Epos Ramayana

Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Nila

Nila alias Anila adalah seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana. Namanya secara harafiah berarti "nila" atau "biru tua". Nila adalah seekor kera berwarna gelap yang berada di kubu Sri Rama dalam perang melawan Rahwana.

Selama masa petualangan mencari Sita, Nila berperan penting, terutama dalam pembangunan jembatan Situbanda karena struktur jembatan tersebut dirancang oleh Nila. Dalam pertempuran besar di Alengka, Nila bersama para wanara yang lain bertarung mengalahkan para rakshasa. Saat Nila berhadapan dengan Prahasta yang menggunakan senjata gada besi, pertarungan berlangsung dengan sengit karena keduanya sama-sama sakti. Akhirnya Nila mengangkat sebuah batu yang besar sekali. Batu tersebut kemudian dijatuhkan di atas kepala Prahasta sehingga rakshasa tersebut tewas seketika.

Nila dalam pewayangan Jawa

Saat Hanoman menghadap Batara Guru untuk diakui sebagai putranya, Batara Narada tertawa sambil menyindir Batara Guru. Batara Guru yang merasa disindir kemudian mengambil daun nila (sawo kecik) dan dilempar ke punggung Batara Narada. Daun nila tersebut menjadi seekor kera berbadan pendek dan berbulu biru tua yang menempel di punggung Batara Narada. Saat itu Batara Narada yang sangat benci terhadap kera meminta ampun kepada Batara Guru agar kera tersebut lepas dari punggungnya. Kemudian Batara Guru memberi tahu cara melepaskan kera itu dari punggung Batara Narada, yaitu dengan mengakui kera tersebut menjadi anaknya. Akhirnya Batara Narada mau mengakui kera tersebut sebagai putranya.

Semua dewa yang hadir di dalam pertemuan tertawa melihat kejadian tersebut. Batara Narada menuntut kepada Batara Guru untuk memerintahkan semua dewa yang lainnya untuk memuja keranya masing-masing saperti yang telah dilakukan Batara Narada. Setelah tujuh hari kemudian akhirnya lahirlah kera-kera pujaan para dewa itu. Adapun kera-kera tersebut antara lain Kapi Sempati pujaan Batara Indra, Kapi Anggeni pujaan Batara Brahma, Kapi Menda, Kapi Baliwisata, dan Kapi Anala pujaan Batara Yamadipati dan sebagainya yang mencapai ratusan ekor. Kera-kera tersebut lalu dikirim ke raja kera di Gua Kiskenda di bawah pimpinan Anila. Di Kerajaan Gua Kiskenda, Anila diangkat menjadi patih sekaligus ahli seni bersama Kapi Nala dan Kapi Anala.

Kapi Anila menjadi pahlawan setelah berhasil membunuh Patih Prahasta (patihnya Dasamuka) dari Alengka dengan cara mengadu kepalanya dengan tugu batu yang ada di perbatasan negeri Alengka (tugu tersebut adalah pujaan Dewi Indrardi yang terkutuk pada peristiwa Cupu Manik). Selain itu, Anila membebaskan Dewi Indrardi dari kutukannya.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Wibisana

Wibisana adalah nama seorang tokoh protagonis dalam wiracarita Ramayana. Ia adalah adik kandung Rahwana yang menyeberang ke pihak Sri Rama. Dalam perang besar antara bangsa Rakshasa melawan Wanara, Wibisana banyak berjasa membocorkan kelemahan kaumnya, sehingga pihak Wanara yang dipimpin Rama memperoleh kemenangan. Sepeninggal Rahwana, Wibisana menjadi raja Alengka. Ia dianggap sebagai salah satu Chiranjiwin, yaitu makhluk abadi selamanya.

Dalam pewayangan Jawa, Wibisana sering disebut dengan nama lengkap Gunawan Kuntawibisana. Tempat tinggalnya bernama Kasatrian Parangkuntara.

Silsilah keluarga

Menurut versi Ramayana, Wibisana adalah putra bungsu pasangan Wisrawa dan Kaikesi. Ayahnya seorang resi putra Pulastya. Sementara ibunya adalah putri Sumali, seorang raja Rakshasa dari Kerajaan Alengka. Versi lain, yaitu Mahabharata menyebut Wibisana sebagai putra wisrawa dan Malini. Menurut versi kedua tersebut, Kaikesi hanya melahirkan dua prang putra saja, yaitu Rahwana dan Kumbakarna.

Wibisana menikah dengan seorang wanita dari bangsa Rakshasa bernama Sarama. Istrinya itu juga bersifat bijaksana. Ia menjadi pelindung Sita istri Rama ketika ditawan Rahwana.

Kepribadian

Meskipun berasal dari bangsa Rakshasa, namun Wibisana memiliki kepribadian yang berbeda. Biasanya para Rakshasa dikisahkan sebagai pembuat onar, perusuh kaum brahmana, dan pemakan daging manusia. Namun Wibisana terkenal berhati lembut dan hidup dalam kebijaksanaan.

Wibisana menghabiskan masa mudanya dengan bertapa memuja Wisnu. Ia juga memuja Brahma bersama dengan kedua kakaknya, yaitu Rahwana dan Kumbakarna. Ketika Dewa Brahma turun untuk memberikan anugerah, Rahwana dan Kumbakarna mengajukan permohonan diberi kekuatan dan kesaktian untuk bisa menaklukkan para dewa.

Wibisana bersikap lain. Ia justru meminta agar selalu berada di jalan kebenaran atau dharma. Ia tidak minta diberi kekuatan, tetapi minta diberi kebijaksanaan.

