Sejarah Singapura

Dipi76

New member
1754859_singapore.jpg


Singapura memainkan peranan yang kecil di dalam perkembangan sejarah Asia Tenggara sampai Sir Stamford Raffles mendirikan sebuah pelabuhan Inggris di situ. Di bawah pemerintahan kolonial Inggris, Singapura telah menjadi pelabuhan yang amat strategis mengingat letaknya yang ada di tengah-tengah jalur perdagangan di antara India dan Cina yang akhirnya menjadi antara pelabuhan yang terpenting di dunia sampai hari ini. Semasa Perang Dunia II, Singapura telah diduduki oleh tentara Jepang dari tahun 1942 hingga tahun 1945.

Selepas perang, penduduk setempat dibenarkan menjalankan pemerintahan sendiri tetapi masih belum mencapai kemerdekaan. Seterusnya pada tahun 1963 Singapura telah bergabung dengan Tanah Melayu bersama-sama dengan Sabah dan Sarawak untuk membentuk Malaysia. Tetapi Singapura keluar dari Malaysia untuk menjadi sebuah republik pada 9 Agustus 1965.

Sejarah Silam

Pada masa silam sekitar abad ke 14, pulau Singapura merupakan sebagian dari kerajaan Sriwijaya dan dikenal sebagai Temasek ("Kota Laut").

Dipercayai bahawa Singapura merupakan pusat pemerintahan kerajaan Melayu sebelum ia diduduki oleh Sir Stamford Raffles. Ini berdasarkan tulisan Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi yang menyatakan ketika Singapura dibersihkan, bukit yang terdapat di situ telah dikenali sebagai bukit larangan, dan terdapat banyak pohon buah yang ditanam di situ. Ini menunjukkan terdapatnya pusat administrasi di situ.

Selain daripada itu, Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi turut menyatakan ditemukannya sebuah batu bersurat yang mempunyai ukiran tulisan yang tidak dikenali dan telah kabur. Prasasti Singapura itu menunjukkan Singapura telah menjadi sebuah pusat administrasi sejak silam lama sebelum tibanya pihak Inggris.

Malangnya prasasti itu telah dimusnahkan tidak lama selepas tibanya Inggris oleh seorang insinyur Inggris. Bagaimanapun, terdapat nota mengenai sebuah salinan tulisan tersebut yang telah diantarkan ke London tetapi gagal ditafsirkan. Sekiranya catatan salinan tulisan itu dapat dijumpai kembali, ia bisa memberikan perkiraan kapan ia diukir melalui terjemahan ataupun sekiranya masih gagal diterjemahkan, melalui jenis tulisan yang digunakan.

Prasasti Singapura merujuk kepada suatu prasasti yang dijumpai ketika Sir Stamford Raffles membuka Singapura. Penemuan prasasti tersebut terdapat di dalam karya Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. Prasasti tersebut berbentuk empat segi, selebar sedepa (1,7 meter) dan mempunyai tulisan yang dipahat. Prasasti tersebut dijumpai di ujung tanjung semasa pembukaan Singapura, dan abadi sampai saat Bonham menjadi gubernur Singapura, Pulau Pinang dan Melaka. Saat itu seorang insinyur Inggris bernama Coleman telah memecahkan batu tersebut.

Beberapa usaha mengenali jenis tulisan telah dilakukan saat itu, tetapi masih tidak dapat dikenali. Malah salinan tulisan tersebut telah diantar ke London untuk mengenali asal tulisan tersebut tetapi masih gagal. Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi sendiri menyatakan bahwa kelihatannya tulisan itu seperti abjad Arab, tetapi akhirnya telah disimpulkan oleh Raffles sebagai abjad Hindi (Sansekerta) mengingat usia prasasti tersebut yang begitu lama.

