya Untung Surapati yang selalu membawa keris kecil yang disembunyikan dalam cadik untaian daun sirih, apabila berjumpa dengan Belanda cadik itu disabetkan pada orang Belanda, Karena kesaktian keris orang Belanda itu mati.
Begitu Juga Paku Buwana II telah memberikan keris Kyahi Kopek kepada pangeran Mangkubumi yang kemudian menjadi Sultan Hamengku Buwana I di Kasultanan Yogyakarta. ini tertulis dengan jelas pada sejarah sesudah perjanjian Gianti. Keris Kyahi Kopek menjadi lambang pengakuan kedaulatan Kasultanan Yogyakarta oleh Paku Buwana II.

Pangeran Diponegoro, yang mengorbankan perang Jawa (Java oorlog 1825-1830), selalu memakai dan membawa keris pusaka dipinggangnya. Dalam gambar kuno akan selalu tampak Diponegoro memakai keris warangka gayaman gaya Yogyakarta. (Muhammad Yamin; 1956, 27.)

Bagaimanapun juga keris keris tunggul, dan pusaka kraton Jawa tetunya mempunai karisma sendiri-sendiri, kedudukanya, dan sejarahnya masing-masing. Sejarawan keris masih harus banyak menggali latar belakang dan sejarah tentang keris – keris pusaka seperti, Kyai Joko Piturun, Kyai Mahesa Nempuh, Kyahi Mega Mendhung, Kyahi Banjir, Kyai Babar Layar, Kanjeng Ki ageng, Kyahi Kebo Nengah, Kyai Karawelang, dan masih banyak lagi keris pusaka yang harus dikaji sejarahnya lebih lanjut.

Keris juga masih saja berperan, dan muncul dalam sejarah modern. Pada masa revolusi fisik, Panglima Besar Soedirman memimpin perang gerilya melawan pendudukan Belanda. Jendral Soedirman tidak memakai seragam militer modern dengan pistol atau senapan. Jendral Soerdirman justru memakai udheng ikat kepala, dan memakai jubah di pinggangnya terselip keris. Jendral Soedirman lebih suka memakai pakaian rakyat seperti pendeta atau kyai pedesaan, karena akan terasa lebih akrab berintegrasi dengan rakyat pedesaan. (Roto Suwarno, 1985, 80, 103, 146).

Bung Karno, Presiden pertama Republik Indonesia. pada masa kejayaanya selalu membawa keris. Keris yang dibawa Bung Karno sebenarnya bukan keris melainkan pedang suduk ang memakai ganja, atau keris dapur Cengkrong yang diberi warangka perak yang ditatah. Menurut ceritera pedang tangguh Belambangan itu pusaka dari ayah Bung Karno. Raden Mas Sosro pemberian Sunan Paku Buwana ke X. Menurut kepercayaan pada masa itu, Bung Karno menjadi sangat berani, berwibawa dan ditakuti, karena pusaka kerisnya. Keris atau pedang suduk ini sering terlihat pada foto – foto Bung Karno.

Pak Harto, semasa menjadi Presiden Republik Indonesia, dalam hubungan diplomasi denbgan negara sahabat,sering memberikan tanda mata untuk kepala negara atau wakil negara sahabat cideramata berupa keris. Keris yang diberikan adalah keris Bali dan ada juga keris Jawa. Peristiwa ini berlangsung berkali kali, dan pada masa itu sering ditayangkan oleh media masa.

Begitu banyaknya peran keris dalam sejarah bangsa ini, Tulisan ini dibuat sebenarnya hanya menghadirkan serba sedikit peran keris dalam sejarah dari bagian besar sejaah bangsa Indonesia Untuk mengkajinya diperlukan waktu yang panjang, tenaga dan beaya yang besar. Tentunya para ahli dan pecinta keris sangat memaklumi masalah itu. Terlebih lagi masa kini, keris sudah dianggap menjadi milik dunia.


sumber:

De Graaf. H. J. Awal Kebangkitan Mataram, Jakarta, Pt Pustaka Grafiti pers, 1987
-------,,----------; Puncak Kekuasaan Mataram, Jakarta. PT Pustaka Grafiti pers,1990
--------,,----------: Dis Integrasi Mataram dibawah Amangkurat I, Jakarta, PT Pustaka Grafiti pers.Nas, 1987
--------,,----------: Runtuhnya Istana Mataram. Jakarta, Pustaka Utama Grafiti.1987.
---------,,--------- De Opkomst Van Raden Troenadjaja, Batavia, Overdruk uit 1940 Djawa, XX. ste. jaar gang 1940.
Surono : Pidato Sambutan, Tosan Aji dan Pembangunan Bangsa, pengarahan 1979 dalam rangka Ulang tahun Boworoso Tosan Aji, Pengembangan Kebudayaan Jawa Tengah, Sasono Mulyo, Surakarta.
Pandji Prawirajuda : Babad Majapahit dan Para Wali, Jakarta, Proyek Perbitan buku satra Indonesia dan daerah, DepartemenPendidikandan kebudayaan, 1984.
Mangkudimedja, R M : Serat pararaton, Ken Angrok , Jakarta, Depatemen P&K Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, 1979.
Sudibyo. H Z : Babad Tanah jawi , Jakarta, Departemen Pendidikan dan kebudayaan, proyek penerbitan buku sastra Indonesia dan daerah, 1980.
Karsten Sejr Jensen : Den Indonesiske Kris, et symbolladet Vaben, Devantier, Vaben Historiske Aarborger, Deutsland, 1998.
Poerbotjaroko ; Tjerita Pandji dalam Perbandingan, Jakarta, Gunung Agung, 1968.
Mohammad Yamin ; Lukisan Sedjarah, Jakarta, penerbit Djambatan, 1956.