Peran di Alengka

Dalam kisah Ramayana, setelah gagal membujuk kakaknya untuk mengembalikan Sita kepada Rama, Wibisana memutuskan untuk berpihak pada Rama yang diyakininya sebagai pihak yang benar. Hal ini berarti dia harus melawan kakaknya sendiri (Rahwana) demi membela kebenaran. Menarik untuk dilihat bahwa Kumbakarna (yang juga masih saudara kandung dengan Wibisana dan Rawana) mengambil sikap yang berlawanan, dimana Kumbakarna tetap membela tanah air, walaupun menyadari bahwa dia berada di pihak yang salah. Wibisana merupakan tokoh yang menunjukkan bahwa kebenaran itu menembus batas-batas nasionalisme, bahkan ikatan persaudaraan.

Wibisana memihak Rama

Karena merasa tidak mendapat tempat di Alengka, Wibisana pergi bersama empat rakshasa yang baik dan menghadap Rama. Dalam perjalanan ia dihadang oleh Sugriwa, raja wanara yang mencurigai kedatangan Wibisana dari Alengka. Setelah Rama yakin bahwa Wibisana bukan orang jahat, Wibisana menjanjikan persahabatan yang kekal. Dalam misi menghancurkan Rahwana, Wibisana banyak memberi tahu rahasia Alengka dan seluk-beluk setiap rakshasa yang menghadang Rama dan pasukannya. Wibisana juga sadar apabila ada mata-mata yang menyusup ke tengah pasukan wanara, dan melaporkannya kepada Rama. Saat pasukan wanara berhasil dikelabui oleh Indrajit, Wibisana adalah orang yang tanggap dan mengetahui akal Indrajit yang licik.

Ketika Kumbakarna maju menghadapi Rama dan pasukannya, Wibisana memohon agar ia diberi kesempatan berbincang-bincang dengan kakaknya itu. Rama mengabulkan dan mempersilakan Wibisana untuk bercakap-cakap sebelum pertempuran meletus. Saat bertatap muka dengan Kumbakarna, Wibisana memohon agar Kumbakarna mengampuni kesalahannya sebab ia telah menyeberang ke pihak musuh. Wibisana juga pasrah apabila Kumbakarna hendak membunuhnya. Melihat ketulusan adiknya, Kumbakarna merasa terharu. Kumbakarna tidak menyalahkan Wibisana sebab ia berbuat benar. Kumbakarna juga berkata bahwa ia bertempur karena terikat dengan kewajiban, dan bukan semata-mata karena niatnya sendiri. Setelah bercakap-cakap, Wibisana mohon pamit dari hadapan Kumbakarna dan mempersilakannya maju untuk menghadapi Rama.

Raja Alengka

Setelah Kumbakarna dan Rahwana dibunuh oleh Rama, Wibisana dan para sahabatnya menyelenggarakan upacara pembakaran yang layak bagi kedua ksatria tersebut. Kemudian ia dinobatkan menjadi Raja Alengka yang sah. Ia merawat Mandodari, janda yang ditinggalkan Rahwana, dan hidup bersama dengan permaisurinya yang bernama Sarma. Wibisana memerintah Alengka dengan bijaksana. Ia mengubah Alengka menjadi kota yang berlandaskan dharma dan kebajikan, setelah sebelumnya rusak karena pemerintahan Rahwana.

Versi pewayangan

Dalam pewayangan, Wibisana dilukiskan berwajah tampan dan terlahir sebagai manusia seperti ayahnya, bukan raksasa. Ayahnya bernama Wisrawa dari Pertapaan Argawirangin, sedangkan ibunya bernama Sukesi dari Kerajaan Alengka.

Wibisana menikah dengan bidadari bernama Triwati. Dari perkawinan itu lahir dua orang anak bernama Trijata dan Bisawarna. Trijata bertindak sebagai perawat dan penjaga Sinta ketika disekap oleh Rahwana.

Wibisana menyeberang ke pihak Rama setelah diusir oleh Rahwana karena berani menentang perbuatan kakaknya itu yang telah menculik Sinta. Ia kemudian menjadi penasihat strategi perang di pihak Rama. Dalam pewayangan Jawa, yang menewaskan Indrajit putra Rahwana adalah Wibisana bukan Laksmana.

Setelah Rahwana terbunuh, Wibisana menolak menjadi raja Alengka. Dalam tradisi Jawa ada sebuah kepercayaan bahwa istana yang baru saja dirusak musuh tidak baik untuk ditempati karena masih menyimpan energi negatif. Oleh karena itu, Wibisana membangun ibu kota baru di Parangkuntara, dan mengganti nama Kerajaan Alengka menjadi Kerajaan Singgelapura.

Setelah memerintah cukup lama, Wibisana pun turun takhta menjadi resi di Gunung Cindramanik. Kerajaan Singgelapura kemudian diwariskan kepada putranya, yaitu Bisawarna yang bergelar Prabu Dentawilukrama.

Wibisana mencapai moksa pada zaman kehidupan para Pandawa.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Tataka

Tataka alias Taraka adalah seorang rakshasi, puteri seorang yaksa bernama Suketu, dan merupakan ibu dari raksasa Marica. Ia dikutuk oleh Resi Agastya agar rupanya buruk. Ia tinggal di hutan Dandaka di wilayah India Selatan bersama dengan anaknya. Setelah meneror para resi, ia dibunuh oleh pangeran Rama dan Laksmana dari Ayodhya yang sedang melakukan perjalanan ke Sidhasrama bersama Resi Wiswamitra.

Asal-usul

Dalam Ramayana diceritakan bahwa pada mulanya, yaksa Suketu tidak memiliki keturunan, lalu ia bertapa untuk memohon anugerah Dewa Brahma. Brahma kemudian memberi anugerah bahwa Suketu tidak akan memiliki putera, melainkan seorang puteri saja, namun kekuatannya setara dengan kekuatan gajah. Puteri tersebut adalah Tataka. Tataka menikah dengan seorang raksasa, dan memiliki putera bernama Subahu dan Marica. Karena suaminya tewas akibat kutukan Resi Agastya, Tataka dan Marica hendak membunuh resi tersebut namun tidak berhasil. Sang Resi yang marah kemudian mengutuk agar mereka bermuka buruk dan hidup dengan memakan daging manusia.

