Al-Andalus

Dipi76

New member
AlAndalusMap2-349x327.jpg


Al-Andalus adalah nama dari bagian Semenanjung Iberia (Spanyol dan Portugal) yang diperintah oleh orang Islam, atau orang Moor, dalam berbagai waktu antara tahun 711 dan 1492. Al-Andalus juga sering disebut Andalusia, namun penggunaan ini memiliki keambiguan dengan wilayah administratif di Spanyol modern Andalusia.

Masa kekuasaan Islam di Iberia dimulai sejak Pertempuran Guadalete, ketika pasukan Umayyah pimpinan Tariq bin Ziyad mengalahkan orang-orang Visigoth yang menguasai Iberia. Awalnya Al-Andalus merupakan provinsi dari Kekhalifahan Umayyah (711-750), lalu berubah menjadi sebuah keamiran (750-929), sebuah kekhalifahan, (929-1031), dan akhirnya "taifa" yaitu kerajaan-kerajaan kecil pecahan dari kekhalifahan tersebut (1031-1492).

Karena pada akhirnya orang-orang Kristen berhasil merebut kembali Iberia dari tangan umat Islam (Reconquista secara harfiah "penaklukkan ulang"), nama Al-Andalus umumnya tidak merujuk kepada Iberia secara umum, tapi kepada daerah-daerah yang dikuasai para Muslim pada zaman dahulu. Pada 1236, benteng terakhir umat Islam di Spanyol, Granada menyatakan tunduk kepada Ferdinand III dari Kastilia, dan menjadi negara bawahan Kastilia, hingga pada 1492 Muhammad XII menyerah sepenuhnnya kepada Los Reyes Católicos (Kerajaan Katolik Spanyol) pimpinan Raja Ferdinand dan Ratu Isabella. Sedangkan kekuasaan Islam di Portugal berakhir pada 1249 dengan ditaklukkannya Algarve oleh Afonso III. Kekalahan penguasa Muslim kemudian diikuti oleh penganiyaan dan pengusiran terhadap kaum Muslim dan Yahudi di Spanyol.

Pertempuran Guadalete terjadi pada tanggal 19 Juli 711, di sekitar sungai Guadalete yang terletak paling selatan dari wilayah Al-Andalus dimana pasukan muslim pimpinan Tariq bin Ziyad berhasil mengalahkan pasukan Visigothic pimpinan Raja Roderic. Kemenangan ini dianggap sangat penting sebagai pembuka jalan bagi pasukan muslim menaklukan seluruh wilayah Andalusia dikemudian hari sehingga menjadi bagian dari wilayah muslim selama hampir 8 abad sampai dengan kejatuhannya pada tahun 1492.
Taifa adalah istilah Bahasa Spanyol dan Bahasa Portugis (dari bahasa Arab: thaifah, jamak thawaif) yang berarti keamiran, kepangeranan atau kerajaan kecil yang diperintah oleh penguasa Islam, setelah keruntuhan Kekhalifahan Umayyah di Kordoba di tahun 1031. Taifa-taifa juga terbentuk pada pertengahan abad ke-12, yaitu saat kemunduran dinasti Murabitun di Iberia. Taifa-taifa ini merupakan negara-negara merdeka dan saling bersaing satu sama lain. Taifa-taifa ini amat lemah secara militer dan biasanya membayar upeti kepada kerajaan Kristen (terutama Kastilia dan Leon) demi perlindungan.


Asal kata "Al-Andalus"

Al-%C3%81ndalus_caligraf%C3%ADa_%C3%A1rabe.png

Etimologi dari nama Al-Andalus belum diketahui secara pasti. Nama ini digunakan untuk merujuk kepada semenanjung Iberia atau daerah Selatan Iberia yang dikuasai umat Islam, dan bukti paling awal dari nama ini adalah pada koin yang dicetak oleh pemerintah Islam di Iberia sekitar 715 (tahun pencetakan juga tidak pasti karena koin dituliskan dalam Latin dan Arab, dan keduanya memberikan tahun yang berbeda). Terdapat setidaknya tiga teori etimologi yang pernah diusulkan oleh para ilmuwan Barat, semuanya menganggap bahwa nama ini berasal dari zaman kekuasaan Romawi di Semenanjung Iberia.

Teori pertama adalah nama tersebut berasal dari Vandal, suku Jerman yang menguasai sebagian Iberia selama 407-429. Salah satu ilmuwan yang menerima teori ini adalah Reinhart P. Dozy, sejarawan abad ke-19. Teori kedua adalah berasal dari Arabisasi kata "Atlantik". Pendukung teori ini adalah sejarawan Spanyol Vallvé. Teori ketiga yang diajukan oleh Halm (1989) adalah bahwa nama ini berawal dari nama yang diberikan suku Visigoth yang berkuasa di Iberia pada abad ke-5 hingga 9. Dalam bahasa Latin, Iberia Visigoth disebut Gothica Sors (tanah undian Goth). Halm memprediksikan bahwa dalam bahasa Gothic "tanah undian" mungkin disebut landahlauts, dan ia menyarankan dari sinilah asal nama Al-Andalus berasal.

Ketiga teori ini semuanya tidak memiliki bukti historis, sehingga dapat dikatakan amat lemah. Pelopor dan pembela dari ketiga teori ini semuanya adalah sejarawan. Namun belakangan, ahli bahasa telah diikutsertakan dalam diskusi ini. Argumen-argumen dari ilmu sejarah, linguistik dan toponimi (ilmu yang mempelajari nama daerah), selanjutnya menunjukkan kelemahan semua teori diatas, dan bahwa nama Al-Andalus ternyata berasal dari masa Romawi.




Sumber:
  • "Andalus, al-" Oxford Dictionary of Islam. John L. Esposito, Ed. Oxford University Press. 2003. Oxford Reference Online. Oxford University Press. Accessed 12 June, 2006.
  • Wikipedia


-dipi-
 
Sejarah

Penaklukan dan masa-masa awal

Sebelum kedatangan umat Islam, daerah Iberia merupakan kerajaan Hispania yang dikuasai oleh orang Kristen Visigoth. Pada 711, pasukan Umayyah yang sebagian besar merupakan bangsa Moor dari Afrika Barat Laut, menyerbu Hispania dipimpin jenderal Tariq bin Ziyad, dan dibawah perintah dari Kekhalifahan Umayyah di Damaskus. Pasukan ini mendarat di Gibraltar pada 30 April, dan terus menuju utara. Setelah mengalahkan Raja Roderic dari Visigoth dalam Pertempuran Guadalete (711), kekuasaan Islam terus berkembang hingga pada 719 hanya daerah Galicia, Basque dan Asturias yang tidak tunduk kepada kekuasaan Islam. Setelah itu, pasukan Islam menyeberangi Pirenia untuk menaklukkan Perancis, namun berhasil dihentikan oleh kaum Frank dalam pertempuran Tours (732). Daerah yang dikuasai Muslim Umayyah ini disebut provinsi Al-Andalus, terdiri dari Spanyol, Portugal dan Perancis selatan sekarang.

Pada awalnya, Al-Andalus dikuasai oleh seorang wali (gubernur) yang ditunjuk oleh Khalifah di Damaskus, dengan masa jabatan biasanya 3 tahun. Namun pada tahun 740an, terjadi perang saudara yang menyebabkan melemahnya kekuasaan Khalifah. Pada 746, Yusuf Al-Fihri memenangkan perang saudara tersebut, menjadi seorang penguasa yang tidak terikat kepada pemerintahan di Damaskus.
Visigoth adalah salah cabang suku Goth yang tinggal di Eropa pada akhir kekuasaan Kekaisaran Romawi. Raja Visigoth yang paling terkenal adalah Alaric I, yang berhasil menaklukkan Roma pada 410 Masehi. Setelah kejatuhan Kekaisaran Romawi, Visigoth memegang peran penting di Eropa barat selama dua setengah abad.

Suku Goths bermukim di Dacia sampai 376, ketika salah satu pemimpin mereka, Fritigern, memohon kepada kaisar Romawi Valens agar mereka dapat tinggal di tepi selatan sungai Donau. Di sini mereka berlindung dari suku Hun. Namun daerah ini dilanda kelaparan dan Roma tidak mau memberi makanan. Mereka kemudian memberontak selama 6 tahun, dan dalam Pertempuran Adrianople (378) membantai tentara Romawi dan membunuh kaisar Valens.