-dipi-
 
Re: [Budaya] Keris

Legenda Keris Mpu Gandring


Desa Pangkur, kerajaan Kediri, tahun 1182.

Malam itu seorang wanita tampak mengendong bayinya di kuburan desa. Bayi itu kemudian ditinggal begitu saja di kuburan. Hatinya sebenarnya gelisah meninggalkan bayinya, tapi ketidakjelasan siapa ayah jabang bayi itu membuat hatinya menghadapi dilema. Wanita itu, seorang ibu yang melahirkan bayi tanpa jelas siapa suaminya. Mungkin itu yang membuatnya di kenal sebagai Ken Ndok yang berasal dari kata endok atau telur, untuk menyamakan nasib wanita itu dengan ayam betina yang ngendok atau bertelur tanpa jelas siapa jagonya. Dengan sedih hati ditinggalnya bayi itu dikuburan.

Malam itu juga Lembong, seorang pencuri kelas antar kampung sedang hendak berangkat kerja mencari mangsa. Ketika melewati kuburan dilihatnya bayi yang tergeletak. Bayi itu sangat sehat dan menarik hatinya, maka niat jahatnya dibatalkan kemudian dipungutnya bayi itu untuk di bawa pulang. Sudah lama Lembong kawin tapi tidak juga segera dikaruniai anak. Betapa senang hati istrinya jika malam ini ia bawakan bayi yang sangat sehat, kata hatinya. Benar saja hati istrinya sangat gembira menerima bayi itu yang kemudian diasuh seperti anak kandungnya sendiri.

Bayi itu tumbuh sangat sehat dan kuat. Beberapa tahun kemudian tumbuh menjadi bocah laki-laki yang gagah dan pemberani. Mungkin sudah bawaan atau karena di asuh dalam keluarga pencuri bocah laki-laki itu sangat gemar mencuri, membuat keributan dan rok. Rok artinya berkelahi, bocah laki-laki itu akhirnya dikenal sebagai Ken Arok.

Rupanya Ken Arok dengan cepat meniru tabiat Lembong, ayah angkatnya yang seorang pencuri. Hanya saja rupanya ken Arok dianugerahi kecerdasan dan keberanian yang luar biasa, sehingga sebelum dewasa Ken Arok sudah terkenal sebagai pencuri ulung. Bukan hanya pencuri Ken Arok juga dikenal sebagai penjudi dan tukang mabuk. Reputasi Ken Arok di dunia kejahatan sudah melebihi bapak angkatnya. Akhirnya Lembong dan istrinya menyerah tidak kuat lagi dengan kenakalan Ken Arok, kemudian Ken Arok diberikan kepada Bango Samparan teman dekatnya yang juga berprofesi sebagai maling.

Bango Samparan sangat senang dengan bakat dan kecerdasan Ken Arok sehingga Ken Arok menjadi anak kesayangan. Tapi Genuh Buntu, istri Bango Samparan tidak senang dengan kehadiran Ken Arok di dalam rumah tangganya yang selalu membuat masalah, berjudi dan mabuk. Ken Arok juga tidak tahan dengan sifat Genuh Buntu yang memusuhinya, maka ia meninggalkan keluarga Bango Samparan. Ken Arok kemudian berteman dengan Tita anak seorang kepala desa Siganggeng. Keduanya menjadi pasangan perampok yang ditakuti di kawasan kerajaan Kediri saat itu.

Suatu ketika Ken Arok ketemu dengan Begawan Lohgawe dan dinasehati agar meninggalkan dunia hitam. Karirnya didunia hitam hampir mencapai puncak, tentu saja Ken Arok tidak mau meninggalkan semua kenikmatan dunia itu. Begawan Lohgawe ingin mengembalikan Ken Arok ke jalan yang benar, ia memberi nasehat, “Ken Arok, engkau sebenarnya bisa menjadi raja yang menguasai tanah Jawa.”
Mendengar itu, sifat ingin menguasai dunia Ken Arok terusik juga “Betulkah?”
“Betul, tapi ada syaratnya….”

“Apa syaratnya?” Ken Arok semakin penasaran dan kelihatan sekali keinginannya besar untuk menjadi raja tanah Jawa.

“Syaratnya hanya satu, kamu harus meninggalkan kehidupan dunia hitam.” Demikian Begawan Lohgawe memberi nasehat kemudian pergi meninggalkan Ken Arok yang hatinya masih gamang menimbang-nimbang. Karirnya di dunia hitam hampir saja mencapai puncaknya. Jika ia jadi raja maling, hidupnya akan bergelimang harta dan kenikmatan dunia. Tapi akan dimusuhi kerajaan dan seluruh rakyat yang merasa dirugikan. Sedangkan menjadi raja tanah Jawa? Siapa yang tidak menginginkannya? Mantab hati Ken Arok untuk meninggalakan jalur dunia hitam, mengapai cita-cita menjadi raja tanah Jawa.

Karir kepemerintahan Ken Arok diawali dengan menjadi tenaga keamanan Tunggul Ametung seorang akuwu Tumapel. Akuwu adalah penguasa wilayah administratif, sedangkan Tumapel saat itu masih menjadi bagian Kerajaan Kediri. Latar belakang kehidupan Ken Arok di dunia hitam ternyata sangat bermanfaat dalam perjalanan karirnya sehingga karirnya menjadi tenaga keamanan cepat menanjak. Sekarang ia menjadi pengawal pribadi keluarga Tunggul Ametung bersama dengan sahabatnya Kebo Ijo. Berdua mereka menjadi pengawal yang sangat tangguh dan dipercaya Tunggul Ametung.