Salah satu legenda mengatakan bahwa suami Tataka adalah raksasa Sunda, sedangkan versi lain mengatakan bahwa suaminya adalah Sumali.

Teror di hutan Dandaka

Tataka dan Marica hidup di hutan Dandaka dan meneror kehidupan para resi. Mereka sering memangsa daging para resi dan mengotori upacara mereka dengan darah dan daging. Karena mengutuk seseorang akan mencemari kemurnian tapa para resi, akhirnya Resi Wiswamitra memohon bantuan pangeran Rama dan Laksmana dari Ayodhya untuk mengamankan hutan Dandaka dari teror Tataka. Saat Tataka melihat kedatangan kedua pangeran tersebut, nafsu makannya bangkit untuk melahap mereka tanpa sisa. Tataka melakukan penyerangan, namun Rama dan Laksmana mampu menangkis serangan Tataka. Akhirnya pertarungan berlangsung dengan sengit. Ketika hari menjelang malam, Resi Wiswamitra menyuruh Rama agar tidak menunda waktu untuk mengakhiri riwayat Tataka karena pada malam hari kekuatan bangsa raksasa bertambah besar. Dengan senjata panah sakti sambil mengucapkan mantra, Rama memanah Tataka sampai tewas. Setelah Tataka dikalahkan, Rama dan Laksmana mengikuti Resi Wiswamitra ke Sidhasrama.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Surpanaka

Surpanaka (atau Bahasa Indonesia: Sarpanaka, Bahasa Jawa: Sarpakenaka) adalah tokoh antagonis dari wiracarita Ramayana. Ia adalah adik kandung Rahwana, dan merupakan seorang rakshasi atau rakshasa wanita. Ia tinggal di Yanasthana, pos perbatasan para rakshasa di Chitrakuta. Nama Surpanaka dalam bahasa Sanskerta berarti "(Dia) Yang memiliki kuku jari yang tajam".

Saat Surpanaka melewati hutan, ia senang melihat Rama dan ingin dinikahinya. Dengan mengubah wujudnya yang jelek menjadi seorang wanita cantik, ia mulai mendekati Rama dan meminta untuk dinikahi. Rama menolak karena ia melaksanakan Eka patnivrataa atau menikah hanya sekali. Kemudian Rama menyuruh Surpanaka agar merayu Laksmana yang lebih tampan. Setelah meninggalkan Rama, ia berusaha menggoda Laksmana. Tetapi cintanya ditolak karena Laksmana berkata bahwa ia adalah pelayan kakaknya, dan lebih baik apabila Surpanaka menjadi istri kedua Rama dibandingkan menjadi istri pertama Laksmana. Surpanaka yang mulai kesal, berusaha mencakar Sita yang memandangnya dengan sinis. Lalu Rama melindungi Sita sementara Laksmana mengambil pedangnya. Saat Surpanaka menyerang Laksmana, pedang Laksmana melukai hidung rakshasi tersebut. Akhirnya Surpanaka lari dan mengadu kepada Kara. Setelah Kara tewas di tangan Rama, ia memprovokasi Rahwana.

Surpanaka versi pewayangan Jawa

Dalam pewayangan Jawa, terdapat versi berbeda mengenai cerita Surpanaka saat dilukai di tengah hutan. Surpanaka tidak menemui Rama, namun langsung menggoda Laksmana. Namun Laksmana menolak Surpanaka karena baunya agak amis bagi seorang wanita cantik. Lalu ia marah dan hidungnya dilukai oleh Laksmana. Akhirnya Surpanaka lari ke Alengka untuk memprovokasi kakaknya yang bernama Rahwana, sampai menculik Dewi Sita.

Ciri-ciri

* Mukanya tua dan jelek, berperut gendut dan bermata juling
* Rambutnya panjang terurai tapi kaku seperti ijuk
* Suaranya keras, sifatnya jahat dan penuh tipu daya
* Ia memiliki kepribadian yang kasar dan nakal
* Dadanya menonjol tajam, seperti rakshasi pada umumnya


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Marica

Dalam wiracarita Ramayana, Marica adalah seorang rakshasa, putera Tataka dan Sunda. Ia tinggal di hutan Dandaka dan menjadi patih Rahwana. Kakek Marica adalah seorang yaksa bernama Suketu, ia tidak memiliki anak dan memohon anugerah dari Dewa Brahma. Brahma memberi anugerah bahwa Suketu akan memiliki seorang puteri saja, namun cantik nan kuat. Puteri tersebut diberi nama Tataka, dan menikahi Sunda. Dari pasangan tersebut, lahirlah Marica. Karena Sunda tewas akibat kutukan Resi Agastya, Tataka dan Marica marah lalu melukai Sang Resi. Kemudian Sang Resi mengutuk mereka berdua agar menjadi buruk rupa dan hidup dengan memakan daging manusia.

Teror di hutan Dandaka

Tataka dan Marica hidup di hutan Dandaka dan meneror para resi, sampai datanglah Rama dan Laksmana dari Ayodhya atas permohonan Resi Wiswamitra. Rama membunuh Tataka dengan panah saktinya, sementara Marica hidup dan melarikan diri. Saat Wiswamitra melakukan upacara, Marica kembali mengganggu bersama Subahu dan raksasa lainnya. Mereka terbang di atas tempat upacara sambil membawa daging mentah dan darah untuk mengotori sesajen. Melihat hal itu, Rama dan Laksmana tidak tinggal diam. Rama tidak ingin Marica mati, maka ia menyuruh Laksmana agar meringkus Marica tanpa membunuhnya. Senjata yang dilepaskan Laksmana melilit tubuh Marica dan mengirimnya ke laut, sementara Subahu tidak diberi ampun. Rama melepaskan senjata Agni. Senjata tersebut membakar jasad Subahu sampai menjadi abu.