Kaisar yang baru, Theodosius I, berdamai dengan para pemberontak. Perdamaian ini bertahan sampai Theodosius meninggal pada 395. Tahun itu, raja Visigoth Alaric I naik tahta, sementara Theodosius digantikan oleh anak-anaknya Arcadius di timur dan Honorius di barat. Alaric menyatakan perang dan menaklukkan Roma pada 24 Agustus 410, dan ibukota Romawi dipindahkan ke Ravenna.
Moor adalah orang Muslim dari zaman pertengahan yang tinggal di Al-Andalus (Semenanjung Iberian termasuk Spanyol dan Portugis zaman sekarang) dan juga Maroko dan Afrika barat, yang budayanya disebut Moorish. Kata ini juga digunakan di Eropa untuk menunjuk orang yang memiliki keturunan Arab atau Afrika. Nama Moor berasal dari suku kuno Maure dan kerajaan Mauritania.
Kekhalifahan Umayyah adalah kekhalifahan Islam pertama setelah masa Khulafaur Rasyidin yang memerintah dari 661 sampai 750 di Jazirah Arab dan sekitarnya; serta dari 756 sampai 1031 di Kordoba, Spanyol. Nama dinasti ini dirujuk kepada Umayyah bin 'Abd asy-Syams, kakek buyut dari khalifah pertama Bani Umayyah, yaitu Muawiyah bin Abu Sufyan atau kadangkala disebut juga dengan Muawiyah I.
Pertempuran Tours (10 Oktober 732) atau Pertempuran Poitiers atau Pertempuran Bangsal Syuhada terjadi di dekat Tours, sekitar perbatasan kekuasaan Frank dan Aquitaine merdeka. Dalam pertempuran ini, Bangsa Frank dan Burgundi pimpinan Charles Martel, penguasa Austrasia melawan tentara Umayyah pimpinan Abdurrahman Al-Ghafiqi, gubernur Al-Andalus. Pertempuran ini berakhir dengan kemenangan bangsa Frank, terbunuhnya Al-Ghafiqi, serta perluasan kekuasaan Martel ke selatan. Rincian dari pertempuran ini, termasuk lokasi persis dan jumlah tentara yang bertarung dalam pertempuran ini tidak dapat diketahui, namun menurut legenda pasukan Frank bertempur tanpa menggunakan kavaleri.

Kemenangan Frank dalam pertempuran ini merupakan awal berdirinya Kekaisaran Karolingia dan dominasi bangsa Frank atas Eropa, dan menurut sebagian sejarawan, kemenangan ini telah menyelamatkan Agama Kristen dan menahan penaklukan umat Islam di Eropa. "Pendirian kekuasaan Frank di Eropa barat menentukan takdir benua tersebut, dan Pertempuran Tours memastikan kekuasaan tersebut."


-dipi-
 
Keamiran dan Kekhalifahan Kordoba


Pada 750, bani Abbasiyah menjatuhkan pemerintahan Umayyah di Damaskus, dan merebut kekuasaan atas daerah-daerah Arabia. Namun pada 756, pangeran Umayyah di pengasingan Abdurrahman I (Ad-Dakhil) melengserkan Yusuf Al-Fihri, dan menjadi penguasa Kordoba dengan gelar Amir Kordoba. Abdurrahman menolak untuk tunduk kepada kekhalifahan Abbasiyah yang baru terbentuk, karena pasukan Abbasiyah telah membunuh sebagian besar keluarganya. Ia memerintah selama 30 tahun, namun memiliki kekuasaan yang lemah di Al-Andalus dan ia berusaha menekan perlawanan dari pendukung Al-Fihri maupun khalifah Abbasiyah.

Al_Andalus-c.1000-id.gif

Selama satu setengah abad berikutnya, keturunannya menggantikannya sebagai Amir Kordoba, yang memiliki kekuasaan tertulis atas seluruh Al-Andalus bahkan kadang-kadang meliputi Afrika Utara bagian barat. Pada kenyataannya, kekuasaan Amir Kordoba, terutama di daerah yang berbatasan dengan kaum Kristen, sering mengalami naik-turun tergantung kecakapan dari sang Amir yang sedang berkuasa. Amir Abdullah bin Muhammad bahkan hanya memiliki kekuasaan atas Kordoba saja.

Cucu Abdullah, Abdurrahman III, menggantikannya pada 912, dan dengan cepat mengembalikan kekuasaan Umayyah atas Al-Andalus dan bahkan Afrika Utara bagian barat. Pada 929 ia mengangkat dirinya sebagai Khalifah, sehingga keamiran ini sekarang memiliki kedudukan setara dengan kekhalifahan Abbasiyah di Baghdad dan kekhalifahan Syi'ah di Tunis.

Periode kekhalifahan ini dianggap oleh para penulis Muslim sebagai masa keemasan Al-Andalus. Hasil panen yang diperoleh melalui irigasi serta bahan makanan yang diimpor dari Timur Tengah mencukupi untuk penduduk Kordoba dan kota-kota lainnya di Al-Andalus, dengan sektor ekonomi pertanian paling maju di Eropa. Kordoba dibawah kekhalifahan ini memiliki populasi sekitar 500.000, mengalahkan Konstantinopel sebagai kota terbesar dalam hal jumlah maupun kemakmuran penduduk di Eropa. Dalam dunia Islam, Kordoba merupakan salah satu pusat budaya yang maju. Karya-karya ilmuwan dan filsuf Al-Andalus, seperti Abul Qasim dan Ibnu Rusyd memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan intelektual di Eropa zaman pertengahan.

Orang-orang Muslim dan non-Muslim sering datang dari luar negeri untuk belajar di berbagai perpustakaan dan universitas terkenal di Al-Andalus. Yang paling terkenal adalah Michael Scot, yang menerjemahkan karya-karya Ibnu Rusyd, Ibnu Sina, dan Al-Bitruji dan membawanya ke Italia. Karya-karya ini kemudian memiliki dampak penting dalam berawalnya Renaisans di Eropa.
Bani Abbasiyah atau Kekhalifahan Abbasiyah (Arab: al-Abbāsidīn) adalah kekhalifahan kedua Islam yang berkuasa di Baghdad (sekarang ibu kota Irak). Kekhalifahan ini berkembang pesat dan menjadikan dunia Islam sebagai pusat pengetahuan dengan menerjemahkan dan melanjutkan tradisi keilmuan Yunani dan Persia. Kekhalifahan ini berkuasa setelah merebutnya dari Bani Umayyah dan menundukan semua wilayahnya kecuali Andalusia. Bani Abbasiyah dirujuk kepada keturunan dari paman Nabi Muhammad yang termuda, yaitu Abbas bin Abdul-Muththalib (566-652), oleh karena itu mereka juga termasuk ke dalam Bani Hasyim. Berkuasa mulai tahun 750 dan memindahkan ibukota dari Damaskus ke Baghdad. Berkembang selama dua abad, tetapi pelan-pelan meredup setelah naiknya bangsa Turki yang sebelumnya merupakan bahagian dari tentara kekhalifahan yang mereka bentuk, dan dikenal dengan nama Mamluk. Selama 150 tahun mengambil kekuasaan memintas Iran, kekhalifahan dipaksa untuk menyerahkan kekuasaan kepada dinasti-dinasti setempat, yang sering disebut amir atau sultan. Menyerahkan Andalusia kepada keturunan Bani Umayyah yang melarikan diri, Maghreb dan Ifriqiya kepada Aghlabid dan Fatimiyah. Kejatuhan totalnya pada tahun 1258 disebabkan serangan bangsa Mongol yang dipimpin Hulagu Khan yang menghancurkan Baghdad dan tak menyisakan sedikitpun dari pengetahuan yang dihimpun di perpustakaan Baghdad.

Keturunan dari Bani Abbasiyah termasuk suku al-Abbasi saat ini banyak bertempat tinggal di timur laut Tikrit, Iraq sekarang.
Abul Qasim Khalaf ibn al-Abbas az-Zahrawi (Madinatuz Zahra', 936 - 1013), dikenal di Barat sebagai Abulcasis, adalah salah satu pakar di bidang kedokteran pada masa Islam abad Pertengahan. Karya terkenalnya adalah Al-Tasrif, kumpulan praktek kedokteran yang terdiri atas 30 jilid.

Abul Qasim lahir di Zahra, yang terletak di sekitar Kordoba, Spanyol. Di kalangan bangsa Moor Andalusia, dia dikenal dengan nama "El Zahrawi". Al-Qasim adalah dokter kerajaan pada masa Khalifah Al-Hakam II dari kekhalifahan Umayyah.
Ibnu Rusyd (Ibnu Rushdi, Ibnu Rusyid, 1126 - Marrakesh, Maroko, 10 Desember 1198) dan dalam bahasa Latin disebut Averroes, adalah seorang filsuf dari Spanyol (Andalusia).