Suatu ketika saat mengawal keluarga Tunggul Ametung dalam suatu perjalanan menuju Desa Pawijen rumah Mpu Purwo tanpa sengaja ketika turun dari kereta, kain istri Tunggul Ametung tersingkap. Ken Arok yang menjadi pengawal di samping kereta melihat cahaya yang keluar dari rahim istri Tunggul Ametung, Ken Dedes. Ken Dedes adalah anak Mpu Purwo yang diyakini akan menurunkan raja tanah Jawa, Tunggul Ametung termasuk orang yang percaya akan hal itu, maka dengan mengunakan kekuasaan sebagai akuwu, ia mempersunting Ken Dedes.

Sejak peristiwa itu hati Ken Arok tidak tenang. Dulu ketika masih hidup di dunia hitam, sudah banyak ketemu wanita cantik, tapi tidak ada yang rahimnya bercahaya. Banyak yang percaya bahwa wanita dengan tanda itu berarti akan melahirkan anak yang akan menjadi raja besar. Ken Arok menyimpulkan bahwa untuk menjadi raja tanah Jawa maka ia harus bisa mengawini Ken Dedes yang saat itu sudah menjadi istri Tunggul Ametung, majikannya. Jadi jalan satu-satunya adalah dengan membunuh Tunggul Ametung.

Tahta dan wanita telah membutakan hati Ken Arok. Membunuh Tunggul Ametung bukanlah hal yang mudah, ia harus mempunyai senjata yang sangat ampuh. Keinginan mempunyai keris yang sangat ampuh tersebut disampaikan kepada bapak angkatnya Banggo Samparan yang masih hidup di dunia hitam. Banggo Samparan kemudian mengajak Ken Arok ke seorang empu pembuat keris yang terkenal saat itu yaitu Mpu Gandring di Lulumbang (sekarang Pasuruhan).

Mpu Gandring setuju membuatkan Ken Arok sebuah keris yang sangat sakti dalam waktu satu tahun. Waktu satu tahun sangat lama menurut Ken Arok, tapi Mpu Gandring tidak sanggup mengerjakan dalam waktu kurang dari satu tahun. Akhirnya Ken Arok setuju. Selama pembuatan hampir tiap bulan Ken Arok mengunjungi Mpu Gandring untuk melihat kemajuan pembuatan keris pesanannya. Pada bulan ke tujuh bilah keris itu sudah selesai. Pamornya sangat dahsat, semua orang bisa merasakan aura pamor yang dipancarkan keris tersebut.

Saat itu Ken Arok ingin membawa pulang keris itu tapi Mpu Gandring belum membolehkannya, karena dua hal, pertama pamor keris itu belum sempurna. Mpu Gandring masih perlu waktu beberapa bulan lagi untuk menyempurnakan kesaktian keris tersebut dengan cara mentrasfer kekuatan magis dirinya ke dalam keris tersebut. Kedua, warongko atau sarung dari keris itu juga belum selesai dikerjakan.

Betapa kecewa hati Ken Arok yang sudah tidak sabar memiliki keris yang memancarkan pamor dahsat tersebut. Kehendak untuk segera memperistri Ken Dedes membuatnya kilaf. Ketika menimang-nimang bilah keris Mpu Gandring yang sebenarnya sudah jadi hanya belum sempurna dan belum ada warongkonya, sebuah energi mengalir ke tubuh Ken Arok. Ia bisa merasakan bahwa keris itu memang sangat sakti. Jadi tidak perlu sempurna dan warongko, pikirnya. Sekali lagi ia mendesak Mpu Gandring agar memperbolehkannya membawa pulang. Tapi Mpu Gandring tetap pada pendiriannya, tidak boleh.

Tiba-tiba Ken Arok menikamkan dada Mpu Gandring dengan kerisnya. Karena saktinya keris itu, Mpu Gandring walaupun bukan orang sembarangan akhirnya meninggal dunia. Tapi sebelum meninggal Mpu Gandring sempat terlontar kutukan bahwa Ken Arok dan keturunannya akan terbunuh oleh keris tersebut. Ken Arok tidak perduli, setelah mencabut keris dari raga Mpu Gandring segera pulang ke Tumapel membawa keris Mpu Gandring tanpa warongko dan berlumuran darah.


Bersambung



-dipi-
 
Ken Arok kembali ke Tumapel dengan membawa keris Mpu Gandring yang sudah memakan korban nyawa sang empu. Keris itu langsung ditunjukkan kepada Kebo Ijo sahabatnya seprofesi sebagai pengawal keluarga Tunggul Ametung. Melihat daya magis aura pamor keris tersebut Kebo Ijo dibuatnya sangat takjub. Mata Kebo Ijo menyiratkan hasrat ingin memiliki. Ken Arok melihat bahwa Kebo Ijo sudah termakan umpannya. Keris itu kemudian diberikan kepada Kebo Ijo.

“Kebo Ijo sahabatku, terimalah keris ini sebagai tanda persahabatan kita.” Kata Ken Arok sambil menyerahkan keris itu.

“Ken Arok, kau terlalu baik padaku,” kata Kebo Ijo sungkan tetapi matanya menatap dan berkata ingin memilikinya.

“Tidak juga, lihatlah keris ini tidak sempurna karena belum punya warongko.”

“Tapi aura pamornya begitu dahsat.” Kata Kebo Ijo sambil tanpa sadar menelisik dengan teliti keris dahsat tersebut. Betapa senang dan bangga hati Kebo Ijo mendapatkan keris sakti itu. Gratis lagi.

