Dipi76
New member
Apakah Kerajaan Daud dan Sulaiman merupakan kerajaan megah atau sekadar
kota pertanian kecil? Jawabannya bergantung pada ahli arkeologi yang Anda tanyai.
Oleh ROBERT DRAPER
Foto oleh GREG GIRARD
Editor oleh DIPI PURNOMO
National Geographic
Perempuan yang sedang duduk di bangku di Kota Tua Yerusalem, yang berwajah bulat dan berpakaian tebal untuk melawan dinginnya musim gugur itu, mengunyah apel sambil mengamati bangunan yang telah memberinya ketenaran dan cercaan. Bangunan itu tidak benar-benar tampak seperti bangunan—hanya dinding batu pendek yang berbatasan dengan dinding penopang purba setinggi 20 meter yang ketinggiannya tidak merata. Namun, karena dia ahli arkeologi, dan karena ini temuannya, matanya melihat sesuatu yang tidak terlihat oleh mata orang lain. Dia memperhatikan posisi bangunan itu pada lereng curam di utara kota tua, menghadap ke Lembah Kidron Yerusalem, dan dia membayangkan tempat tinggi yang ideal untuk menyigi suatu kerajaan.
Dia membayangkan tukang kayu dan tukang batu Phoenix yang membangunnya pada abad ke-10 SM. Dia juga membayangkan bangsa Babilonia yang menghancurkannya empat abad kemudian. Yang terutama, dia membayangkan orang yang menurutnya memerintahkan pembangunannya dan menghuninya. Namanya Daud. Bangunan ini, begitu perempuan itu mengabarkannya ke seluruh dunia melalui tulisannya dalam jurnal arkeologi, mungkin sekali bangunan yang dikisahkan dalam Buku Kedua Samuel: "Raja Hiram dari Tyre mengirimkan… tukang kayu dan tukang batu, dan mereka membangun rumah untuk Daud. Dan Daud menyadari bahwa Allah menetapkannya sebagai raja di Israel, dan bahwa Dia memuliakan kerajaan itu demi umatnya, bangsa Israel."
Perempuan itu bernama Eilat Mazar. Sambil terus mengunyah apel dan melayangkan pandangannya, penampilannya begitu damai—sampai muncul seorang pemandu wisata. Pemandu itu seorang pemuda Israel yang memandu beberapa orang wisatawan yang berkumpul di depan bangku agar dapat melihat bangunan tersebut. Begitu pemuda itu membuka mulut, Mazar langsung tahu apa yang akan diucapkannya. Pemandu wisata itu mantan muridnya dalam bidang arkeologi. Dia mendengar kabar betapa pemuda itu suka membawa rombongan wisatawan ke sini dan mengatakan kepada mereka bahwa tempat itu BUKAN istana Daud dan bahwa semua penelitian arkeologi di Kota Daud merupakan sarana bagi warga Israel sayap-kanan untuk meluaskan klaim teritorial negara itu dan menyingkirkan bangsa Palestina.
Mazar bangkit dari bangku dan bergegas menghampiri si pemandu. Dengan geram dia berbicara dalam bahasa Ibrani dengan nada suara pendek-pendek, sementara si pemandu menatapnya dengan sikap pasif. Para wisatawan yang tercengang memandang Mazar pergi dengan wajah masih marah.
"Kami benar-benar harus tegas," katanya bersungut-sungut sambil berjalan. "Seakan-akan semua orang ingin menghancurkan hasil penelitian kami." Kemudian, dengan mimik yang tampak lebih sedih: "Mengapa? Apa salah kami?" Ahli arkeologi itu naik ke mobil. Dia tampak terguncang. "Rasanya seperti sakit akibat stres," katanya. "Saya merasa lebih tua daripada usia saya yang sebenarnya."
Hanya di bagian dunia inilah arkeologi sangat melibatkan emosi dan sarat persaingan. Eilat Mazar adalah salah satu penyebabnya. Pengumumannya pada 2005 yang mengemukakan bahwa dia yakin telah berhasil menggali istana Raja Daud menjadi pembelaan lantang tentang teori lama yang mendapat kecaman selama lebih dari seperempat abad—yakni bahwa paparan Alkitab yang menyatakan kerajaan yang didirikan pada masa Daud dan diteruskan oleh putranya Sulaiman memang akurat menurut sejarah. Klaim Mazar berhasil membesarkan hati umat Kristiani dan Yahudi di seluruh dunia yang bersikukuh bahwa Perjanjian Lama dapat dan semestinyalah ditafsirkan secara harfiah. Temuannya yang diakui itu khususnya diterima dengan penuh gairah di Israel karena di situlah kisah Daud dan Sulaiman berkaitan erat dengan klaim bangsa Yahudi atas Zion menurut Alkitab.