Abu Walid Muhammad bin Rusyd lahir di Kordoba (Spanyol) pada tahun 520 Hijriah (1128 Masehi). Ayah dan kakek Ibnu Rusyd adalah hakim-hakim terkenal pada masanya. Ibnu Rusyd kecil sendiri adalah seorang anak yang mempunyai banyak minat dan talenta. Dia mendalami banyak ilmu, seperti kedokteran, hukum, matematika, dan filsafat. Ibnu Rusyd mendalami filsafat dari Abu Ja'far Harun dan Ibnu Baja.

Ibnu Rusyd adalah seorang jenius yang berasal dari Andalusia dengan pengetahuan ensiklopedik. Masa hidupnya sebagian besar diberikan untuk mengabdi sebagai "Kadi" (hakim) dan fisikawan. Di dunia barat, Ibnu Rusyd dikenal sebagai Averroes dan komentator terbesar atas filsafat Aristoteles yang mempengaruhi filsafat Kristen di abad pertengahan, termasuk pemikir semacam St. Thomas Aquinas. Banyak orang mendatangi Ibnu Rusyd untuk mengkonsultasikan masalah kedokteran dan masalah hukum.
Abad Pertengahan adalah periode sejarah di Eropa sejak bersatunya kembali daerah bekas kekuasaan Kekaisaran Romawi Barat di bawah prakarsa raja Charlemagne pada abad 5 hingga munculnya monarkhi-monarkhi nasional, dimulainya penjelajahan samudra, kebangkitan humanisme, serta Reformasi Protestan dengan dimulainya renaisans pada tahun 1517.
Ibnu Sina (980-1037) dikenal juga sebagai Avicenna di Dunia Barat adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan juga dokter kelahiran Persia (sekarang sudah menjadi bagian Uzbekistan). Ia juga seorang penulis yang produktif dimana sebagian besar karyanya adalah tentang filosofi dan pengobatan. Bagi banyak orang, beliau adalah "Bapak Pengobatan Modern" dan masih banyak lagi sebutan baginya yang kebanyakan bersangkutan dengan karya-karyanya di bidang kedokteran. Karyanya yang sangat terkenal adalah Qanun fi Thib yang merupakan rujukan di bidang kedokteran selama berabad-abad.

Ibnu Sina bernama lengkap Abū ‘Alī al-Husayn bin ‘Abdullāh bin Sīnā (Persia: Abu Ali Sina). Ibnu Sina lahir pada 980 di Afsyahnah daerah dekat Bukhara, sekarang wilayah Uzbekistan (kemudian Persia), dan meninggal pada bulan Juni 1037 di Hamadan, Persia (Iran).

Dia adalah pengarang dari 450 buku pada beberapa pokok bahasan besar. Banyak diantaranya memusatkan pada filosofi dan kedokteran. Dia dianggap oleh banyak orang sebagai "bapak kedokteran modern." George Sarton menyebut Ibnu Sina "ilmuwan paling terkenal dari Islam dan salah satu yang paling terkenal pada semua bidang, tempat, dan waktu." pekerjaannya yang paling terkenal adalah The Book of Healing dan The Canon of Medicine, dikenal juga sebagai sebagai Qanun (judul lengkap: Al-Qanun fi At Tibb).
Nuruddin Al-Bithruji (juga ditulis Nuruddin bin Ishaq Al-Bithruji dan Abu Ishaq Al-Bithruji; tulisan lain oleh al Bidrudschi) (diketahui di Barat dengan nama Latin Alpetragius) (meninggal kira-kira 1204 SM) adalah seorang astronom Arab dan filsuf zaman keemasan Islam. Ia lahir di Moroko dan menetap di Sevilla, di Al-Andalus.

Kawah Alpetragius di Bulan dinamai dari namanya.
Renaisans adalah suatu periode sejarah yang mencapai titik puncaknya kurang lebih pada tahun 1500. Perkataan "renaisans" berasal dari bahasa Perancis renaissance yang artinya adalah "Lahir Kembali" atau "Kelahiran Kembali". Yang dimaksudkan biasanya adalah kelahiran kembali budaya klasik terutama budaya Yunani kuno dan budaya Romawi kuno. Namun zaman sekarang hal ini bisa menyangkut segala hal.

Masa ini ditandai oleh kehidupan yang cemerlang di bidang seni, pemikiran maupun kesusastraan yang mengeluarkan Eropa dari kegelapan intelektual abad pertengahan. Masa Renaissance bukan suatu perpanjangan yang berkembang secara alami dari abad pertengahan, melainkan sebuah revolusi budaya, suatu reaksi terhadap kakunya pemikiran serta tradisi Abad pertengahan.



-dipi-
 
Periode Taifa pertama

Spanish_reconquista.gif

Animasi Reconquista, yaitu penaklukkan kerajaan Kristen
terhadap semenanjung Iberia dari tahun ke tahun.


Kekhalifahan Kordoba mengalami kejatuhan dalam perang saudara antara 1009 hingga 1013, dan akhirnya dihapuskan pada 1031. Al-Andalus kini terpecah menjadi banyak kerajaan kecil, yang disebut taifa. Taifa-taifa ini pada umumnya amat lemah sehingga tidak dapat mempertahankan diri menghadapi serangan-serangan dan permintaan upeti dari kerajaan-kerajaan Kristen di daerah utara dan barat, antara lain Kerajaan Navarre, León, Portugal, Kastilia dan Aragon, serta Barcelona. Akhirnya serangan-serangan ini berubah menjadi penaklukan, sehingga taifa-taifa di Al-Andalus meminta bantuan dari dinasti Al-Murabitun (Almoravid) yang berhaluan Islam fundamental di Afrika Utara. Orang-orang Murabitun mengalahkan raja Kastilia Alfonso VI, dalam Pertempuran Zallāqah dan Pertempuran Uclés, dan akhirnya menguasai Al-Andalus.
Murabitun atau Almoravid (dalam Arab al-Murabitun, atau Murabit), adalah dinasti Berber yang berasal dari Sahara dan menyebar di wilayah Afrika Barat-Laut dan semenanjung Iberia selama abad ke-11.

Dibawah dinasti Moor, kekaisaran ini terbentang dari Maroko, Sahara Barat, Gibraltar, Tlemcen (di Aljazair), Senegal, Mali, Spanyol dan Portugal.
Alfonso VI (sebelum Juni 1040 – 1 Juli 1109), dijuluki sang Pemberani, adalah Raja León (1065-1109) dan Raja Kastilia sejak 1072, setelah kematian saudaranya Sancho II. Ia merupakan raja Kastilia pertama dengan nama Alfonso, sehingga kadang-kadang dinamakan Alfonso I dari Kastilia. Pada tahun 1077 ia menyatakan dirinya Imperator totius Hispaniae (Kaisar seluruh Hispania).

Pada tanggal 23 Oktober 1086, ia dikalahkan oleh Yusuf bin Tasyfin dari dinasti Murabitun dalam Pertempuran Zallaqah (Sagrajas). Ia terluka parah pada kakinya akibat pertempuran ini. Putera mahkotanya Sancho, terbunuh dalam pertempuran Ucles di tahun 1108. Ia meninggal satu tahun kemudian, dan digantikan oleh puterinya Urraca.
Pertempuran Zallaqah (23 Oktober 1086), disebut juga Pertempuran Sagrajas, merupakan sebuah pertempuran antara dinasti Murabitun (Almoravid) pimpinan Yusuf bin Tasyfin dan Raja Kastilia Alfonso VI. Tempat pertempuran ini disebut Az-Zallaqah (tanah yang licin) karena diceritakan licinnya medan pertempuran akibat banyaknya pertumpahan darah.

Sebelumnya, penguasa Islam di Al-Andalus merasa terdesak oleh serangan yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan Kristen di Iberia Utara. Lalu tiga pemimpin Andalus (Muhammad bin Abbad Al-Mu'tamid dan lainnya) meminta bantuan kepada Yusuf bin Tasyfin yang berkuasa di Maroko, Afrika Utara. Yusuf menerima panggilan ini dan menyeberang ke Andalus bersama 7.000 prajurit Murabitun. Yusuf dan tentara Murabitun-nya lalu mengumpulkan serdadu dari seluruh Al-Andalus dan jumlah tentaranya mencapai 30.000. Ia bergerak dengan tentaranya ke utara hingga mencapai Az-Zallaqah. Pemimpin Kristen, Raja Alfonso VI dari Kastilia mencapai medan pertempuran dengan 60.000 pasukan (atau 14.000 menurut perkiraan modern).