Yang amat menarik bagi Prasasti Singapura ini adalah terdapat cerita yang selari mengenai prasasti ini yang terdapat di dalam Sulalatus Salatin. Di dalam karya tersebut telah dinyatakan dengan jelas mengenai seorang raja yang bergelar Raja Suran yang telah menakluk seluruh Tanah Melayu sampai ke Temasik. Di Temasik beliau telah membuat suatu peti kaca dan masuk ke laut. Setelah itu, Raja Suran, dikatakan telah mendirikan suatu prasasti yang menceritakan segala kisah penaklukannya, termasuk peristiwa baginda masuk ke dalam laut dalam bahasa Hindustani.

Ternyata prasasti ini mempunyai persamaan dengan prasasti Singapura, berdasarkan fakta berikut:
  1. Kedua prasasti tersebut didirikan di Tumasik (Singapura).
  2. Kedua prasasti tersebut dibuat dekat laut. Prasasti Singapura dijumpai di ujung tanjung, sementara prasasti Raja Suran Batu dibuat untuk memperingati kisah baginda masuk ke laut, pastinya dibuat dekat kawasan pantai, dan bukannya di kawasan berbukit.
  3. Keduanya ditulis menggunakan abjad Hindustani.(Menurut pendapat Raffles).
  4. Keduanya dibuat pada zaman lampau. (Sukar dipercayai terdapat dua prasasti dibuat dalam tempo yang dekat di tempat yang sama (Temasik) mengingat prasasti amat jarang dijumpai.)
  5. Hanya raja yang berkuasa saja mempunyai pengaruh dan uang yang cukup untuk mendirikan prasasti. Tidak terdapat catatan mengenai raja yang kuat yang terdapat di Singapura selain rekod di dalam Sulalatus Salatin mengenai raja Suran.

Pendirian Singapura Modern (1819)

Di antara abad ke-16 dan kurun ke-19, Kepulauan Melayu secara berangsur-angsur menjadi milik penjajah dari Eropa. Permulaan penjajahan dari Barat bermula saat Portugis tiba di Melaka pada tahun 1509. Manakala pada kurun ke-17, Belanda telah menguasai kebanyakan pelabuhan utama di Kepulauan Melayu. Pihak Belanda telah memonopoli semua perdagangan rempah-rempah yang pada saat itu merupakan bahan perdagangan yang penting. Penjajah Eropa yang lain termasuk Inggris, cuma mempunyai hak perdagangan yang kecil.

Pada tahun 1818, Sir Stamford Raffles telah dilantik menjadi gubernur di salah satu pelabuhan Inggris yaitu di Bengkulu, Sumatera. Raffles percaya bahwa Inggris perlu mencari jalan untuk menjadi penguasa dominan di rantau ini. Salah satu jalan ialah dengan membangun sebuah pelabuhan baru di Selat Melaka. Pelabuhan Inggris yang sudah ada seperti Pulau Pinang terlalu jauh dari Selat Melaka sedangkan Bengkulu menghadap Selat Sunda.

Pada tahun 1818, ia telah berhasil menyakinkan East Indies Company (EIC) untuk mencari pelabuhan baru di rantau ini.

00raffles.jpg

Raffles

Raffles tiba di Singapura pada 29 Januari 1819. Dia menjumpai sebuah perkampungan Melayu kecil di muara Sungai Singapura yang diketuai oleh seorang Temenggung Johor. Pulau itu dikelola oleh Kesultanan Johor tetapi keadaan politiknya tidak stabil. Pewaris Sultan Johor, Tengku Abdul Rahman dikuasai oleh Belanda dan Bugis. Raffles kemudian mengetahui bahwa Tengku Abdul Rahman menjadi sultan hanya karena kakandanya, Tengku Hussein tidak ada semasa ayahnya meninggal dunia. Menurut adat Melayu, calon sultan perlu berada di sisi sultan sekiranya ingin dilantik menjadi sultan.

Sadar bahwa dia boleh memanipulasi keadaan ini, Raffles telah menyokong Tengku Hussein untuk menjadi Sultan sekiranya Tengku Hussein mau membolehkan Inggris membuka pelabuhan di Singapura dan sebagai balasan Inggris akan membayar uang tahunan kepada Tengku Hussein. Perjanjian ini menjadi sah pada 6 Februari 1819.