Karena ada hasrat untuk memiliki keris tersebut, Kebo Ijo tidak melihat ada maksud tersembunyi dibalik pemberian tersebut. Kebo Ijo lupa bahwa tidak ada yang cuma-cuma di dunia ini. Pada umumnya pemberian secara cuma-cuma sebetulnya ada agenda tersembunyi di baliknya. Melik ngendong lali. Hasrat memiliki akan menyebabkan lupa dan tidak tahu agenda tersembunyi dari pemberian sesuatu yang seharusnya diketahui atau patut diduga tidak seharusnya diterima.

Ken Arok berpesan, agar Kebo Ijo tidak bilang kepada siapapun bahwa keris itu pemberiannya, karena nanti teman-teman yang lain akan iri. Pesan itu tentu saja dipatuhi oleh Kebo Ijo. Jika sampai ada orang lain yang juga mempunyai keris sakti maka akan menyainginya. Keris sakti adalah salah satu syarat untuk memudahkannya mencapai puncak karirnya sebagai pengawal.

Sekarang semua orang dan pengawal Tunggul Ametung tahu bahwa Kebo Ijo mempunyai keris yang sangat sakti. Semua orang membicarakan keris dengan aura pamor yang dahsat tersebut. Semakin banyak orang yang memuji kehebatan keris tersebut semakin bangga hati Kebo Ijo. Semakin ia pamer-pamerkan keris itu kesemua orang. Bahkan kepada pelayan-pelayan perempuan Ken Dedes yang sebenarnya tidak tahu sama sekali masalah keris. Tampak Kebo Ijo kemana-mana selalu membawa keris tanpa warongko itu. Terhunus. Jika sendirian tidak ada orang lain yang memuji kerisnya, maka Kebo Ijo duduk menelisik keris itu sambil memuji-mujinya dan juga memuji dirinya yang sangat beruntung. Beberapa saat lagi keris ini pasti akan membantunya menapak ke puncak karir.

Tahun 1200. Ken Dedes istri Tunggul Ametung sedang hamil tiga bulan anak pertama. Perhatian sang suami semakin meningkat, jumlah pelayan ditambah agar Ken Dedes tercukupi semua kebutuhannya. Pengawalan juga diperketat agar Ken Dedes terbebas dari mara bahaya. Kebo Ijo dan Ken Arok dipercaya sebagai pimpinan pengawal Ken Dedes. Kesempatan berdekatan kepada Ken Dedes semakin membuat hati Ken Arok ingin segera memilikinya. Sinar yang tersingkap itu, tidak bisa dilupakannya. Hasratnya untuk memiliki Ken Dedes semakin kuat. Bukan semata-mata memiliki Ken Dedes sebagai wanita, tapi lebih dari itu yaitu tanda bahwa akan menurunkan penguasa tanah Jawa. Tahta tanah Jawa juga mengiurkannya, melik barang melok.

Malam itu, Ken Arok mengajak Kebo Ijo minum arak memabokkan yang sangat nikmat. Ken Arok terus menambah sloki Kebo Ijo sambil terus memuji-muji kehebatannya sampai akhirnya Kebo Ijo mabuk berat dan lupa diri. Sedangkan Ken Arok masih bisa menguasai diri, karena ada agenda tersembunyi. Saat Kebo Ijo mabok itulah Ken Arok mengambil keris Mpu Gandring, kemudian menyusup ke peraduan Tunggul Ametung yang sedang tidur lelap di samping Ken Dedes. Secepat kilat Ken Arok menikam dada Tunggul Ametung dengan keris Mpu Ganding dan meninggal dunia saat itu juga. Ken Dedes yang melihat suaminya meninggal dunia bermandikan darah dengan sebuah keris masih menancap di dadanya. Ken Arok saat itu sudah menyelinap keluar peraduan. Ketrampilan masa lalunya sebagai pencuri memudahkan aksinya tanpa ada yang mengetahui.

Ken Dedes kaget dan berteriak minta tolong sekuat tenaga. Mendengar keributan itu beberapa pelayanan perempuan segera masuk ke peraduan tuannya. Melihat kondisi Tunggul Ametung, pelayan-pelayan wanita itu juga ikut berteriak menjerit-njerit histeris minta tolong. Keributan ini tentu saja juga membuat para pengawal kaget dan segera berlari menuju tempat kejadian.

Setelah beberapa pengawal dan pelayan menyaksikan Tunggul Ametung mati dengan keris masih menancap di dada, Ken Arok sebagai pengawal keamanan rumah tangga mencabut keris yang masih menancap di dada Tuannya. Begitu dicabut semua pengawal tahu bahwa keris itu adalah keris kepunyaan Kebo Ijo. Ken Arok minta pendapat kepada pengawal lainnya apakah benar keris tersebut milik Kebo Ijo. Semua pengawal membenarkannya karena hampir semua pengawal pernah ditunjuki keris itu oleh Kebo Ijo.

Bergegas Ken Arok menuju tempat Kebo Ijo yang masih tidak berdaya terpengaruh minuman. Kaget Kebo Ijo melihat beberapa pengawal mendatanginya, tapi belum sempat hilang kagetnya itu Ken Arok sudah menancapkan keris Mpu Gandring ke dadanya. Semua terjadi sangat cepat dan tiba-tiba, hujaman keris itu membuat Kebo Ijo meregang nyawa dengan wajah kaget dan belum siap untuk meninggal dunia. Mata dan mulutnya masih terbuka seperti ingin menyampaikan sesuatu, tapi kesaktian keris Mpu Gandring sangat cepat memisahkan nyawa dari raganya. Kebo Ijo jatuh terkulai ke bumi tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Mati penasaran dalam penyesalan.

Demikianlah, malam itu kutukan Mpu Gandring mulai bekerja, dua nyawa telah melayang. Tunggul Ametung meninggal karena ambisi Ken Arok sedangkan Kebo Ijo meninggal penasaran karena menerima pemberian secara cuma-cuma sehingga tidak menyadari ada agenda tersembunyi di baliknya.