Nasihat Marica

Saat Rahwana berniat untuk menculik Sita, Marica dikunjungi untuk dimintai bantuan. Marica yang mengetahui kekuatan Rama, menolak untuk menyetujui rencana tersebut. Ia menasihati Rahwana untuk membatalkan niat jahat itu. Ia berkata bahwa rencana tersebut akan mengantarkan kehancuran bagi Alengka dan kaum raksasa. Mulanya Rahwana sadar setelah mendapat nasihat Marica, namun setelah ia kembali ke Alengka, Surpanaka datang dan menghasut Rahwana dengan cara memutarbalikkan fakta. Niat Rahwana timbul kembali untuk yang kedua kalinya dan ia bersikeras untuk menculik Sita. Rahwana datang kembali ke kediaman Marica untuk yang kedua kalinya. Kali ini Marica sadar bahwa jika niat Rahwana tidak dijalankan maka nyawanya akan melayang, namun jika ia menjalankan rencana Rahwana sudah pasti nyawanya akan berakhir di tangan Rama. Setelah berpikir matang-matang, Marica menyetujui niat licik Rahwana. Ia merasa beruntung apabila gugur di tangan ksatria besar seperti Rama daripada di tangan raksasa Rahwana.

Usaha penculikan Sita

Dengan menyamar menjadi kijang kencana, Marica mengalihkan perhatian Rama untuk memburunya sementara Sita ditinggal bersama Laksmana. Ketika Rama tahu bahwa Marica sedang mengelabuinya, ia melepaskan anak panahnya dan mengubah Marica ke wujud semula. Saat sedang sekarat, Marica menirukan suara Rama dan mengerang dengan keras sampai ke telinga Sita dan Laksmana. Yakin abhwa itu suara Rama, Sita menyuruh Laksmana agar pergi menyusul Rama. Sementara Laksama menyusul Rama, Rahwana menyamar menjadi brahmana untuk mengelabui Sita kemudian menculiknya.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Sumali

Sumali adalah nama seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana yang dikenal sebagai kakek Rahwana, tokoh antagonis dalam kisah tersebut. Sumali memiliki kakak bernama Mali dan adik bernama Maliyawan. Ketiganya mendapat anugerah Dewa Brahma sehingga memiliki kesaktian yang luar biasa. Namun kesaktian tersebut disalahgunakan untuk menaklukkan kahyangan. Akhirnya, mereka pun dikalahkan oleh Dewa Wisnu dan terusir dari Kerajaan Alengka.

Raja Alengka

Dikisahkan pada suatu ketika Sumali dan kedua saudaranya, yaitu Mali dan Maliyawan bertapa memohon memohon anugerah agar mereka bertiga saling menyayangi sehingga rasa persaudaraan mereka tidak pernah putus. Serta mereka juga memohon agar memiliki kesaktian luar biasa sehingga tidak ada orang yang mampu menaklukkan mereka. Permohonan tersebut dikabulkan oleh Brahma, sang dewa pencipta.

Akan tetapi kesaktian tersebut justru disalahgunakan untuk menyerbu kahyangan. Sumali dan kedua saudaranya menaklukkan para dewa dan daitya. Dengan kekuasaannya, Sumali meminta Wiswakarma agar membuatkan sebuah kota indah dan megah. Wiswakarma terpaksa memenuhi permohonan tersebut dan membangun sebuah kota bernama Alengka.

Sejak saat itu Sumali dan kedua saudaranya hidup dalam kemewahan di Kerajaan Alengka. Sumali sendiri memiliki sepuluh orang putra, bernama Prahasta, Akampana, Wikata, Kalikamuka, Dumraksa, Dandha, Suparswa, Sanadi dan Barkarna. Selain itu ia juga memiliki seorang putri bernama Kaikesi.

Terusir dari Alengka

Masa kejayaan Sumali akhirnya berakhir. Pada suatu hari ia berhasil dikalahkan oleh para Dewa yang dipimpin Wisnu. Setelah kehilangan kedua saudaranya, Sumali pun melarikan diri dan bersembunyi di dasar bumi. Wisnu kemudian menyerahkan Kerajaan Alengka kepada Kubera putra Wisrawa.

Sumali menyusun siasat untuk merebut kembali negerinya. Ia menikahkan putrinya, yaitu Kaikesi, dengan Wisrawa sehingga lahir seorang putra perkasa bernama Dasamuka. Setelah dewasa, Dasamuka berhasil merebut kembali takhta Alengka dari tangan Kubera, kakak tirinya. Dasamuka ini kelak terkenal dengan nama Rahwana, yang merupakan tokoh antagonis utama dalam naskah Ramayana.

Versi pewayangan

Versi pewayangan, terutama yang berkembang di Jawa mengisahkan cerita yang sedikit berbeda. Sumali versi ini disebut putra Puksara, keturunan Hiranyakasipu, pendiri Kerajaan Alengka. Sumali memiliki permaisuri bernama Danuwati dari Kerajaan Mantili, yang darinya lahir dua orang anak bernama Sukesi dan Prahasta.

Meskipun Sumali berwujud raksasa, namun Sukesi dan Prahasta berwujud manusia seperti ibu mereka. Sukesi yang gemar sastra tertarik untuk memelajari Sastrajendra Hayuningrat, sebuah sastra keramat yang sangat langka. Pada saat itu datang seorang resi yang tidak lain adalah kakak seperguruan Sumali sendiri, bernama Wisrawa. Kedatangan Wisrawa adalah untuk melamar Sukesi sebagai istri putranya yang bernama Danapati.

Sumali menyampaikan keinginan Sukesi yang hanya bersedia menikah jika ada orang yang bisa mengajarinya Sastrajendra Hayuningrat. Wisrawa mengaku menguasai sastra tersebut namun ia tidak berani sembarangan mengajar karena sastra tersebut sangat keramat. Barangsiapa yang mendengarnya akan memperoleh pencerahan dan kebahagiaan sejati.