Perkembangan Awal (1819-1826)

Raffles kembali ke Bengkulu tidak lama kemudian selepas menandatangani perjanjian dengan Johor. William Farquhar mengetuai koloni baru Inggris ini dengan bantuan sepasukan laskar Inggris.

Di balik masalah-masalah yang dihadapinya Singapura berkembang pesat karena statusnya sebagai sebuah pelabuhan bebas. Pedagang-pedagang Arab, Tiong Hoa dan India menjadikannya tempat persinggahan mereka.

Strait Settlements (1826-1867)

Pendirian Singapura oleh Raffles mendapat masalah saat kerajaan Belanda menuduh Inggris mencampuri kawasan naungan pengaruhnya. Pada mulanya kerajaan Inggris dan Perserikatan Hindia Timur Inggris bersimpati dengan masalah ini tetapi lama kemudian mereka mengabaikannya demi kepentingan kemajuan di Singapura. Menjelang tahun 1822, sudah jelas niat Inggris bahwa mereka tidak akan sekali-kali menyerahkan Singapura.

Status Singapura sebagai hak milik Inggris dikukuhkan dengan ditandatanginya Perjanjian Inggris-Belanda 1824 yang mana Kepulauan Melayu terbagi atas pengaruh dua kuasa. Kawasan utara termasuk Pulau Pinang, Melaka dan Singapura sebagai kawasan pengaruh Inggris sedangkan kawasan di sebelah selatan di bawah pengaruh Belanda. Pada tahun 1826, Singapura bersama-sama dengan Pulau Pinang dan Melaka tergolong di bawah satu pemerintahan yaitu Negeri-Negeri Selat.

Zaman Pendudukan Jepang (1942-1945)

Pada 7 Desember 1941, Jepang menyerang Pearl Harbour. Salah satu tujuan Jepang adalah untuk menguasai Asia Tenggara ialah karena faktor ekonomi. Singapura yang merupakan pangkalan utama Militer Sekutu ialah sasaran utama Jepang.

Di Singapura banyak yang beranggapan bahwa Jepang akan menyerangnya terlebih dahulu sebelum menyerang Malaya. Pihak Inggris bersedia saat menyediakan antara kontingen perang terbaiknya. Hal ini termasuk pengantaran kapal perang HMS Prince of Wales dan kapal perang HMS Repulse. Mereka juga mengantar beberapa kapal perang yang lain.

Pada 8 Desember 1941, tentara Jepang mendarat di Kota Bharu, Kelantan. Selepas dua hari laskar-laskar Jepang mendarat, kapal Prince of Wales dan kapal Repulse tenggelam akibat dimusnahkan oleh tentara Jepang. Tentara Jepang terus maju ke seluruh Tanah Melayu menyebabkan tentara Inggris terpaksa mundur ke selatan ke Singapura. Menjelang 31 Januari 1942, selepas 55 hari bermulanya penyerangan tentara Jepang, tentara Jepang sudah berhasil menguasai keseluruhan Tanah Melayu dan bersiap sedia untuk menyerang Singapura.

Selepas beberapa pertempuran, Letnan-Jenderal Arthur Ernest Percival dan laskar-laskar Inggris menyerah kalah kepada Jeneral Yamashita Tomoyuki pada Tahun Baru Imlek yaitu 15 Februari 1942. Lebih kurang 130.000 laskar India, Australia dan Inggris menjadi tahanan perang. Jatuhnya Singapura merupakan penyerahan kalah terbesar British dalam sejarah.

Singapura kemudian dinamakan menjadi Syonan-to dalam bahasa Jepang. Singapura diduduki oleh Jepang dari tahun 1942 hingga tahun 1945.

Pemerintahan Sendiri (1955-1963)

Ketua Front Buruh, David Marshall, menjadi Ketua Menteri Singapura yang pertama. Dia memerintah sebuah pemerintahan yang tidak stabil dan mengakibatkan terjadinya peritiwa mogok besar-besaran. Pada bulan April 1956, dia ke London untuk berbincang mengenai kemerdekaan Singapura tetapi tidak berhasil karena pengaruh komunis di Singapura. Marshall terus menekan Inggris bahwa dia akan meletakkan jabatan sekirannya Inggris tidak memberi kemerdekaan kepada Singapura. Tetapi Inggris langsung tidak menghiraukan gugatan Marshall dan akhirnya dia terpaksa melepaskan jabatannya. Ketua Menteri Singapura seterusnya ialah Lim Yew Hock. Ia mengambil tindakan yang tegas terhadap ketua-ketua kesatuan sekerja dan anggota-anggota pro-komunis.