Bersambung



-dipi-
 
Sepeninggal Tunggul Ametung, Ken Dedes menjadi seorang janda kembang. Rencana Ken Arok untuk memperistri seorang nawiswari atau ardana reswari yaitu wanita utama dengan tanda keluar cahaya dari rahimnya. Wanita yang akan melahirkan raja tanah jawa, wanita itu adalah Ken Dedes. Ken Arok tidak bisa melupakan peristiwa beberapa tahun yang lalu, saat Ken Dedes turun dari kereta, kainnya tersingkap sehingga cahaya kemuliaan memancar dari rahimnya. Cahaya keemasan itu lambang bakal lahirnya raja besar dari rahim tersebut.

Dengan terbunuhnya Tunggul Ametung satu halangan telah tersingkirkan. Kini tinggal menaklukkan hati Ken Dedes. Rupanya Ken Arok sangat ahli dalam mengatur strategi. Walaupun betapa inginnya ia segera memperistri Ken Dedes, tapi ia tidak gelap mata dan terburu-buru melamarnya. Hal utama sepeningal Tunggul Ametung yang ia lakukan adalah menduduki jabatan akuwu Tumapel yang kosong. Ken Arok adalah prajurit pengawal yang disegani karena keberanian dan kesaktiaannya. Sehingga ia bisa segera menduduki jabatan akuwu tersebut.

Setelah Ken Arok menduduki jabatan akuwu barulah ia mendekati Ken Dedes untuk diperistri. Rupanya semua yang menjadi kehendak Ken Arok kesampaian, Ken Dedes sang nawiswari bisa ia peristri, jabatan akuwu ia duduki, dan sebuah keris pusaka yang sakti buatan mpu Gandring ditangannya.
Saat diperistri Ken Arok, Ken Dedes sedang hamil tiga bulan dari suami pertamanya TunggulAmetung. Di kemudian hari anak dalam kandungan Ken Dedes itu lahir bayi laki-laki yang diberi nama Anusapati. Setelah diperistri Ken Arok, Ken Dedes melahirkan tiga anak laki-laki yaitu Mahesa Wonga Teleng, Panji Saprang, Agnibhaya, dan satu anak perempuan yaitu Dewi Rimbu.

Ken Arok tidak puas hanya beristri Ken Dedes, maka ia kawin lagi dengan Ken Umang. Dari perkawinannya dengan Ken Umang Ken Arok mempunyai dua anak laki-laki yaitu Tohjaya dan Twan Wregola serta satu perempuan bernama Dewi Rambi. Jadi Ken Arok dari dua istri mempunyai lima anak kandung laki-laki, dua anak kandung perempuan dan satu anak tiri laki-laki.

Ken Arok terus berusaha mengapai cita-citanya menjadi penguasa tanah jawa, maka ia mulai memperluas wilayah Tumapel. Setelah memperluas wilayah Tumapel sampai hampir semua wilayah sebelah timur Gunung Kawi. Ekspansi berikutnya adalah sepanjang pesisir utara dari Surabaya sampai Pasuruhan. Saat itu di Kerajaan Kediri sedang terjadi ketidakpuasan para Brahmana terhadap raja yang berkuasa yaitu Sri Kertarajasa. Ken Arok melihat situasi itu dengan cerdik, mak ia memihak kepada para Brahmana yang teraniaya. Kemudian banyak Brahmana yang lari ke Tumapel minta perlindungan Ken Arok. Kedatangan para Brahmana semakin memperkuat dukungan kekuasaannya, karena kaum Brahmana diikuti oleh umatnya.

Melihat gelagat Ken Arok yang terus memperluas wilayah kekuasaannya Raja Kerajaan Kediri melihatnya sebagai ancaman. Maka dengan alasan melindungi dan menyembunyikan para Brahmana musuh Kerajaan Kediri, Sri Kertarajasa memerangi Ken Arok. Pertempuran demi pertempuran terjadi namun ternyata pasukan Ken Arok tidak mudah ditaklukkan. Puncak pertempuran terjadi pada tahun 122 di desa Ganter (sekitar Pujon) Ken Arok bisa mengalahkan dan membunuh Sri Kertarajasa sehingga runtuhlah Kerajaan Kediri.

Kemudian Ken Arok mendirikan kerajaan baru yang diberi nama Singasari. Ken Arok dinobatkan menjadi raja pertama Singosari dengan gelar Sri Rajasa Batara Sang Amurwabumi. Kini tercapailah apa yang menjadi kehendak Ken Arok, memperistri nawiswari dan menjadi raja di tanah jawa.

Sibuk mengapai cita-cita menjadi raja dan memperluas kekuasaannya membuat Ken Arok tidak terlalu memperhatikan anak-anaknya. Terutama anak tirinya, Anusapati. Anusapati lebih banyak bermain dan berteman dengan orang-orang di luar istana. Salah satu teman Anusapati adalah Ki Pengalasan. Mereka berdua sering terlihat di arena sabung ayam maupun di tempat perjudian. Dari pergaulan itulah Anusapati mendengar desas-desus bahwa ayahnya bukanlah Ken Arok tapi Tunggul Ametung yang mati dibunuh oleh Kebo Ijo saat ia masih dalam kandungan.

Anusapati bertanya kepada ibunya, Ken Dedes tentang desas-desus yang ia dengar di luar tembok istana bahwa ia bukan anak Ken Arok tapi anak Tunggul Ametung. Tentu saja Ken Dedes tidak bisa berbohong atas kebenaran tersebut, selain itu Anusapati saat itu sudah dewasa. Ia berhak mengetahui siapa sebenarnya ayah kandungnya. Tetapi Ken Dedes masih ragu-ragu apakah benar Kebo Ijo yang membunuh ayahnya.