Sebelum pertempuran, kedua pemimpin ini saling mengirim pesan. Yusuf menawarkan tiga pilihan kepada Alfonso, masuk Islam, membayar jizyah, atau bertempur. Alfonso memilih bertempur melawan tentara Murabitun, dan menyerang pasukan Yusuf pada saat fajar. Yusuf membagi tentaranya menjadi tiga divisi (kelompok). Divisi pertama dipimpin Muhammad bin Abbad Al-Mu'tamid, terdiri dari 15.000 tentara, divisi kedua dipimpin Yusuf bin Tasyfin sendiri, berkekuatan 11.000 orang, dan divisi ketiga merupakan kelompok serdadu Afrika berkulit hitam, bersenjatakan pedang India serta lembing. Awalnya pasukan Al-Mu'tamid bertempur sendirian melawan Alfonso VI, lalu selepas siang Yusuf dan pasukannya ikut menyerang dan mengepung Alfonso VI dan pasukannya. Pasukan Alfonso panik dan mulai kehilangan posisinya, lalu Yusuf memerintahkan divisi ketiga untuk ikut menyerang dan menyelesaikan pertempuran. Menurut sumber asli pertempuran, korban dari pihak Alfonso amat besar (lebih dari 59.500 tewas). Hanya 100 kesatria yang berhasil kembali ke Kastilia, termasuk Alfonso VI sendiri yang kehilangan salah satu kakinya.

Namun perkiraan modern menyebutkan tentara Kastilia pimpinan Alfonso VI berjumlah 14.000 orang, termasuk 2.000 kesatria berkuda, dan paling kurang setengahnya hancur. Raja yang terluka, beserta bangsawan-bangsawan lainnya banyak yang tidak terbunuh. Bangsawan yang terbunuh antara lain Count Rodrigo Muñoz dan Count Vela Oveguez. Sedangkan korban di pihak Murabitun juga cukup banyak, khususnya pasukan Daud bin Aisa, yang kampnya diserang pada awal pertempuran, serta pasukan gubernur Badajoz, Al-Mutawakkil bin Al-Aftas. Gubernur Sevilla Abbad Al-Mu'tamid sendiri terluka pada awal pertempuran namun keberaniannya memberikan semangat bagi pasukan Andalus, yang awalnya diserang oleh pasukan Kastilia pimpinan Alvar Fañez. Diantara korban di pihak Muslima adalah imam terkenal dari Kordoba Abul Abbas Ahmad bin Rumaila.

Diceritakan semangat Yusuf bin Tasyfin dipatahkan oleh banyaknya korban dalam pertempuran ini, dan juga putra mahkotanya meninggal beberapa saat setelahnya, sehingga ia kembali ke Afrika, dan Kastilia tidak kehilangan banyak wilayah walaupun pasukannya dihancurkan dalam pertempuran ini.
Pertempuran Uclés terjadi pada 29 Mei 1108 antara Kerajaan Kastilia dan dinasti Muslim Murabitun (Almoravid) di Spanyol.

Pada awal Mei 1108, pasukan Murabitun pimpinan Abu Tahir Tamim bin Yusuf, gubernur Granada, bergerak ke arah bagian timur dari kerajaan Castile. Pasukan ini diikuti juga oleh tentara dari Kordoba, Valencia dan Murcia, dan pada 27 Mei tiba di benteng Kastilia yang penting, Uclés. Mereka berhasil mengalahkan pertahanan luar dari benteng tersebut, namun gagal merebutnya. Raja Kastilia Alfonso VI, 77 tahun dan menderita luka-luka, tidak mampu memimpin tentara untuk menghadapi pasukan Tamim bin Yusuf. Ia menyerahkan pasukannya kepada anaknya Sancho, 15 tahun walaupun Count Alvar Fañez-lah yang sebenarnya memegang komando. Pasukan ini mencapai Uclés pada 28 Mei, dan keesokan harinya kedua pasukan bersiap untuk bertempur.

Tamim bin Yusuf menempatkan pasukan Kordoba di garis depan, dibantu pasukan Murcia pimpinan Muhammad bin Aisa dan Valencia (Abdullah bin Fatimah) di kedua sayapnya. Tamim sendiri memimpin pasukan Granada, yang ditempatkan di garis kedua. Sancho muda tidak diberi nasihat dengan baik oleh penasihatnya Garcia Ordoñez and Alvar Fañez, dan pasukan kesatria berkuda inti Kastilia langsung menyerbu garis depan Murabitun, tanpa bantuan infanteri. Pasukan Kordoba di garis depan menderita korban yang besar dan kehilangan posisinya, namun pasukan Murcia dan Valencia maju dari kedua sayap, membubarkan infanteri Kastilia yang sedang bersiap di kamp. Pasukan ini kemudian menyerang kesatria berkuda Kastilia dari belakang, yang saat itu telah bertempur dengan pasukan utama Granada. Diserang dari kedua sisi, kesatria Kastilia hampir dimusnahkan; banyak yang tewas karena mencoba melindungi Sancho, yang kehilangan kudanya. Akhirnya 7 orang kesatria berhasil melepaskan diri dari kepungan, dan membawa Sancho ke tempat sementara yang aman di kastil Belinchon, sekitar 20 km dari medan pertempuran. Kelompok kecil lainnya pimpinan Alvar Fañez juga melepaskan diri dan lari ke Toledo.

Sementara itu di medan pertempuran imam terkemuka Al-Yazuli terbunuh, yang menyebabkan kemarahan pasukan Muslim, dan kepala 3000 orang Kastilia termasuk Count Garcia Ordoñez ditumpuk tinggi-tinggi, untuk mengancam kastil Uclés agar menyerah. Ketika berita mengenai kekalahan ini mencapai kastil Belincon, bangsawan Mudejar yang menguasai kastil tersebut memerintahkan eksekusi Sancho dan ketujuh kesatrianya, dan membukakan gerbang bagi tentara Murabitun.

Namun setelah pertempuran ini Tamim bin Yusuf gagal maju lebih jauh lagi, hanya dapat merebut Huete, Ocaña dan beberapa benteng kecil. Terpukul oleh terbunuhnya anaknya, Raja Alfonso VI meninggal satu tahun kemudian.



-dipi-
 
Murabitun, Muwahidun, dan Banu Marin

Pada 1086, pemimipin Murabitun di Maroko Yusuf bin Tasyfin diundang oleh para bangsawan Muslim di Iberia untuk mempertahankan Iberia dari Alfonso VI, raja Kastilia dan León. Pada tahun itu juga Yusuf menyeberangi selat Gibraltar menuju Algeciras, dan mengalahkan kaum Kristen dengan telak dalam pertempuran Zallāqah. Pada 1094, Yusuf bin Tasyfin menghapuskan kekuasaan dari semua penguasa-penguasa kecil Islam di Iberia, dan mengambil alih semua daerah mereka, kecuali Zaragoza. Ia juga merebut Valencia dari tangan umat Kristen. Pada 1147, kekuasaan kaum Murabitun digantikan oleh kaum Muwahidun (Almohad), yang juga berasal dari suku Berber. Penguasa Muwahidun memindahkan ibukota Al-Andalus ke Sevilla pada 1170, dan mengalahkan raja Kastilia Alfonso VIII dalam Pertempuran Alarcos (1195). Namun pada 1212 gabungan Kerajaan Kristen Kastilia, Navarra, Aragon, dan Portugal mengalahkan kaum Muwahidun pada Pertempuran Las Navas de Tolosa, dan memaksa sultan Muwahidun meninggalkan Iberia. Umat Islam di Iberia kembali terpecah dalam taifa-taifa yang lemah, dan dengan cepat ditaklukkan oleh Portugal, Kastilia dan Aragon. Setelah jatuhnya Murcia (1243) dan Algarve (1249), hanya Granada pimpinan Banu Nasri-lah negara Islam yang tersisa, namun hanya sebagai negara bawahan yang membayar upeti kepada Kerajaan Kastilia. Upeti ini berupa emas dari daerah yang sekarang bernama Mali dan Burkina Faso, yang dibawa melalui jalur perdagangan di gurun Sahara.
Muwahidun, atau disebut juga Dinasti Almohad (dari Arab al-Muwahhidun), adalah dinasti Berber Muslim yang didirikan pada abad ke-12, dan menguasai seluruh Afrika utara sampai Libya, dan juga Al-Andalus.
Pertempuran Alarcos (18 Juli 1195), adalah pertempuran persekutuan antara Muwahidun (Almohad) pimpinan Khalifah Abu Yusuf Ya'qub Al-Mansur dengan beberapa kavaleri Kastilia pimpinan Pedro Fernández de Castro melawan Raja Kastilia Alfonso VIII. Perang ini terjadi di dekat Alarcos (Al-Arak dalam Bahasa Arab), di batas selatan Kerajaan Kastilia kala itu. Dalam pertempuran ini pasukan Yaqub Al-Mansur berhasil mengalahkan Alfonso, dan tentara Kastilia berhasil dihancurkan. Menurut berbagai sumber korban di pihak Kastilia mencapai 250.000 orang, termasuk para kesatria, bangsawan dan uskup, sehingga pertempuran ini disebut Bencana Alarcos oleh pihak Kastilia dan Pertempuran Darah oleh pihak Muwahidun.

