Kalina
Moderator
Setelah berakting bersama kekasihnya Fachri Albar dalam film Pintu Terlarang (2009), kini Marsha Timothy kembali menunjukkan bakat aktingnya lewat sebuah film karya Nurma Hakim berjudul Khalifah.
Marsha yang tercatat pernah berperan dalam Ekspedisi Madewa (2006), Coklat Stroberi (2007), Merah Itu Cinta (2007), Otomatis Romantis (2008), From Bandung With Love (2008), In the Name of Love (2008), Love (2008), Cinta Setaman (2008), dan Pintu Terlarang (2009) kini dalam film produksi Frame Ritz itu, membuktikan totalitasnya dalam berakting.
Marsha menunjukkan totalitasnya dengan berperan sebagai wanita muslim yang memakai cadar. Untuk tahu lebih dalam mengenai perannya tersebut, pada Kamis, 10 November 2010 21cineplex.com menyambangi Marsha saat melakukan sesi pemotretan di rumah produksi Frame Ritz, di bilangan Jakarta Pusat.
Bisa ceritakan Anda berperan sebagai siapa dalam film Khalifah ini?
“Saya menjadi perempuan bernama Khalifah, dia seorang perempuan biasa yang kerja di sebuah salon. Tinggal bersama ayah dan adiknya, sedangkan ayahnya sudah meninggal. Ia berusaha apapun untuk membahagiakan keluarganya. Sampai suatu hal ia memutuskan untuk memakai cadar.”
Apakah ada tantangan tersendiri dalam film ini?
“Pastinya iya, dari awal mengambil cerita ini ada tantangan sendiri yaitu bagaimana menghidupkan karakter Khalifah. Sama seperti karakter dari film-film aku sebelumnya bagaimana caranya aku menghidupkan karakter yang aku perankan.”
Hal apa saja yang membuat Anda tertarik untuk mengambil peran ini?
“Ketertarikannya banyak, mulai dari cerita, karakter khalifahnya, dari memakai cadarnya sendiri, sampai moodnya yang diinginkan sutradara yaitu silent act. Bagaiamana caranya aku menghidupkan karakterku yang tenang nggak banyak bicara yang lebih memperlihatkan ekspresi dari mata dan gerak tubuh.”
Tadi Anda mengatakan bahwa karakter Khalifah mengenakan cadar, bisa Anda ceritakan pengalaman tersebut?
“Ini adalah pertamakalinya aku memakai cadar. Rasanya pas hari pertama syuting sesak napas dan panas banget, mungkin karena bahan yang dipakai bukan bahan yang paling baik biasa dipakai untuk cadar. Tapi nggak ada masalah sih ini cuma kebiasaan aja, lagipula pakainya nggak full day, tiap break aku lepas. Jadi setelah beberapa hari syuting udah mulai bisa beradaptasi.”
Ada observasi khusus untuk memakai cadar?
“Mas Hakim (sutradara) sih nyuruh aku pakai cadar sampai keluar rumah, tapi aku putuskan untuk nggak biar aku ngerasain surprisenya memakai cadar. Karena di filmnya ada adegan dimana saat itu si Khalifah memakai cadar pertamakali, nah aku mau mendapatkan feel surprise-nya.”
Ada observasi yang lainnya lagi?
“Aku ketemu langsung dengan orang memakai cadar, dan ternyata yang membedakan hanya pakaiannya saja. Intinya ia memakai cadar karena keinginan sendiri, tidak ada paksaan jadi nggak ada masalah dan nyaman-nyaman saja.”
Disini Anda berperan sebagai wanita muslim yang nota bene Anda non-muslim, apakah ada beban tersendiri?
“Saya nggak ada beban sedikit pun untuk mengambil suatu peran maupun karakternya itu agama apapun, karena kita bisa pelajari dan mendalami karakternya itu terlebih dahulu. Dan itu suatu kewajiban agar bisa menghidupkan karakternya tersebut. Keputusan aku mengambil peran ini bukan berdasarkan agama, tapi karena keseluruhan ceritanya yang bagus.”
Bagaimana dengan dukungan orang-orang terdekat?
“Mereka semua support, ibu, kakak, Ai (Fachri Albar, kekasih Marsha) dukung saya. Dari keluarga saya ataupun keluarga Ai mereka bebaskan dan percayakan ke saya dengan semua peran yang saya ambil.”
Jadi hal apa yang bisa Anda terapkan dalam kehidupan sehari-hari setelah bermain dalam film ini?
“Menurut aku tentang pilihan hidup, bahwa apapun kita, siapapun kita, pilihan itu sebenarnya dari diri kita sendiri, nggak ada paksaan dari siapapun. Pilihan itu harus bebas, jujur dari sendiri, nggak ada intervensi dari segala pihak.”
Bisa ceritakan proses syutingnya?
“Kita syuting 10 hari. Aku di sini main bareng Indra Herlambang, Ben Joshua, Yoga Pratama, Titi Sjuman, Jajang C. Noer. Pengalaman yang paling berkesan pas syuting di halte bus di daerah Pasar Minggu. Semua orang yang naik motor atau mobil langsung ngeliatin aku dengan pandangan yang aneh saat aku pakai pakaian cadar yang semua berwarna hitam-hitam dan hanya sendirian.”
Jeda dari film terakhir Anda, Pintu Terlarang dengan film Khalifah cukup lama. Bagaimana Anda mengisi jeda tersebut? Apakah ada persiapan khusus lagi untuk kembali berakting di layar lebar?
“Jadi selama jeda itu aku main di FTV, video klip, iklan. Persiapan khususnya ada, selain workshop dan reading aku banyak ngobrol dengan mas Hakim untuk apa saja yang dibutuhkan karakter Khalifah ini. Dan seperti yang aku bilang tadi, aku ketemu langsung dengan perempuan yang memakai cadar.”
Jika melihat beberapa peran yang Anda mainkan dari film-film sebelumnya, Anda memainkan karakter yang berbeda-beda. Apakah Anda mempunyai kriteria untuk mengambil sebuah peran?
“Kriteria nggak ada, karena aku nggak mau mengkotak-kotakkan ingin karakter apa. Yang pertama kali aku lihat tentu ceritanya, isi skrip secara keseluruhan, baru setelah itu aku lihat karakter yang aku mainkan.”
Setelah film ini, apa kesibukan Anda? Apakah sudah ada tawaran untuk main film lagi?
“Aku syuting FTV selama 2 Minggu di Bromo, bikin film pendek yang judulnya Naruto Bersyukur, dan untuk tawaran main film sudah ada, rencananya tahun depan dan genre-nya action. Doakan saja ya.”
Pertanyaan terakhir, apa harapan Anda untuk film Khalifah ini?
“Harapannya yang pasti bisa diterima masyarakat, bisa menghibur penonton di luar pesan yang bisa diambil. Akan lebih baik lagi kalau ada pesan-pesan moril positif yang bisa diterima.”