Sumali penasaran dan memohon agar diajari sastra tersebut. Wisrawa pun mengabulkannya. Akibat mendengar pembacaan sastra tersebut, Sumali pun berubah wujud menjadi manusia, bukan lagi raksasa. Sementara itu, Prahasta yang mengintai tanpa izin justru berubah wujud menjadi raksasa.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Kara

Kara adalah raksasa pemakan manusia dalam wiracarita Ramayana. Ia merupakan adik sepupu Rahwana. Ia menghuni pos penjagaan raksasa di Citrakuta yang bernama Janasthan atau Yanasthana. Makanannya sehari-hari adalah daging manusia, khususnya para resi yang menghuni daerah sekitar Citrakuta. Bersama dengan Dusana dan Trisirah, ia meneror hutan Dandaka. Konon angkatan perangnya tak tertandingi dan selalu memenangkan pertempuran.

Saat Laksmana melukai Surpanaka, Surpanaka lari mengadu kepada Kara dan menceritakan keberadaan Rama dan Laksmana beserta wanita cantik bernama Sita. Kara marah setelah mendengar pengaduan Surpanaka, kemudian ia mengerahkan empat belas laskarnya yang terbaik bersama Surpanaka untuk membunuh Rama dan Laksmana. Namun prajurit terbaik yang dikerahkan Kara tidak mampu menandingi Rama. Setelah Rama berhasil menumpas para prajurit raksasa, Surpanaka kembali lagi ke hadapan Kara dan menceritakan kegagalannya. Akhirnya Kara memutuskan untuk terjun ke medan perang bersama raksasa terbaiknya seperti Dusana dan Trisirah. Sepanjang perjalanan Kara dan pasukannya melihat tanda-tanda buruk bahwa mereka akan kalah, namun Kara tidak menghiraukannya dan memberi semangat kepada para prajuritnya.

Rama yang melihat pasukan raksasa sedang menuju ke arahnya, menyuruh Laksmana agar mengungsi bersama Sita. Di tangan Rama, Dusana dan Trisirah tewas tak berkutik. Saat Kara hendak memanah, terlebih dahulu Rama mematahkan busurnya menjadi dua. Kemudian Kara mengambil gada dan melemparkannya ke arah Rama. Oleh panah sakti, gada tersebut pecah berkeping-keping. Lalu Kara mencabut pohon besar sampai ke akar-akarnya dan melemparkannya ke arah Rama, namun Rama menghancurkan pohon tersebut dengan panahnya. Dengan tubuh luka-luka, Kara hendak menyergap Rama. Dengan sigap, Rama melompat ke belakang dan tanpa membuang-buang waktu, ia melepaskan panahnya ke arah Kara. Panah tersebut menembus dada Kara sehingga ia tewas seketika.

Kara memiliki putera bernama Makaraksa. Puteranya tersebut turut bertempur melawan Rama saat tentara wanara menyerbu Alengka, namun ia gugur di tangan Rama.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Subahu

Subahu adalah nama seorang raksasa pemakan daging manusia, hidup di wilayah Dandaka. Ia merupakan putera dari seorang raksasi bernama Tataka. Bersama dengan saudaranya, yaitu raksasa Marica, ia membentuk suatu perkumpulan untuk mengganggu upacara yadnya yang dilakukan oleh para resi. Biasanya saat Resi Wiswamitra menyelenggarakan upacara yadnya, Subahu dan Marica beserta tentaranya terbang di angkasa dan memenuhi langit. Mereka melempar darah dan daging mentah untuk menodai kesucian sesajen untuk upacara.

Atas permohonan dari Wiswamitra, kedua pangeran yaitu Rama dan Laksmana bersedia berada di Sidhasrama untuk melindungi penyelenggaraan yadnya yang dilakukan oleh para resi. Melihat tindakan Subahu yang jahat, Rama tidak tinggal diam. Ia dan Laksmana memanah bala tentara raksasa yang terbang di angkasa. Rama tidak ingin Marica mati, maka ia menyuruh Laksmana agar melepaskan anak panahnya untuk menerbangkan Marica ke laut. Untuk Subahu, Rama tidak memberi ampun. Dengan senjata Agneyastra atau "Senjata Agni" (panah berapi), tubuh Subahu terbakar sampai menjadi abu. Melihat pemimpinnya sudah tiada, akhirnya para raksasa melarikan diri.


-dipi-
 
Bls: [Mitos] Epos Ramayana

Kumbakarna

Kumbakarna adalah saudara kandung Rahwana, raja rakshasa dari Alengka. Kumbakarna merupakan seorang rakshasa yang sangat tinggi dan berwajah mengerikan, tetapi bersifat perwira dan sering menyadarkan perbuatan kakaknya yang salah. Ia memiliki suatu kelemahan, yaitu tidur selama enam bulan, dan selama ia menjalani masa tidur, ia tidak mampu mengerahkan seluruh kekuatannya.

Arti nama

Dalam bahasa Sansekerta, secara harafiah nama Kumbhakarna berarti "bertelinga kendi".

Keluarga

Ayah Kumbakarna adalah seorang resi bernama Wisrawa, dan ibunya adalah Kekasi, puteri seorang Raja Detya bernama Sumali. Rahwana, Wibisana dan Surpanaka adalah saudara kandungnya, sementara Kubera, Kara, Dusana, Kumbini, adalah saudara tirinya. Marica adalah pamannya, putera Tataka, saudara Sumali. Kumbakarna memiliki putera bernama Kumba dan Nikumba. Kedua puteranya itu gugur dalam pertempuran di Alengka. Kumba menemui ajalnya di tangan Sugriwa, sedangkan Nikumba gugur di tangan Hanoman.