Kekalahan dalam pertempuran ini menyebabkan ketidakstabilan di Kerajaan Kastilia. Kastil-kastil di dekat Alarcos semuanya menyerah atau dikosongkan: Malagón, Benavente, Calatrava, Caracuel dan Torre de Guadalferza, dan jalan ke ibukota Kastilia Toledo terbuka lebar. Untungnya bagi pihak Kristen Kastilia, Abu Yusuf kembali ke Sevilla untuk memperbaiki kerugian yang ia derita dalam pertempuran ini; dan disana ia digelari Al-Mansur Billah ("yang menang karena Allah"). Dalam dua tahun berikutnya, pasukan Al-Mansur mengalahkan Kastilia di Extremadura, lembah Tagus, La Mancha, dan bahkan di sekitar Toledo sendiri; lalu mereka bergerak ke Montánchez, Trujillo, Plasencia, Talavera, Escalona and Maqueda. Beberapa dari ekspedisi-ekspedisi ini dipimpin oleh Pedro Fernández de Castro, kesatria Kastilia yang berseteru dengan Alfonso VIII. Lebih buruk lagi, diplomasi Muwahidun berhasil membentuk persekutuan dengan Raja Alfonso IX dari León (yang marah karena Kastilia tidak menunggunya sebelum pertempuran Alarcos), dan membujuk Navarra untuk netral dalam peperangan ini.
Pertempuran Las Navas de Tolosa (Spanyol: Batalla de Las Navas de Tolosa); terjadi pada 16 Juli 1212 adalah pertempuran yang dianggap sebagai titik balik sejarah Semenanjung Iberia di Abad Pertengahan. Pasukan Alfonso VII dari Kastilia bergabung dengan saingan-saingan Kristennya, Sancho VII dari Navarra dan Pedro II dari Aragon melawan pasukan Muslim Berber dipimpin Muhammad An-Nasir dari dinasti Muwahidun, yang berkuasa di Maroko dan selatan Semenanjung Iberia.

Pertempuran ini mempercepat kemunduran dinasti Muwahidun baik di Iberia maupun Afrika, melemahkan kekuasaan umat Islam, dan memberikan momentum bagi Reconquista umat Kristen di Iberia.
Banu Nashri atau Dinasti Nashri adalah dinasti penguasa Islam terakhir di Spanyol. Dinasti ini memperoleh kekuasaan setelah kekalahan dinasti Muwahidun dalam Pertempuran Las Navas de Tolosa (1212). Dinasti ini memerintah dari Granada, Al-Andalus, dan didirikan pada 1232 oleh Muhammad I bin Nashri. Banu Nashri berkuasa sebagai negara bawahan yang membayar upeti kepada Kerajaan Kastilia. Kekuasaan Banu Nasri berakhir pada 2 Januari 1492, saat Sultan Muhammad XII (Boabdil) menyerah kepada Kerajaan Kristen Spanyol, dipimpin oleh Penguasa Katolik Raja Fernando II dan Ratu Isabel.

Pada abad ke-14, dinasti Islam Banu Marin (Marinid) di Maroko mengalami kemajuan dan mengancam kerajaan-kerajaan Kristen di Iberia. Banu Marin kemudian mengambil alih Granada dan menduduki kota-kotanya, seperti Algeciras. Namun, mereka gagal merebut Tarifa, yang bertahan dari serangan Banu Marin hingga kedatangan Tentara Kastilia pimpinan Raja Alfonso XI. Alfonso XI, dibantu Afonso IV dari Portugal dan Pedro IV dari Aragon, mengalahkan Banu Marin pada Pertempuran Rio Salado (1340) dan merebut Algeciras (1344). Alfonso XI juga mengepung Gibraltar, yang saat itu dikuasai Granada, selama 1349-1350, namun Alfonso XI dan sebagian besar pasukannya dibinasakan oleh wabah Kematian Hitam di tahun 1350. Penggantinya, Pedro dari Kastilia (Peter si Kejam), memutuskan berdamai dengan umat Islam dan berperang melawan kerajaan-kerajaan Kristen yang lain. Peristiwa ini menandai dimulainya 150 tahun pemberontakan dan perang saudara umat Kristen di Eropa, yang mengamankan keberadaan Granada.
Banu Marin (atau Dinasti Marinid atau Benemerine) dibentuk pada tahun 1244 dan berpusat di Maroko. Mereka menggantikan Muwahidun dalam menguasai daerah Maghreb dari pertengahan tahun 1300-an sampai abad ke-15, dan juga mendukung Kerajaan Granada, di Al-Andalus, pada abad ke-13 dan ke-14. Benteng terakhir Marinid di Spanyol jatuh ketangan Kastilia tahun 1344, dan mereka digantikan oleh dinasti Hafsid tahun 1465.
Pertempuran Río Salado (30 Oktober 1340), adalah pertempuran antara gabungan pasukan Portugal pimpinan Afonso IV dan pasukan Kastilia pimpinan Alfonso XI melawan pasukan Banu Marin pimpinan Abul Hasan Ali serta pasukan Banu Nasri pimpinan Yusuf I.

Setelah kekalahannya dalam Pertempuran Teba di 1330, sultan Banu Nasri di Granada Muhammad IV meminta pertolongan kepada Abul Hasan dari Banu Marin yang berkuasa di Maroko. Abul Hasan mengirim sepasukan armada dan tentara yang mendarat di Algeciras tahun 1333. Pasukan ini diutus untuk menolong Muhammad merebut Gibraltar dari tangan Kastilia, yang akhirnya berhasil direbut setelah 2 bulan. Mereka kemudian melanjutkan peperangan untuk mengembalikan wilayah-wilayah Granada. Sementara itu di Maroko, Abul Hasan mengumpulkan sepasukan tentara yang besar untuk menyerang Kastilia, dengan tujuan merebut kembali daerah yang direbut orang-orang Kristen dalam abad sebelumnya.

Serangan ini merupakan upaya terakhir dari Banu Marin untuk mendirikan pusat kekuatan di Semenanjung Iberia. Pasukan Banu Marin mengalahkan armada Kristen dalam Pertempuran Gibraltar, mendarat di Iberia dan maju ke Sungai Salado dekat Tarifa. Disini mereka bertemu dengan pasukan Kristen, dan mengalami kekalahan besar, terutama disebabkan oleh bantuan Raja Afonso IV dari Portugis kepada kerajaan Kastilia.

Setelah pertempuran ini, tak ada lagi serangan besar-besaran pasukan Islam ke Iberia. Perang dengan Banu Nasri di Granada berlanjut hingga 10 tahun selanjutnya, dimana Alfonso XI hanya merebut sedikit wilayah di bagian barat Granada. Namun yang terpenting, kota Algeciras, pangkalan Banu Marin di Iberia akhirnya direbut oleh Alfonso XI pada tahun 1344 setelah dua tahun pengepungan. Pengepungan Algeciras sendiri dibantu oleh banyak sukarelawan dari seluruh Eropa, dikarenakan publikasi luas dari Alfonso. Sekalipun begitu Gibraltar tidak berhasil direbut oleh Alfonso XI. Perjanjian perdamaian akhirnya dicapai pada 1350.
Kematian Hitam, disebut juga Wabah Hitam atau sering dikenal dengan sebutan penyakit Pes, adalah suatu pandemi hebat yang pertama kali melanda Eropa pada pertengahan hingga akhir abad ke-14 (1347 – 1351) dan membunuh sepertiga hingga dua pertiga populasi Eropa. Pada saat yang hampir bersamaan, terjadi pula epidemi pada sebagian besar Asia dan Timur Tengah, yang menunjukkan bahwa peristiwa di Eropa sebenarnya merupakan bagian dari pandemi multi-regional. Jika termasuk Timur Tengah, India, dan Tiongkok, Kematian Hitam telah merenggut sedikitnya 75 juta nyawa. Penyakit yang sama diduga kembali melanda Eropa pada setiap generasi dengan perbedaan intensitas dan tingkat fatalitas yang berbeda hingga dasawarsa 1700-an. Beberapa wabah penting yang muncul kemudian antara lain Wabah Italia (1629 – 1631), Wabah Besar London (1665 – 1666), Wabah Besar Wina (1679), Wabah Besar Marseille (1720 – 1722), serta wabah pada tahun 1771 di Moskwa. Penyakit ini berhasil dimusnahkan di Eropa pada awal abad ke-19, tapi masih berlanjut pada bagian lain dunia (Afrika Tengah dan Oriental, Madagaskar, Asia, beberapa bagian Amerika Selatan).