Tindakan tegas Lim menyebabkan Inggris setuju untuk memberikan pemerintahan sendiri kepada Singapura.

Membentuk Persekutuan Malaysia (1963-1965)

Pada 16 September 1963, Inggris setuju untuk menyerahkan Singapura, Sabah, dan Sarawak untuk bergabung dengan PersekutuanTanah Melayu supaya Federasi Malaysia dapat dibentuk. Selepas menyertai Malaysia, partai politik utama Singapura yaitu People's Action Party memenangi Pemilu Singapura. Tindakan PAP yang sering menyuarakan ketidakpuasan mengenai keistimewaan kaum Bumiputera.

Banyak anggota United Malays National Organisation mendesak Pemerintah Federasi supaya menangkap Lee Kuan Yew. Jadi pada 7 Agustus 1965, Tunku Abdul Rahman Putra membuang Singapura dari Malaysia. Banyak rakyat Malaysia mengganggap tindakan Tunku Abdul Rahman ini sebagai satu kerugian karena menurut mereka banyak lagi cara lain untuk menjaga keamanan Singapura.

Pada masa inilah terjadi konfrontasi Indonesia-Malaysia. 3 marinir Indonesia, yakni Harun Thohir, Usman Janatin, dan Gani bin Arup meledakkan MacDonnald House di Singapura pada tahun 1965. Mereka melarikan diri, namun 2 orang di antara mereka, yakni Harun dan Usman dapat ditangkap dan 3 tahun kemudian dihukum gantung meskipun Indonesia sudah memintakan pengampunan, sebab pada tahun 1968 itu Presiden Soekarno sudah jatuh dan digantikan Soeharto yang pada saat itu didukung Negara Barat yang tidak perlu dikhawatirkan Lee Kuan Yew.

Republik Singapura (1965-sekarang)

Selepas keluarnya dari Malaysia, Singapura mulai muncul sebagai kuasa perdagangan dunia. Banyak fasilitas dan kemajuan dicapai semasa pemerintahan Lee Kuan Yew.

Pada tahun 1990, Lee Kuan Yew mundur dari politik dan memberi kuasa pemerintahan kepada Goh Chok Tong. Pada tahun 2004 pula, Goh Chok Tong meletakkan jabatan sebagai Perdana Menteri dan memberi jalur kepada anak Lee Kuan Yew yaitu Lee Hsien Loong untuk memerintah.


Source


-dipi-
 
Stamford Raffles


Sir Thomas Stamford Bingley Raffles (lahir 6 Juli 1781 – meninggal 5 Juli 1826 pada umur 44 tahun) adalah Gubernur-Jendral Hindia-Belanda yang terbesar. Ia adalah seorang warganegara Inggris. Ia dikatakan juga pendiri kota dan negara kota Singapura. Ia salah seorang Inggris yang paling dikenal sebagai yang menciptakan kerajaan terbesar di dunia.

20a_14_raffles_415x275.jpg

Latar belakang keluarga

Tak banyak diketahui tentang orangtua Raffles. Ayahnya, Kapten Benjamin Raffles, terlibat dalam perdagangan budak di Kepulauan Karibia, dan meninggal mendadak ketika Thomas baru berusia 15 tahun, sehingga keluarganya terperangkap utang. Ia langsung mulai bekerja sebagai seorang pegawai di London untuk Perusahaan Hindia Timur Britania, perusahaan dagang setengah-pemerintah yang berperan banyak dalam penaklukan Inggris di luar negeri. Pada 1805 ia dikirim ke pulau yang kini dikenal sebagai Penang, di negara Malaysia, yang saat itu dinamai Pulau Pangeran Wales. Itulah awal-mula hubungannya dengan Asia Tenggara.