Anugerah Brahma

Saat Rahwana dan Kumbakrana mengadakan tapa, Dewa Brahma muncul karena berkenan dengan pemujaan yang mereka lakukan. Brahma memberi kesempatan bagi mereka untuk mengajukan permohonan. Saat tiba giliran Kumbakarna untuk mengajukan permohonan, Dewi Saraswati masuk ke dalam mulutnya untuk membengkokkan lidahnya, maka saat ia memohon "Indraasan" (Indrāsan – tahta Dewa Indra), ia mengucapkan "Neendrasan" (Nīndrasan – tidur abadi). Brahma mengabulkan permohonannya. Karena merasa sayang terhadap adiknya, Rahwana meminta Brahma agar membatalkan anugerah tersebut. Brahma tidak berkenan untuk membatalkan anugrahnya, namun ia meringankan anugrah tersebut agar Kumbakarna tidur selama enam bulan dan bangun selama enam bulan. Pada saat ia menjalani masa tidur, ia tidak akan mampu mengerahkan seluruh kekuatannya.

Peran di Alengka

Kumbakarna sering memberikan nasihat kepada Rahwana, menyadarkan bahwa tindakanya keliru. Ketika Rahwana kewalahan menghadapi Sri Rama, maka ia menyuruh Kumbakarna menghadapinya. Kumbakarna sebenarnya tahu bahwa kakaknya salah, tetapi demi membela Alengka tanah tumpah darahnya dia pun maju sebagai prajurit melawan serbuan Rama. Kumbakarna sering dilambangkan sebagai perwira pembela tanah tumpah darahnya, karena ia membela Alengka untuk segala kaumnya, bukan untuk Rahwana saja, dan ia berperang melawan Rama tanpa rasa permusuhan, hanya semata-mata menjalankan kewajiban.

Pertempuran dan kematian

Saat Kerajaan Alengka diserbu oleh Rama dan sekutunya, Rahwana memerintahkan pasukannya untuk membangunkan Kumbakarna yang sedang tertidur. Utusan Rahwana membangunkan Kumbakarna dengan menggiring gajah agar menginjak-injak badannya serta menusuk badannya dengan tombak, kemudian saat mata Kumbakarna mulai terbuka, utusannya segera mendekatkan makanan ke hidung Kumbakarna. Setelah menyantap makanan yang dihidangkan, Kumbakarna benar-benar terbangun dari tidurnya.

Setelah bangun, Kumbakarna menghadap Rahwana. Ia mencoba menasihati Rahwana agar mengembalikan Sita dan menjelaskan bahwa tindakan yang dilakukan kakaknya itu adalah salah. Rahwana sedih mendengar nasihat tersebut sehingga membuat Kumbakarna tersentuh. Tanpa sikap bermusuhan dengan Rama, Kumbakarna maju ke medan perang untuk menunaikan kewajiban sebagai pembela negara. Sebelum bertarung Kumbakarna berbincang-bincang dengan Wibisana, adiknya, setelah itu ia berperang dengan pasukan wanara.

Dalam peperangan, Kumbakarna banyak membunuh pasukan wanara dan banyak melukai prajurit pilihan seperti Anggada, Sugriwa, Hanoman, Nila, dan lain-lain. Dengan panah saktinya, Rama memutuskan kedua tangan Kumbakarna. Namun dengan kakinya, Kumbakarna masih bisa menginjak-injak pasukan wanara. Kemudian Rama memotong kedua kaki Kumbakarna dengan panahnya. Tanpa tangan dan kaki, Kumbakarna mengguling-gulingkan badannya dan melindas pasukan wanara. Melihat keperkasaan Kumbakarna, Rama merasa terkesan dan kagum. Namun ia tidak ingin Kumbakarna tersiksa terlalu lama. Akhirnya Rama melepaskan panahnya yang terakhir. Panah tersebut memisahkan kepala Kumbakarna dari badannya dan membawanya terbang, lalu jatuh di pusat kota Alengka.


-dipi-
 
Bls: Epos Ramayana

Mandodari

Dalam wiracarita Ramayana, Mandodari (Sansekerta: Mandodarī) adalah nama puteri seorang Danawa bernama Mayasura, dengan seorang bidadari bernama Hema. Konon Mandodari sangat cantik. Ia merupakan istri pertama Rahwana, dan merupakan ibu dari Indrajit. Kampung halamannya diduga terletak di Mandodari, ibukota negara bagian Jodhpur di India pada zaman kuno. Konon disana pula para keturunan Rahwana bermigrasi setelah kematian Rahwana.

Saat Rahwana menculik istri Rama yang bernama Sita, Mandodari memberi nasihat agar Sita dikembalikan kepada Rama. Namun Rahwana bersikeras untuk tidak mengembalikan Sita, bahkan siap berperang dengan Rama. Akhirnya Rahwana gugur di tangan Rama. Mandodari menangis dan meratap ketika melihat suaminya tersebut telah gugur. Kemudian, ia dirawat oleh Wibisana, adik Rahwana.


Mayasura

Dalam Ramayana, Mayasura merupakan ayah dari Mandodari, istri Rahwana. Ia membangun sebuah istana megah di tengah gua. Hanoman bersama para wanara menjumpai istana tersebut dalam kitab Sundarakanda. Di tengah gua tersebut, hidup seorang wanita bernama Swayampraba. Wanita itu menolong Hanoman dan para wanara agar sampai di pantai selatan India.


-dipi-
 
Bls: Epos Ramayana

Indrajit

Indrajit (Sanskerta: Indrajīt) atau Megananda (Sanskerta: Méghanāda) adalah nama seorang tokoh antagonis dalam wiracarita Ramayana yang dikenal sebagai putra sulung Rahwana sekaligus putra mahkota Kerajaan Alengka. Indrajit merupakan ksatria yang sakti mandraguna. Dalam perang melawan pasukan Wanara, ia pernah melepaskan senjata Nagapasa yang keampuhannya mampu melumpuhkan Sri Rama. Setelah melalui pertempuran seru, ia akhirnya tewas di tangan Laksmana adik Rama.

Asal-usul

Indrajit adalah putra Rahwana, raja bangsa Rakshasa dari Kerajaan Alengka. Ibunya bernama Mandodari putri Asura Maya. Sewaktu lahir, Indrajit diberi nama Megananda karena tangisan pertamanya diiringi suara petir menggelegar, pertanda kelak ia akan tumbuh menjadi seorang kesatria besar.