Kematian Hitam menimbulkan akibat drastis terhadap populasi Eropa, serta merubah struktur sosial Eropa. Wabah ini memberi pukulan serius terhadap Gereja Katolik Roma, institusi keagamaan paling berpengaruh pada saat itu, serta mengakibatkan perburuan dan pembunuhan terhadap kaum minoritas seperti Yahudi, Muslim, pendatang, pengemis, serta penderita lepra. Ketidakpastian untuk tetap bertahan hidup menciptakan suatu kecenderungan yang tak sehat pada masyarakat untuk hidup hanya untuk hari ini, seperti digambarkan oleh Giovanni Boccaccio pada The Decameron (1353).

Kejadian awal di Eropa awalnya disebut sebagai "Mortalitas Besar" (Great Mortality) oleh para penulis kontemporer. Nama "Kematian Hitam" umumnya dianggap berasal dari gejala khas dari penyakit ini, yang disebut acral necrosis, di mana kulit penderita menjadi menghitam karena pendarahan subdermal. Catatan sejarah telah membuat sebagian besar ilmuwan meyakini bahwa Kematian Hitam adalah suatu serangan wabah bubonik yang disebabkan bakteri Yersinia pestis dan disebarkan oleh lalat dengan bantuan hewan seperti tikus hitam (Rattus rattus), walaupun ada juga kalangan yang menyangsikan kebenaran hal ini.


-dipi-
 
Keamiran Granada

Setelah perjanjian perdamaian dengan Raja Pedro dari Kastilia, Granada menjadi sebuah negara yang aman merdeka hingga hampir 150 tahun berikutnya. Umat Islam diberi kemerdekaan, kebebasan bergerak dan beragama, dan dibebaskan dari upeti selama 3-tahun. Setelah tiga tahun, umat Islam diharuskan membayar upeti tidak lebih dari yang diharuskan sebelumnya pada masa Banu Nasri.

Pada 1469, terjadi pernikahan antara Raja Ferdinand II dari Aragon dan Ratu Isabella dari Kastilia yang mengisyaratkan serangan terhadap Granada, yang direncanakan secara hati-hati dan didanai dengan baik. Ferdinand dan Isabella kemudian meyakinkan Paus Siktus IV untuk menyatakan perang mereka sebagai perang suci. Mereka mengalahkan satu persatu perlawanan umat Islam dan akhirnya pengepungan tersebut berakhir saat Sultan Granada Muhammad Abu Abdullah (Boabdil) menyerahkan istana dan benteng Granada, Alhambra kepada kekuasaan Kristen, dan menandai berakhirnya kekuasaan Islam di Iberia.
Abu Abdullah Muhammad XII (Latinisasi: Boabdil, 1460? - 1533) adalah sultan Moor terakhir di Granada, Al-Andalus (dinasti Bani Nasri). Oleh orang-orang Spanyol ia dijuluki el chico, si kecil, dan el zogoybi, si malang. Ia menggantikan ayahnya Maula Abu Hasan, diusir dari Granada. Saat berkuasa, ia menyerang Kastilia, namun ditangkap di Lucena pada 1483. Ia lalu dibebaskan dengan syarat menjadi bawahan dari penguasa Kristen Spanyol Ferdinand II dari Aragon dan Isabella dari Kastilia, dan membayar upeti.

Pada 1489, Muhammad XII diperintahkan oleh Ferdinand dan Isabella untuk menyerahkan Granada. Ia menolak dan Granada segera dikepung oleh tentara Kastilia. Pada 2 Januari 1492, Granada dikalahkan dan Muhammad XII menyerah. Jatuhnya Granada menandai berakhirnya kekuasaan Islam di Al-Andalus. Muhammad XII lalu diasingkan ke Alpujarras. Ia lalu pindah ke Fez, Maroko, dan meninggal di tahun 1533.
Alhambra (bahasa Arab: Al-Ħamrā'; berarti "merah") adalah nama sebuah kompleks istana sekaligus benteng yang megah dari kekhalifahan bani ummayyah di Granada, Spanyol bagian selatan (dikenal dengan sebutan Al-Andalus ketika benteng ini didirikan), yang mencakup wilayah perbukitan di batas kota Granada. Istana ini dibangun sebagai tempat tinggal khalifah beserta para pembesarnya.


-dipi-
 
Keadaan Sosial Masyarakat

Masyarakat Al-Andalus terdiri dari tiga kelompok utama berdasarkan agama: Muslim, Kristen, dan Yahudi. Dalam tiap-tiap kota, komunitas-komunitas ini tinggal di daerah yang berbeda. Umat Islam sendiri, walaupun disatukan oleh agama yang sama, kadang terbagi-bagi menurut etnis, terutama perbedaan antara orang Arab dan orang Berber. Orang-orang Arab tinggal di bagian selatan dan di Lembah Ebro di timur laut, sedangkan orang-orang Berber tinggal di daerah pegunungan yang sekarang berada di utara Portugal, dan di Meseta Central. Muzarab (atau Mozarab/Musta'rib) adalah orang Kristen yang hidup dalam kekuasaan Islam di Al-Andalus dan mengikuti banyak adat, kesenian, dan kata-kata dari bahasa Arab, namun masih memelihara tradisi dan ibadah Kristen mereka dan bahasa turunan Latin yang mereka miliki, disebut Bahasa Muzarab.

Orang-orang Yahudi biasanya bekerja sebagai pedagang, pemungut pajak, dokter atau duta besar. Pada akhir abad ke-15 terdapat sekitar 50.000 Yahudi di Granada dan 100.000 di seluruh Al-Andalus.

Muslim dan Non-Muslim di Al-Andalus

Perlakuan terhadap non-Muslim

Perlakuan terhadap non-Muslim di Al-Andalus merupakan bahan diskusi dan perdebatan di antara para ahli dan para pengamat, terutama mereka yang tertarik dengan keberadaan bersama umat Muslim dan non-Muslim di dunia modern. Kaum non-muslim di Al-Andalus, seperti Kristen dan Yahudi, dalam hukum Islam merupakan dzimmi, yang bebas menjalankan ajaran agamanya, tidak didorong untuk masuk Islam, namun membayar pajak yang disebut jizyah. Para ahli berpendapat bahwa agama minoritas (termasuk Yahudi) di Al-Andalus yang dikuasai umat Islam diperlakukan jauh lebih baik daripada di daerah Eropa Barat yang dikuasai Kristen, dan mereka hidup dalam "masa keemasan" toleransi, saling menghormati dan keharmonisan antarumat beragama.

Al-Andalus merupakan pusat kunci peradaban Yahudi pada Abad Pertengahan, dan menghasilkan ilmuwan-ilmuwan ternama, seperti Maimonides, rabbi, filsuf, dan dokter yang menjadi ikon masa keemasan Yahudi di Al-Andalus. Masyarakat Yahudi di Al-Andalus juga merupakan salah satu masyarakat Yahudi yang paling stabil dan paling makmur. Sedangkan umat Kristen di Al-Andalus disebut kaum Muzarab. Kaum Muzarab merupakan keturunan orang Kristen terdahulu di Spanyol yang tetap memeluk Kristen namun mengadopsi budaya Arab. Bahasa mereka, Bahasa Muzarab, merupakan bahasa Roman yang dipengaruhi oleh bahasa Arab dan dituliskan dalam abjad Arab.

Maria Rosa Menocal, spesialis sastra Iberia di Universitas Yale, berpendapat bahwa "toleransi merupakan aspek melekat pada masyarakat Andalus". Dalam bukunya The Ornament of the World (2003), Menocal berpendapat bahwa sebagai dzimmi, agama minoritas di Al-Andalus diberikan hak yang lebih terbatas daripada umat Muslim, namun masih lebih baik daripada di daerah Eropa yang dikuasai Kristen. Orang-orang Yahudi dan sekte-sekte Kristen yang dianggap terlarang datang dari seluruh Eropa ke Al-Andalus, tempat mereka menerima toleransi.