Raffles di Hindia-Belanda

Raffles diangkat sebagai Letnan Gubernur Jawa pada tahun 1811 dan dipromosikan sebagai Gubernur Sumatra tidak lama kemudian, ketika Inggris mengambil alih jajahan-jajahan Belanda ketika Belanda diduduki oleh Napoleon Bonaparte dari Perancis. Ketika menjabat sebagai penguasa Hindia-Belanda, Raffles mengusahakan banyak hal: beliau mengintroduksi otonomi terbatas, menghentikan perdagangan budak, mereformasi sistem pertanahan pemerintah kolonial Belanda, menyelidiki flora dan fauna Indonesia, meneliti peninggalan-peninggalan kuno seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan, Sastra Jawa serta banyak hal lainnya. Ia belajar sendiri bahasa Melayu dan meneliti dokumen-dokumen sejarah Melayu yang mengilhami pencariannya akan Borobudur. Hasil penelitiannya di pulau Jawa ia tuliskan pada sebuah buku berjudulkan History of Java, yang menceritakan mengenai sejarah pulau Jawa. Dalam melakukan penelitiannya, Raffles dibantu oleh asistennya yaitu James Crawfurd dan Kolonel Colin Mackenzie.

Istri Raffles, Olivia Marianne, wafat pada tanggal 26 November 1814 di Buitenzorg dan dimakamkan di Batavia, tepatnya di tempat yang sekarang menjadi Museum Prasasti. Di Kebun Raya Bogor dibangun monumen peringatan untuk mengenang kematian sang isteri.

Salah satu pembaruan kecil yang diperkenalkannya di wilayah kolonial Belanda adalah mengubah sistem mengemudi dari sebelah kanan ke sebelah kiri, yang berlaku hingga saat ini.

Kembali dari Hindia-Belanda

Pada tahun 1815 Raffles kembali ke Inggris setelah Jawa dikembalikan ke Belanda setelah Perang Napoleon selesai. Pada 1817 ia menulis dan menerbitkan buku History of Java, yang melukiskan sejarah pulau itu sejak zaman kuno.

Tetapi pada tahun 1818 ia kembali ke Sumatra dan pada tanggal 29 Januari 1819 ia mendirikan sebuah pos perdagangan bebas di ujung selatan Semenanjung Malaka, yang di kemudian hari menjadi negara kota Singapura. Ini merupakan langkah yang berani, berlawanan dengan kebijakan Britania untuk tidak menyinggung Belanda di wilayah yang diakui berada di bawah pengaruh Belanda. Dalam enam minggu, beberapa ratus pedagang bermunculan untuk mengambil keuntungan dari kebijakan bebas pajak, dan Raffles kemudian mendapatkan persetujuan dari London.

Raffles menetapkan tanggal 6 Februari tahun 1819 sebagai hari jadi Singapura modern. Kekuasaan atas pulau itu pun kemudian dialihkan kepada Perusahaan Hindia Timur Britania. Akhirnya pada tahun 1823, Raffles selamanya kembali ke Inggris dan kota Singapura telah siap untuk berkembang menjadi pelabuhan terbesar di dunia. Kota ini terus berkembang sebagai pusat perdagangan dengan pajak rendah.

Raffles di Inggris

Di Inggris Raffles juga merupakan pendiri dan ketua pertama Zoological Society of London. Raffles dijadikan seorang bangsawan pada tahun 1817.

Ia meninggal sehari sebelum ulang tahunnya yang ke-45, pada 5 Juli 1826, karena apoplexy atau stroke. Karena pendiriannya yang menentang perbudakan, keluarganya tidak diizinkan mengebumikannya di halaman gereja setempat (St. Mary's, Hendon). Larangan ini dikeluarkan pendeta gereja itu, yang keluarganya memetik keuntungan dari perdagangan budak. Ketika gereja itu diperluas pada 1920-an, kuburannya dimasukkan ke dalam bagian bangunannya.


sumber: wikipedia
 
Back
Top