Ketika dewasa, Megananda pernah membantu ayahnya bertempur melawan para dewa kahyangan. Dalam pertempuran itu, Megananda berhasil menangkap dan menawan Indra, raja para dewa. Dewa Brahma muncul melerai. Indra pun dibebaskan oleh Megananda. Sebagai gantinya ia mendapatkan pusaka ampuh dari Brahma bernama Brahmasta. Brahma juga memberikan julukan Indrajit kepada Megananda yang bermakna "Penakluk Indra".

Pertempuran di Alengka

Perang besar di Alengka meletus karena ulah Rahwana menculik Sita istri Sri Rama. Rama bekerja sama dengan bangsa Wanara yang dipimpin Sugriwa menyerbu istana Alengka.

Satu per satu panglima Alengka terbunuh. Indrajit tampil sebagai andalan ayahnya. Ia bertarung melawan seorang Wanara muda bernama Anggada putra Subali. Anggada berhasil menghancurkan kereta Indrajit sehingga pasukannya pun bersorak "Jaya Anggada! Jaya anggada".

Indrajit yang sangat malu mengerahkan pusaka Nagapasa yang mampu mengeluarkan ribuan ular berbisa. Rama dan Laksmana roboh tak berdaya dililit ular-ular tersebut. Sewaktu para Wanara berduka karena kehilangan pemimpin mereka, tiba-tiba muncul Garuda mengusir ular-ular yang melilit kakak-beradik tersebut.

Kebangkitan Rama dan Laksmana membuat pertempuran berlanjut. panglima-panglima Alengka semakin banyak yang tewas. Akhirnya hanya tinggal Indrajit yang menjadi andalan Rahwana. Ia melepaskan pusaka Brahmasta mengenai Laksmana sehingga roboh sekarat.

Kematian

Laksmana bangkit kembali setelah diobati Rama menggunakan tanaman yang dibawa Hanoman. Pasukan Wanara kembali bergerak menyerbu istana Alengka. Indrajit menciptakan Sita palsu untuk dibunuhnya di hadapan para Wanara. Melihat istri Rama tewas, para Wanara kehilangan semangat bertempur. Mereka menganggap tujuan peperangan sudah tidak ada lagi.

Wibisana (adik Rahwana yang memihak Rama) menyadari kalau Inrajit sedang menyelenggarakan ritual untuk mendapatkan kekuatan. Ia meminta Laksmana untuk menggagalkan ritual Indrajit sebelum mencapai kesempurnaan. Laksmana disertai para prajurit Wanara mendatangi tempat ritual Indrajit. Konsentrasi Indrajit terganggu dan ritualnya pun dihentikan. Ia kemudian bertarung menghadapi Laksmana. Laksmana pun melepaskan panah Indrastra dengan mengucapkan doa atas nama Rama. Panah tersebut melesat memenggal kepala Indrajit.

Versi pewayangan Jawa

Menurut versi pewayangan Jawa, Indrajit bukan putra kandung Rahwana, melainkan hasil ciptaan Wibisana. Saat itu istri Rahwana yang bernama Dewi Kanung sedang mengandung bayi perempuan reinkarnasi seorang pertapa wanita bernama Widawati. Rahwana bersumpah akan menikahi putrinya itu jika kelak lahir, karena Widawati merupakan cinta pertamanya.

Ketika Kanung melahirkan, Rahwana sedang berada di luar istana. Wibisana segera mengambil bayi perempuan tersebut dan dihanyutkan ke sungai dalam sebuah peti. Bayi itu terbawa arus sampai ke Kerajaan Mantili dan ditemukan oleh raja negeri tersebut yang bernama Janaka. Janaka memungut bayi putri Rahwana tersebut sebagai anak angkat dengan diberi nama Sinta.

Sementara itu, Wibisana menciptakan bayi laki-laki dari segumpal awan yang diberi nama Indrajit. Bayi Indrajit diserahkan kepada Rahwana. Rahwana kecewa dan berniat membunuh Indrajit. Ternyata semakin dihajar Indrajit justru semakin tumbuh dewasa. Rahwana berubah pikiran dan mengakuinya sebagai anak.

Indrajit kemudian bertempat tinggal di Kasatrian Bikukungpura. Istrinya seorang bidadari bernama Dewi Indrarum.

Dalam perang besar melawan bala tentara Sri Rama, Indrajit mengerahkan pusaka Nagapasa. Muncul ribuan ular menyerang pasukan Wanara. Namun semua itu dapat ditaklukkan oleh burung Garuda ciptaan Laksmana. Indrajit kemudian mengerahkan ilmu Sirep Begananda, membuat Rama, Laksmana, dan seluruh pengikut mereka roboh tak berdaya. Mereka tertidur bagaikan orang mati.

Hanya Wibisana dan Hanoman yang tetap terjaga. Hanoman berangkat ke Gunung Maliyawan untuk mengambil tanaman Sandilata, sedangkan Wibisana menghadapi Indrajit. Wibisana menceritakan asal-usul Indrajit yang sebenarnya. Indrajit akhirnya sadar bahwa selama ini ia bersalah telah membela angkara murka Rahwana. Ia pun meminta agar Wibisana mengembalikan dirinya ke asal-muasalnya.

Indrajit kemudian mengheningkan cipta, sedangkan Wibisana melepaskan pusaka Dipasanjata ke arahnya. Tubuh Indrajit pun musnah seketika, dan kembali menjadi awan putih di angkasa.


-dipi-
 
Bls: Epos Ramayana

Prahasta

Prahasta (Sansekerta: Prahastha) adalah nama seorang tokoh dalam wiracarita Ramayana yang dikenal sebagai paman Rahwana sekaligus pembesar Kerajaan Alengka. Ia merupakan tokoh bijaksana yang sering memberikan nasihat-nasihat berharga kepada Rahwana. Prahasta akhirnya gugur membela negerinya ketika berperang melawan Anila dari bangsa Wanara.