Bernard Lewis memiliki pandangan yang berbeda, dan berpendapat bahwa "klaim toleransi yang sekarang banyak didengar dari apologis Muslim, dan khususnya apologis untuk Islam, merupakan hal baru dan tidak diketahui asal-usulnya." Lewis menolak bahwa Muslim dan non-Muslim diberikan perlakuan sama di masa lalu. Ia juga mengatakan "bagaimana mungkin orang yang memeluk agama yang benar dan orang yang menolaknya dipelakukan sama? Ini merupakan hal yang mustahil secara teologi maupun logika".


-dipi-
 
Naik turunnya kekuasaan Islam

Penguasa Al-Andalus memperlakukan non-Muslim berbeda-beda sepanjang waktu. Salah satu periode toleransi adalah masa kekuasaan Abdurrahman III dan Al-Hakam II, ketika Yahudi Al-Andalus mengalami kemakmuran, mencurahkan hidupnya untuk melayani Kekhalifahan Kordoba, mempelajari sains, perdagangan, dan industri, terutama perdagangan sutera dan budak, yang ikut memakmurkan negeri Al-Andalus. Al-Andalus menjadi suaka bagi kaum Yahudi yang teraniaya di negeri-negeri lain.

Orang-orang Kristen di Al-Andalus, dipicu oleh contoh dari umat Kristen lain di sepanjang perbatasan Al-Andalus kadang kala menegaskan klaim-klaim Agama Kristen, dan dengan sengaja mencari kemartiran, bahkan selama masa-masa toleransi. Misalnya, 48 orang Kristen Kordoba melakukan penghinaan terhadap agama Islam, dan akhirnya dipenggal. Mereka sengaja melakukan tersebut agar mati sebagai martir, dan mereka dikenal sebagai Martir Kordoba. Beberapa orang dari generasi berikutnya-pun meneruskan hal ini, dan mereka sepenuhnya tahu apa nasib yang menimpa pendahulu mereka.

Setelah kematian Al-Hakam pada 976, situasi mulai memburuk bagi non-Muslim pada umumnya. Hampir 100 tahun berikutnya, pada 30 Desember 1066, peristiwa penganiayaan pertama terjadi ketika kaum Yahudi diusir dan ratusan keluarga dibunuh karena tidak mau meninggalkan Granada, dan kerusuhan setelahnya menewaskan sekitar 3.000 orang. Penganiayaan terhadap Yahudi juga terjadi sesekali pada masa Murabitun dan Muwahidun, tapi sumber yang ada amat sedikit dan tidak memberikan gambaran yang jelas mengenai hal ini.

Saat terjadi kekerasan terhadap non-Muslim, banyak ilmuwan Yahudi dan bahkan Muslim yang meninggalkan daerah kekuasaan Muslim menuju Toledo, yang lebih memiliki toleransi dan telah dikuasai oleh pasukan Kristen. Sekitar 40,000 Yahudi bergabung dengan pasukan Kristen, dan sisanya bergabung dengan pasukan Murabitun menghadapi raja Alfonso VI dari Kastilia.

Penguasa Muwahidun yang mengambil alih kekuasaan Murabitun pada 1147, lebih fundamentalis dari Murabitun, dan memperlakukan non-Muslim dengan keras. Takut akan kematian atau paksaan pindah agama, banyak orang Yahudi yang pindah ke daerah Muslim yang lebih toleran di Selatan dan Timur, atau ke daerah Kristen di Utara. Keluarga Maimonides sendiri pindah ke daerah Muslim yang lebih toleran. Namun, penguasa Muwahidun juga mendorong perkembangan seni dan tulisan, menghasilkan diantaranya Ibnu Tufail, Ibnu Araby, dan Ibnu Rusyd.
Martir Kordoba adalah hagiografi mengenai 48 orang martir dalam agama Kristen di Kordoba, Kordoba, yang menjelaskan rincian dari eksekusi mereka oleh penguasa Islam di Al-Andalus. Para martir Kordoba adalah santo-santo baru yang terpenting dalam agama Kristen abad ke-9. Eksekusi-eksekusi ini terjadi antara tahun 850 hingga 859, diantaranya adalah eksekusi Eulogius dari Kordoba pada 11 Maret 859. Kebanyakan dari para martir Kristen ini mengundang hukuman mati dengan sengaja menyumpahi Muhammad dan mengeluarkan pernyataan yang menghina Islam. Walaupun sebagian umat Kristen Iberia saat itu memuji para korban eksekusi sebagai martir, sebagian lainnya menyalahkan perbuatan mereka telah menyebabkan penguasa Islam mencurigai seluruh komunitas Kristen.


-dipi-
 
Kebudayaan

C.W. Previte-Orton menulis dalam Cambridge Medieval History, "Peradaban Saracen yang brilian di Spanyol Islam membuat orang-orang Moor, bahkan dalam kemudurannya dibawah Reyes de Taifas, sebagai orang-orang paling beradab di Barat."

Banyak suku, agama, dan ras hidup bersama-sama di Al-Andalus, dan masing-masing menyumbang terhadap kemajuan intelektual di Andalus. Buku-buku jauh lebih tersebar luas di Al-Andalus dibanding di negara lainnya di Barat. Sejarah intelektual Al-Andalus terlihat dari hasilnya berupa banyaknya ilmuwan Islam dan Yahudi.

Kemajuan intelektual Al-Andalus bermula dari perseturuan intelektual antara Bani Umayyah yang menguasai Al-Andalus, dengan Bani Abbasiyah yang berkuasa di Timur Tengah. Penguasa Umayyah berusaha memperbanyak perpustakaan dan lembaga pendidikan di kota-kota Al-Andalus seperti Kordoba, untuk mengalahkan ibukota Abbasiyah Baghdad. Walaupun Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah saling bersaing, kedua kekhalifahan ini mengizinkan perjalanan antara kedua kekhalifahan ini dengan bebas, yang membantu penyebaran dan pertukaran ide serta inovasi dari waktu ke waktu.

Pada abad ke-10, kota Kordoba memiliki 700 masjid, 60.000 istana, dan 70 perpustakaan, dan salah satu perpustakaan yang terbesar memiliki hingga 500.000 naskah. Sebagai perbandingan, perpustakaan terbesar di Eropa Kristen saat itu memiliki tak lebih dari 400 naskah, bahkan pada abad ke-14 Universitas Paris baru memiliki sekitar 2.000 buku. Perpustakaan, penyalin, penjual buku, pembuat kertas, dan sekolah-sekolah di seluruh Al-Andalus menerbitkan sebanyak 60.000 buku tiap tahunnya, termasuk risalah, puisi, polemik dan antologi. Sebagai perbandingan, Spanyol modern menerbitkan rata-rata 46.300 buku tiap tahunnya, menurut UNESCO.

Filosofi

Filosofi Islam Andalus

Sejarawan Said Al-Andalusi menulis bahwa Khalifah Abdurrahman III (912-961) mengumpulkan sejumlah besar buku dan memberikan perlindungan bagi para ilmuwan yang mempelajari kedokteran dan "ilmu-ilmu kuno". Penggantinya Khalifah Al-Hakam II (Al-Mustansir), membangun sebuah universitas dan sejumlah perpustakaan di Kordoba. Kordoba menjadi salah satu pusat pembelajaran kedokteran dan filosofi terkemuka di dunia.

Namun ketika anak Al-Hakam II Hisyam II naik takhta (976), kekuasaan yang sebenarnya berada di tangan Al-Mansur bin Abi Amir. Ia merupakan tokoh agama yang tidak menyukai ilmu pengetahuan, sehingga banyak buku yang dikumpulkan dengan susah payah oleh Al-Hakam II dibakar di depan umum. Setelah kematian Al-Mansur pada 1002, filosofi di Al-Andalus bangkit kembali. Sejumlah cendikiawan terkenal bermunculan, termasuk Maslamah Al-Majriti (?-1008), seorang petualang berani yang menjelajahi daerah-daerah Islam dan daerah lain, dan tergabung dalam organisasi Ikhwan As-Shafa. Al-Majriti membantu penerjemahan karya Ptolemeus Almagest, membuat dan memperbaiki berbagai tabel astronomi, dan mempelopori geodesi serta triangulasi.