Anusapati sangat penasaran ingin tahu cerita selengkapnya tentang kematian Tunggul Ametung. Akan tetapi semua sumber di lingkup istana membenarkan bahwa Kebo Ijolah yang membunuh ayahnya dengan keris buatan mpu Gandring. Keris itu sangat ampuh, tetapi sampai saat ini tetap tidak bersarung sebagaimana ketika Ken Arok mengambilnya dari mpu Gandring. Saat ini keris tersebut disimpan di istana dan tidak banyak orang yang tahu tempatnya. Rasa penasaran Anusapati semakin menjadi karena sebagai pangeran yang tinggal di istana ia belum pernah melihat keris itu.

Karena tidak mendapat penjelasan dari orang-orang tua di istana, Anusapati dan sahabatnya Ki Pengalasan mencari informasi tentang peristiwa terbunuhnya Tunggul Ametung di lingkungan penjudi dan pencuri, dimana banyak diantara mereka yang tahu sejarah perjalanan hidup Ken Arok. Akhirnya dari berita dan keterangan yang diperoleh Anusapati mengetahui bahwa yang membunuh Tunggul Ametung sebenarnya Ken Arok bukan Kebo Ijo. Berita itu kemudian disampaikan kepada Ken Dedes ibunya.

Sebenarnya Ken Dedes masih ragu-ragu dengan berita tersebut, tapi Anusapati berhasil menyakinkan ibunya bahwa Ken Aroklah yang membunuh Tunggul Ametung dengan keris mpu Gandring. Kemudian keris itu disimpan sangat rapat oleh Ken Arok, sehingga tidak ada orang yang tahu dimana keris itu disimpan. Jika tidak ada rahasia terhadap keris itu pastilah disimpan bersama dengan pusaka lainnya. Setelah Ken Dedes bisa diyakinkan bahwa Tunggul Ametung dibunuh oleh Ken Arok. Anusapati minta ibunya mencari tahu dimana keris mpu Gandring disimpan oleh Ken Arok.

Tidak sulit bagi Ken Dedes mengorek keterangan Ken Arok dimana menyimpan keris mpu Gandring itu. Memang Ken Arok punya istri muda Ken Umang tapi Ken Dedeslah wanita pujaan hatinya. Ternyata keris itu disimpan diperaduan Ken Arok. Anusapati minta ibunya untuk mengambilkan keris tersebut. Betapa takjub Anusapati melihat pamor keris tersebut. Kemudian ia menemui sahabatnya Ki Pengalasan untuk menyusun strategi balas dendam atas kematian ayahnya, Tunggul Ametung. Dengan imbalan yang mengiurkan Ki Pengalasan menyanggupi permintaan Anusapati sahabatnya.

Tahun 1247, hari Kamis Pon, minggu Landhep. Saat senjakala dimana matahari kembali ke peraduan. Orang-orang mulai menyalakan lampu minyak. Sang Amurwabumi sedang bersantap, tiba-tiba Ki Pengalasan menyelinap masuk dan menusuk dari belakang dengan keris mpu Gandring. Ken Arok meninggal seketika dengan keris menancap di punggungnya, maka gegerlah seisi istana.

Anusapati yang berada tidak jauh dari tempat tersebut segera mencabut keris di punggung Ken Arok kemudian lari mengejar sang penyelinap yang belum jauh berlari. Saat Ki Pengalasan hendak melompat pagar istana untuk melarikan diri, dengan cekatan Anusapati menusuknya dengan keris mpu Gandring. Ki Pengalasan meninggal seketika. Kutukan mpu Gandring terus bekerja, empat nyawa sudah melayang di ujung keris buatannya.

Bersambung



-dipi-
 
Dengan terbunuhnya Ken Arok Sang Amurwabumi, tampuk kerajaan Singosari kosong. Berdasarkan adat yang berlaku maka anak laki-laki tertualah yang berhak meneruskan tahta kerajaan. Maka Anusapati menempati urutan pertama mengantikan Ken Arok, selain anak tertua Anusapati juga telah berjasa berhasil menangkap dan membunuh Ki Pengalasan si pembunuh Ken Arok. Selain itu Anusapati adalah anak dari Ken Dedes istri pertama Ken Arok.

Tahun 1247 Anusapati dinobatkan menjadi Raja Singosari yang kedua. Akan tetapi penobatan ini menimbulkan rasa tidak puas anak-anak Ken Arok dari Ken Umang. Tohjaya sebagai anak tertua Ken Umang juga merasa sebagai pewaris tahta urutan pertama, karena ia anak kandung Ken Arok. Sedangkan Anusapati hanyalah anak tiri. Walaupun pada akhirnya Anusapati yang dinobatkan sebagai raja, namun Tohjaya mempunyai dua dendam yang membara. Pertama, dendam karena sebenarnya Tohjaya tahu bahwa dalang pembunuhan Ken Arok ayahnya adalah Anusapati bukan Ki Pengalasan. Kedua, dendam karena Anusapati merebut haknya atas tahta kerajaan Singosari.

Anusapati merasa bahwa kedudukannya di tahta kerajaan dalam ancaman, maka ia meningkatkan pengamanan istana. Ia sudah memperhitungkan bahwa Tohjaya dan adik-adiknya akan membalas dendam dan merebut tahta kerajaan. Belajar dari peristiwa terbunuhnya Tunggul Ametung dan Ken Arok, Anusapati memerintahkan untuk membangun kolam disekitar istana tempat ia dan keluarganya tidur. Semua pintu istana selalu dijaga secara bergantian siang dan malam. Anusapati mempunyai anak laki-laki yang bernama Ranggawuni, sebagai anak raja Ranggawuni mendapat pengawalan yang ekstra ketat.