Kisah ini sudah sangat dikenal oleh setiap orang yang mempelajari Alkitab. Seorang penggembala muda bernama Daud dari suku Yudea berhasil menewaskan raksasa Goliath dari suku musuhnya, Filistin, dan dia diangkat menjadi Raja Yudea setelah wafatnya Saul menjelang berakhirnya abad ke-11 SM, menaklukkan Yerusalem, mempersatukan penduduk Yudea dengan suku Israel yang terpencar-pencar di utara, kemudian mulai membangun dinasti bangsawan yang dilanjutkan oleh Sulaiman hingga jauh memasuki abad ke-10 SM. Namun, meskipun Alkitab mengisahkan bahwa Daud dan Sulaiman membangun kerajaan Israel menjadi kerajaan yang berkuasa dan bergengsi, yang merentang dari Mediterania hingga Sungai Yordan, dari Damaskus hingga Negev, ada masalah kecil—bahwa meskipun telah dicari selama puluhan tahun, para ahli arkeologi tidak berhasil menemukan bukti kuat bahwa Daud ataupun Sulaiman pernah membangun apa pun.
Kemudian, Mazar mengumumkan temuannya. "Mazar tahu akibat pengumumannya itu," kata ahli arkeologi lain, David Ilan dari Hebrew Union College. "Dia secara sadar menceburkan diri ke dalam perdebatan sengit itu, dengan niat menimbulkan kontroversi."
Ilan sendiri meragukan bahwa Mazar telah menemukan istana Raja Daud. "Naluri saya mengatakan bahwa ini bangunan yang berasal dari abad ke-8 atau ke-9 SM," katanya, yang dibangun seratus tahun atau lebih setelah Sulaiman wafat pada 930 SM. Lebih dari itu, para pengecam mempertanyakan motivasi Mazar. Mereka mengamati bahwa kegiatan penggaliannya disponsori oleh dua organisasi—City of David Foundation dan Shalem Center—yang dimaksudkan untuk meneguhkan klaim Israel atas kawasan itu. Dan para pengecam itu mencemooh Mazar yang menggunakan metode kuno yang dianut leluhurnya yang juga ahli arkeologi, seperti kakeknya, yang tanpa tedeng aling-aling melakukan penggalian dengan mengacu pada Alkitab.
Dulu, para ahli arkeologi terbiasa menggunakan Alkitab sebagai panduan, namun sekarang metode tersebut ditentang secara luas, dianggap sebagai nalar berputar-putar yang tidak ilmiah—dan dengan sangat tegas dianggap demikian oleh biang-penentangnya, yakni Finkelstein yang berkebangsaan Israel dari Tel Aviv University, yang dengan penuh semangat selalu menepiskan anggapan seperti itu. Dia dan para pendukung lain yang meyakini "pembangunan bukan di zaman Daud" mengatakan bahwa kebanyakan bukti arkeologis di wilayah Israel dan sekitarnya menunjukkan bahwa masa yang dikemukakan oleh para ilmuwan Alkitab lebih tua satu abad. Bangunan "masa Sulaiman" yang digali oleh para arkeologi pengacu Alkitab dalam kurun waktu beberapa dasawarsa terakhir di Hazor, Gezer, dan Megiddo tidak dibangun pada masa Daud dan Sulaiman, katanya, sehingga pastilah dibangun oleh para raja abad ke-9 SM dari dinasti Omride, puluhan tahun sesudah masa pemerintahan Daud dan Sulaiman.
Pada masa pemerintahan Daud, menurut Finkelstein, Yerusalem tidak lebih dari sekadar "pedesaan di perbukitan." Daud sendiri adalah pemuda miskin bersahaja, namun berambisi, yang bersaudara dengan Pancho Villa. Jumlah pengikutnya mungkin "500" orang bersenjatakan tongkat, suka berteriak-teriak serta memaki-maki dan meludah—bukan anggota pasukan hebat mengendarai kereta kuda seperti yang diceritakan dalam Alkitab.
"Tentu saja kita tidak sedang menyaksikan istana Daud!" Filkenstein bersuara lantang begitu disinggung perihal temuan Mazar. "Maksud saya, yang benar sajalah. Saya menghormati upayanya. Saya menyukainya—dia wanita yang menyenangkan. Tetapi, tafsiran ini—bagaimana mengatakannya ya—agak naif."