Murid Al-Majriti yang terkenal adalah Abu Hakam Al-Kirmani, yang kemudian menjadi guru bagi filsuf dan dokter terkemuka Ibnu Bajjah (Avempace).
Abul Qasim Maslamah bin Ahmad Al-Majriti (Arab: Al-Majriti berarti "dari Madrid"; lahir Madrid – meninggal 1008 atau 1007 M), adalah seorang astronom, alkimiawan, matematikawan, dan ulama Arab Islam dari Al-Andalus (Spanyol yang dikuasai Islam). Ia juga ikut serta dalam penerjemahan Planispherium karya Ptolemeus, memperbaiki terjemahan Almagest, memperbaiki tabel astronomi dari Al-Khwarizmi, menyusun tabel konversi kalender Persia ke kalender Hijriah, serta mempelopori teknik-teknik geodesi dan triangulasi. Ia juga ditulis sebagai salah satu penulis Ensiklopedia Ikhwan As-Shafa, tapi kecil kemungkinan bahwa ia benar-benar salah satu penulisnya.
Ikhwan As-Shafa (terjemahan: Persaudaraan Kemurnian) adalah sebuag organisasi rahasia yang aneh dan misterius yang terdiri dari para filsuf Arab Muslim, yang berpusat di Basra, Irak -yang saat itu merupakan ibukota Kekhalifahan Abassiyah- di sekitar abad ke-10 Masehi.

Ajaran dan filosofi mereka dijelaskan secara terperinci dalam Ensiklopedia Ikhwan As-Shafa (Bahasa Arab: Rasa'il Ikhwan al-safa'), sebuah ikhtisar dari 52 epistel, yang nantinya akan mempengaruhi ensiklopedia-ensiklopedia lain. Banyak cendekiawan Barat dan Islam yang berusaha menyelidiki identitas dari anggota persaudaraan ini, dan kapan mereka aktif.
Abul Hakam Umar bin Abdurrahman bin Ahmad bin Ali Al-Kirmani adalah cendekiawan besar abad ke-12 dari Kordoba, Al-Andalus. Ia adalah murid dari Maslamah Al-Majriti. Ia mempelajari dan berkarya di bidang bidang geometri dan logika. Menurut muridnya Al-Husain bin Muhammad Al-Husain bin Hayy Al-Tajibi, "tak ada yang sepandai Al-Kirmani dalam memahami geometri atau jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya yang tersulit, dan dalam mempertunjukkan seluruh bagian dan bentuknya." Ia lalu pindah ke Harran, Al-Jazirah (sekarang terletak di Turki). Disana ia mempelajari geometri dan kedokteran. Ia lalu kembali ke Al-Andalus dan tinggal di Sarqasta (Zaragoza). Ia diketahui menjalankan praktek bedah seperti amputasi dan kauterisasi.
Ibnu Bajjah atau lengkapnya Abu Bakar Muhammad bin Yahya bin ash-Shayigh merupakan filsuf dan dokter Muslim Andalusia yang dikenal di Barat dengan nama Latinnya, Avempace. Ia lahir di Saragossa di tempat yang kini bernama Spanyol dan meninggal di Fez pada 1138.

Pemikirannya memiliki pengaruh yang jelas pada Ibnu Rushdi dan The Great Albert. Kebanyakan buku dan tulisannya tidak lengkap (atau teratur baik) karena kematiannya yang cepat. Ia memiliki pengetahuan yang luas pada kedokteran, Matematika, dan Astronomi. Sumbangan utamanya pada filsafat Islam ialah gagasannya pada Fenomenologi Jiwa, namun sayangnya tak lengkap.

Ekspresi yang dicintainya ialah Gharib dan Motivahhed, ekspresi yang diakui dan terkenal dari Gnostik Islam.


Filosofi dan kebudayaan Yahudi

Dengan adanya toleransi terhadap Yahudi di Al-Andalus, dan mundurnya pusat kebudayaan Yahudi di Babilonia, Al-Andalus menjadi pusat pemikiran-pemikiran intelektual Yahudi. Penulis-penulis seperti Judah Halevi (1086-1145) dan Dunash ben Labrat (920-990) memiliki sumbangan terhadap kehidupan Al-Andalus, dan lebih penting lagi memberikan sumbangan bagi perkembangan filosofi Yahudi. Puncak dari filsafat Yahudi adalah pemikir Yahudi asal Al-Andalus, Maimonides (1135-1205), yang menerbitkan karya-karyanya di Maroko dan Mesir, karena menghindari dinasti Muwahidun yang berkuasa dengan keras di Al-Andalus. Ia mengarang buku Panduan bagi orang Yahudi yang bingung akan ajarannya, dan memperbaharui hukum Yahudi, sehingga dijuluki "Musa baru" (nama depan Maimonides sendiri adalah Moses/Musa).
Moses Maimonides dikenal sebagai seorang teolog Yahudi (rabbi), dokter, dan filsuf di Al-Andalus, Spanyol masa kini dan Mesir yang lahir, hidup dan berkembang dalam rahim abad keemasan kebudayaan Islam pada Abad Pertengahan. Ia adalah salah satu dari beberapa filsuf Yahudi yang juga berpengaruh pada lingkungan non Yahudi. Meskipun mula-mula karya-karyanya di bidang hukum dan etika Yahudi memperoleh penolakan pada masa hidupnya, setelah kematiannya ia dikenal sebagai salah satu rujukan teologi tepercaya (rabbinical arbitrer) dan filsuf utama dalam sejarah bangsa Yahudi. Saat ini, karya-karya dan pandangan-pandangannya dianggap sebagai pedoman pemikiran dan pelajaran bagi Yahudi Ortodoks. Maimonides lahir di kota Córdoba, Al-Andalus, Spanyol masa kini dan meninggal di kota Fusthat, kawasan kuno yang kini berada di pinggiran kota Kairo, Mesir.

Maimonides dilahirkan pada 1138 di Córdoba, Spanyol, pada suatu masa yang dianggap oleh para pakar sebagai akhir dari zaman keemasan budaya Yahudi di Spanyol, setelah abad-abad pertama pemerintahan bangsa Moor. Maimonides mempelajari Torah di bawah bimbingan ayahnya, Maimon, yang pada gilirannya belajar di bawah bimbingan Rabi Yosef ben Migash. Dinasti Almohades menaklukkan Córdoba pada 1148, dan mengancam komunitas Yahudi dengan pilihan memeluk Islam, dibunuh, atau hidup di pengasingan. Keluarga Maimonides, bersama dengan kebanyakan orang Yahudi lainnya, memilih hidup di pengasingan. Selama sepuluh tahun kemudian mereka berpindah-pindah di Spanyol selatan, menghindari kaum Almohades, namun akhirnya menetap di Fes di Maroko. Di Fes ini Maimonides mendapatkan sebagian besar pendidikan sekularnya. Ia belajar di Universitas Fes. Pada masa itu, ia menyusun tafsirannya yang terkenal tentang Mishnah.

Setelah pengembaraannya di Maroko, ia tinggal sebentar di Tanah Suci (Yerusalem), dan kemudian menetap di Fusthat, Mesir. Di sana ia menjadi dokter dari Wazir Agung Alfadhil dan barangkali juga Sultan Saladin dari Mesir. Ia menyusun sebagian besar dari karyanya di tempat tinggalnya yang terarkhir ini, termasuk Mishneh Torah. Ia meninggal di Fusthat, dan dimakamkan di Tiberias (kini berada di Israel). Anaknya, Avraham, yang diakui sebagai seorang sarjana besar, menggantikan Maimonides sebagai Nagid (kepala komunitas Yahudi Mesir). Ia juga mengambil peranan ayahnya sebagai dokter istana, dalam usia yang masih muda, yaitu 18 tahun. Ia sangat mengagungkan kenangan tentang ayahnya, dan sepanjang kariernya ia membela tulisan-tulisan ayahnya terhadap para kritikusnya. Jabatan Nagid dipegang oleh keluarga Maimonides selama empat generasi berturut-turut hingga akhir abad ke-14.

Maimonides sangat dihormati di Spanyol dan sebuah patungnya dibangun di Córdoba berdampingan dengan sinagoganya, yang tidak lagi berfungsi sebagai tempat ibadah Yahudi, melainkan terbuka untuk umum. Sekarang di Córdoba tidak ada lagi komunitas Yahudi, namun kota ini bangga akan kaitan historisnya dengan Maimonides.


Kedokteran

Dokter dan tabib dari Al-Andalus memiliki sumbangan yang penting bagi bidang kedokteran, termasuk anatomi dan fisiologi. Di antaranya adalah Abul Qasim Az-Zahrawi (Abulcasis), "bapak ilmu bedah modern", yang menuliskan Kitab at-Tashrif, buku penting dalam kedokteran dan ilmu bedah. At-Tashrif merupakan ensiklopedia yang terdiri dari 30 volume, yang kemudian diterjemahkan ke Bahasa Latin dan digunakan dalam sekolah kedokteran di kebudayaan Eropa maupun Islam selama berabad-abad.


-dipi-
 
Back
Top