Melihat tidak ada celah untuk menuntut dendam dengan menerobos istana,Tohjaya merubah strateginya, tidak dengan menunjukkan perlawanan secara langsung namun sebaliknya, Tohjaya mendekati Anusapati. Tentu saja Anusapati tidak mudah tertipu dengan dengan siasat tersebut. Ia tidak mengendurkan pengawalan dan pengawasan. Selain itu keris mpu Gandring selalu ia bawa kemana-mana. Semakin hari,Tohjaya semakin menunjukkan kedekatannya dengan sang raja. Tidak ada lagi tanda-tanda perlawanan secara nyata. Akan tetapi Anusapati tetap tidak mengendurkan pengawalan dirinya.

Meskipun sudah menduduki tahta raja, Anusapati tidak bisa merubah kebiasaanya sejak masih muda yaitu berjudi sabung ayam. Jika sudah berada di arena sabung ayam ia larut lupa diri dalam pertarungan hidup mati ayam yang sedang menyabung nyawa. Tohjaya akhirnya melihat celah tersebut.

Tahun kedua Anusapati menduduki tahta datanglah Tohjaya menghadap kakandanya. Tohjaya menceritakan kebatan ayam jagonya yang sudah beberapa kali membunuh lawan-lawannya di arena sabung ayam, hingga saat ini tidak ada lagi ayam jago yang menandinginya. Mendengar kisah itu hati Anusapati panas dan tersinggung, benarkah Tohjaya mempunyai ayam jago tak terkalahkan, maka ia ingin mengadu ayam jagonya dengan ayam jago milikTohjaya. Tohjaya tentu saja setuju.

Pada hari yang sudah ditentukan, Anusapati dan Tohjaya sudah siap dengan ayam jagonya masing-masing. Selain prajurit pengawal raja arena sabung ayam itu juga dipenuhi pengawal Tohjaya. Pertarungan segera dimulai. Kebiasaan saat itu dalam sabung ayam adalah mengikat pisau dalam taji ayam jago. Anusapati sangat berpengalaman dalam mengikat pisau taji ini, maka ia melakukan sendiri tanpa menyuruh pengawalnya. Saat duduk mengikatkan pisau taji tersebut terlihatlah keris mpu Gandring terselip di pingang Anusapati. Melihat keris itu Tohjaya menyindir dengan bertanya ”Kakanda Raja, apakah kanda takut ayam jagonya kalah dengan ayam jago saya, sehingga tidak cukup dengan mengikat pisau tapi sebilah keris pusaka?”

Tentu saja Anusapati tersingung dengan pertanyaan Tohjaya, maka keris itu diserahkan kepada pengawalnya. Anusapati paham kehebatan keris tersebut dan sudah tahu bahwa keris tersebut telah mencabut empat nyawa, maka ia tidak mau melepaskan keris itu. Namun kali ini ia terlena. Keris tersebut ia serahkan kepada salah satu pengawalnya.

Ayam jago Tohjaya memang sangat hebat, dengan sangat garang melabrak ayam jago sang raja. Namun ayam jago sang raja memang bukan ayam sembarangan, kuat dan sangat lincah. Beberapa kali dilabrak dihadapi,bahkan berhasil mendaratkan sebuah patukan paruhnya yang tajam. Jenger ayam jago Tohjaya kini sobek, darah mengalir. Mencium bau darah kedua ayam jago itu makin bernafsu untuk saling membunuh. Pertarungan makin seru, penonton gantian bersorak menyemangati jagonya masing-masing.

Kini kedua ayam jago itu kepalanya penuh dengan darah. Tapi belum ada yang berhasil menusukkan pisau tajinya. Anusapati makin larut dalam pertarungan ke dua ayam jago itu. Apalagi nampaknya jagoannya di atas angin. Ia ikut bersorak-sorai bersama dengan pengawal-pengawalnya. Setelah saling mengambil ancang-ancang kedua ayam jago bersiap untuk saling serang. Nampaknya ayam jago Tohjaya sedikit kelelahan. Dua ayam jago saling mengepakkan sayap, siap-siap saling serang. Ayam jago Anusapati melompat bagai terbang di atas ayam jago Tohjaya yang mulai kelelahan. Pisau taji ayam jagonya Anusapati berhasil menyayat sayap lawannya. Darah segar mengalir menetes di tanah arena sabung ayam. Anusapati dan pengawalnya bersorak kegirangan, hilang kewaspadaan. Satu sayap ayam jago Tohjaya kini terkulai, tapi belum keok menyerah.

Kedua ayam jago bersiap untuk serangan terakhir. Anusapati dan pengawalnya semakin keras bersorai dan tertawa. Setelah cukup mengambil ancang-ancang kedua ayam jago maju saling serang. Ayam jago Anusapati melompat cukup tinggi bagai terbang, pisau tajinya mengarah tepat ke leher musuhnya. Sebagian penonton tercekam, tapi sebagian lainnya bersorak.

Beberapa detik kemudian pisau taji itupun tepat merobek leher musuhnya. Darah mengalir membasahi tanah arena sabung ayam. Ayam jago Tohjaya terhuyung kemudian jatuh terkulai meregang nyawa. Semua pengawal Anusapati bersorak, melompat gembira.