Versi Ramayana

Versi Ramayana menyebut Prahasta sebagai putra tertua Sumali, raja bangsa Rakshasa dari Kerajaan Alengka. Ia memiliki saudara perempuan bernama Kaikesi yang melahirkan Rahwana. Di bawah pemerintahan Rahwana, Prahasta bertindak sebagai pejabat senior yang sering memberikan nasihat-nasihat kepada keponakannya itu dalam menjalankan roda pemerintahan.

Ketika Kerajaan Alengka diserang oleh bangsa Wanara yang dipimpin oleh Sri Rama, Prahasta maju sebagai panglima menghadapi mereka. Perang tersebut meletus karena istri Rama yang bernama Sita diculik oleh Rahwana. Nasihat-nasihat Prahasta agar Sita dikembalikan sama sekali tidak dituruti oleh Rahwana. Prahasta pun terpaksa maju perang demi membela tanah airnya yang diserang musuh, bukan untuk membela Rahwana.

Prahasta akhirnya gugur di tangan seorang perwira Wanara bernama Nila. Melalui pertarungan sengit Nila berhasil menghancurkan tubuh Prahasta menggunakan sebongkah batu karang yang sangat besar.

Versi pewayangan

Dalam versi pewayangan, khususnya di Jawa, Prahasta menjabat sebagai patih dalam pemerintahan Rahwana. Ia dikenal bijaksana namun kurang didengarkan nasihat-nasihatnya oleh keponakannya itu.

Nama asli Prahasta adalah Sukesa. Ia memiliki kakak perempuan bernama Sukesi. Keduanya lahir dari rahim putri Kerajaan Mantili bernama Danuwati yang dinikahi oleh Sumali raja Kerajaan Alengka. Meskipun Sumali berwujud raksasa, namun Sukesi dan Sukesa terlahir berwujud manusia seperti ibu mereka.

Pada suatu hari datang seorang resi sahabat Sumali bernama Wisrawa yang hendak melamar Sukesi sebagai menantunya. Wisrawa memiliki seorang putra bernama Danapati yang mendambakan Sukesi sebagai istrinya. Namun Sukesi hanya mau menikah dengan orang yang bisa mengajarkan ilmu pencerahan bernama Sastrajendra Hayuningrat.

Wisrawa mengaku menguasai ilmu tersebut namun tidak bisa sembarangan mengajarkannya. Sumali yang tertarik setelah mengetahui khasiat ilmu tersebut memohon agar dirinya diajari ilmu tersebut. Dalam sebuah sanggar tertutup Wisrawa mengajarkan ilmu Sastrajendra Hayuningrat kepada Sumali. Sumali pun memperoleh pencerahan dan berubah wujud manjadi manusia.

Sementara itu Sukesa yang penasaran mengintai dari luar. Karena mencuri dengar tanpa izin, tubuhnya pun berubah wujud menjadi raksasa. Sejak saat itu ia memakai nama Prahasta.

Singkat cerita, karena suatu kesalahan, Sukesi justru menikah dengan Wisrawa, bukan dengan Danapati. Dari perkawinan itu lahir Rahwana, Kumbakarna, Sarpakenaka, dan Wibisana.

Dalam pemerintahan Rahwana yang naik takhta menggantikan Sumali, Prahasta diangkat sebagai patih. Prahasta seringkali memberikan nasihat-nasihat bijaksana namun tidak pernah diperhatikan oleh keponakannya yang bersifat angkara murka tersebut.

Dalam perang besar melawan Sri Rama, Rahwana naik ke kahyangan menemui kakak tirinya, yaitu Danapati yang telah menjadi dewa bergelar Batara Kuwera. Kuwera ditugasi Batara Guru untuk menjaga bunga pusaka bernama Kembang Dewaretna yang konon menjadi kunci kekalahan bangsa Wanara yang mendukung Sri Rama.

Setelah melalui pertarungan seru akhirnya Rahwana berhasil merebut Kembang Dewaretna. Kuwera hanya bisa mengambil seekor kumbang yang menghuni jambangan bunga pusaka tersebut. Ia mencipta kumbang itu menjadi seekor Wanara bernama Kapi Pramuja.

Pramuja kemudian turun ke dunia untuk meminta restu Sri Rama agar berhasil merebut kembali Kembang Dewaretna. Setelah itu ia pun menyusup ke dalam gedung pusaka di dalam istana Alengka tempat Rahwana menyimpan bunga tersebut.

Prahasta yang ditugasi Rahwana menjaga Kembang Dewaretna berhasil diperdaya oleh ilmu sirep Pramuja sehingga sempat tertidur sejenak. Ketika ia bangun Kembang Dewaretna telah hilang dicuri Pramuja.

Rahwana marah besar atas kelalaian Prahasta. Prahasta pun berangkat mengejar Pramuja. Di tengah jalan ia harus bertempur menghadapi barisan prajurit Wanara yang dipimpin oleh Anila. Anila juga berpangkat patih dalam pemerintahan Sugriwa, raja kaum Wanara.

Dalam pertempuran itu, Anila terdesak oleh Prahasta. Banyak prajuritnya yang tewas di tangan raksasa tua tersebut. Ia sendiri sudah kehabisan tenaga dan memilih melarikan diri menghindari amukan Prahasta. Di perbatasan kota Alengka Anila menjumpai tugu besar dan menggunakannya untuk memukul kepala Prahasta. Prahasta pun tewas dengan tubuh hancur lumat.

Tugu yang dijebol Anila dan digunakannya untuk membunuh Prahasta tersebut berubah menjadi seorang bidadari bernama Indradi, yang tidak lain adalah ibu kandung Sugriwa. Ia merupakan istri seorang resi bernama Gotama yang telah mengutuknya menjadi tugu karena berselingkuh dengan Batara Surya. Kematian Prahasta oleh pukulan Anila telah membuat Indradi terbebas dari kutukan suaminya.


-dipi-
 
Back
Top