Tapi pada saat yang bersamaan suara sorai Anusapati tersekat. Ia terhuyung sambil memegangi dadanya yang mengalirkan darah tak kalah derasnya. Membasahi tanah arena sabung ayam. Tubuh Anusapati limbung kemudian rubuh meregang nyawa. Para pengawalnya terlambat menyadari apa yang terjadi. Disamping tubuh Anusapati berdiri Tohjaya sambilmengacungkan kerismpu Gandring yang berlumuran darah Anusapati. Melihat aura magis keris itu para pengawal Anusapati tidak berani bertindak, pelan-pelan mundur meninggalkan gelanggang, kemudian lari menyelamatkan diri.

Anusapati hanya bertahan dua tahun menduduki tahtanya. Mati dibunuh saudara tirinya dengan keris mpu Gandring. Keris itu telah merengut enam nyawa. Anusapatikah orang terakhir yang meregang nyawa di ujung keris itu?

Bersambung


-dipi-
 
Sudah enam nyawa meregang di ujung keris mpu Gandring. Tiga orang karena perebutan tahta yaitu Tunggul Ametung, Ken Arok, dan Anusapati. Ketiganya dijalin dalam ikatan darah dan perkawinan, tapi dikuasai dendam. Sedangkan tiga orang lainnya adalah pihak yang menjadi korban pengkhianatan yaitu mpu Gandring, Kebo Ijo,dan Ki Pengalasan.

Setelah membunuh Anusapati Tohjaya menobatkan dirinya menjadi raja ketiga Singosari mengantikan Anusapati. Peristiwa suksesi Tunggul Ametung dan Ken Arok memang diwarnai dengan pembunuhan. Tetapi pembunuhan itu walaupun sangat licik tetapi terselubung. Sedangkan pembunuhan Anusapati oleh Tohjaya dilakukan secara terang-terangan dan juga licik. Sehingga ketika berkuasa Tohjaya tidak disenangi oleh rakyatnya.

Tohjaya adalah anak Ken Arok dari istri keduanya yaitu Ken Umang. Dari Ken Dedes istri pertamanya mempunyai anak laki-laki lain ayah yaitu Anusapati yang sudah ia bunuh yang mempunyai anak laki-laki bernama Ranggawuni. Anak Ken Dedes dengan Ken Arok lainnya adalah Mahesa Wonga Teleng yang mempunyai anak laki-laki bernama Mahisa Campaka. Ranggawuni dan Mahisa Campaka adalah keponakan Tohjaya dari keturunan Ken Dedes. Keduanya sangat gagah dan tampan.

Tohjaya menyadari Ranggawuni dan Mahisa Campaka adalah bahaya laten terhadap tahtanya. Maka keduanya harus disingkirkan. Beberapa kerabat istana yang menginginkan kehidupan yang damai tidak menghendaki adanya pertumpahan darah lagi. Tohjaya lebih mementingkan kelangsungan tahtanya, ia tetap ingin menyingkirkan kedua keponkannya itu. Sikap tersebut menimbulkan kekecewaan dikalangan istana. Sehingga kewibawaan Tohjaya jatuh dimata rakyat maupun kalangan istana.

Tohjaya mempunyai pendukung setia dalam upaya menyingkirkan kedua keponakannya yaitu Pranaraja, menteri kepercayaannya. Menurut Pranaraja kedua keponakan itu bagaikan duri dalam daging yang akan mengerogoti tahta. Maka sang raja kemudian memanggil Lembu Ampal salah satu panglimanya untuk membunuh Ranggawuni dan Mahesa Campaka. Jika tidak berhasil membunuh maka Lembu Ampal sendiri yang akan dibunuh.

Melihat Raja Tohjaya yang tidak mau mendengar suara rakyat banyak dan hanya mendengarkan Pranaraja, banyak prajurit yang memihak kepada Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Lembu Ampal sendiri tidak mau membunuh keduanya, justru sebaliknya balik mendukung dan menyembunyikannya.
Ketidakpuasan rakyat dan intrik keluarga istana akhirnya tak terkendali, berkobar menjadi perang antara Tohjaya melawan kedua keponakannya Ranggawuni dan Mahesa Cempaka. Dalam peperangan tersebut Tohjaya kalah dan mati terbunuh juga dengan keris mpu Gandring. Tohjaya sangat singkat menduduki tahtanya, tidak sampai satu tahun.

Belajar dari sejarah, dimana setiap suksesi selalu diwarnai dengan pembunuhan, maka diambil kesepakatan bahwa untuk selanjutnya pemerintahan akan dipegang bersama oleh keturunan Tunggul Ametung maupun keturunan Ken Arok. Ranggawuni sebagai wakil keturunan Tunggul Ametung sebagai Raja sedangkan Mahesa Cempaka dari keturunan Ken Arok sebagai wakilnya.

Pemerintahan ini walaupun bagaikan dua ular dalam satu liang tetapi berlangsung sangat lama dibanding pemerintahan sebelumnya yaitu mulai tahun 1250 sampai dengan 1268. Setelah Ranggawuni mangkat kemudian digantikan anaknya yaitu Kertanegara mulai tahun 1268 sampai dengan 1292. Pemerintahan Kertanegara adalah pemerintahan Singosari yang paling lama, tetapi juga yang paling akhir.

Setelah Kertanegara surut, kerajaan Singosari juga bubar bersamaan dengan berdirinya kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Raden Wijaya anak dari Dyah Lebu Tal atau cucu dari Mahesa Cempaka. Berdirinya Kerajaan Majapahit juga penuh dengan intrik politik yang menarik untuk diceritakan.
Demikianlah sejarah Kerajaan Singosari yang dimulai berdirinya tahun 1222 harus berakhir tahun 1292 atau hanya mampu bertahan selama 70 tahun. Tetapi perjalanan sejarahnya diwarnai dengan pertumpahan darah dan saling bunuh antar saudara.


credit to : Gushar Pramudhito


-dipi-
 
Back
Top