18 Tahun Tak Naik Pangkat, Sri Bintang Tuntut BKN

Dipi76

New member
18 Tahun Tak Naik Pangkat, Sri Bintang Tuntut BKN
Imanuel More | Glori K. Wadrianto | Rabu, 14 September 2011 | 01:44 WIB

0142086620X310.JPG


JAKARTA, KOMPAS.com — Aktivis pergerakan reformasi, Sri Bintang Pamungkas, mengajukan Badan Kepegawaian Negara ke Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta lantaran merasa dipersulit dalam proses kenaikan pangkat.

Bintang menerangkan, sejak 1992 hingga pensiun sebagai pengajar di Universitas Indonesia (UI), ia tidak lagi mengalami kenaikan pangkat. "Selama 18 tahun saya tidak naik pangkat," ungkap Sri Bintang seusai sidang di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta (PTUN Jakarta), Pondok Kopi, Jakarta Timur, Selasa (13/9/2011).

Masalah kenaikan pangkat berawal dari pemecatan dirinya dari status PNS oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Wardiman Djojonegoro pada 12 Mei 1997. Pemecatan ini dilakukan setelah ia dinyatakan bersalah dalam kasus penghinaan terhadap Presiden Soeharto dan dijebloskan ke Penjara Cipinang, Jakarta, pada 5 Mei 1997. "Saya dipecat seminggu setelah masuk Cipinang," lanjut Bintang.

Beberapa hari setelah Soeharto lengser, Presiden BJ Habibie membebaskan Bintang dengan amnesti berdasarkan Keppres Nomor 80 Tahun 1998 Tanggal 25 Mei 1998. Keppres tersebut menjadi dasar keluarnya putusan Pengadilan Tinggi TUN (PTTUN) yang dalam putusan bandingnya dinyatakan, pemecatan Bintang harus dicabut dan dia harus direhabilitasi dan dikembalikan pada kedudukan semula.

Sayangnya, Mendikbud saat itu, Juwono Sudarsono, tidak sepenuhnya melaksanakan perintah PTTUN. Ia hanya mengeluarkan keputusan menteri yang mengaktifkan kembali Bintang dalam arti umum pada Juni 1998. "Status saya tetap dipecat, tidak sebagai PNS, tidak menerima tugas apa pun, dan tidak menerima gaji," kata Sri Bintang.

Kondisi ini berlanjut hingga kepemimpinan Yahya Muhaimin dan Malik Fadjar, dua menteri pendidikan selanjutnya. Bintang pun akhirnya mengambil tindakan dengan menggugat Keputusan Menteri ke PTUN Jakarta.

Pengadilan memenangkan gugatan Bintang lewat Putusan PTUN Nomor 217 /G.TUN/ 2002 /PTUN.JKT tanggal 14 April 2003. Putusannya antara lain Keputusan Mendiknas Juwono harus dicabut, Bintang harus direhabilitasi dan diaktifkan kembali sebagai PNS pada kedudukan semula mulai Mei 1997, dan Bintang diberi kenaikan pangkat secara otomatis terhitung sejak kenaikan pangkat terakhir pada 1 Oktober 1992.

Menanggapi hal itu, Mendiknas mengajukan banding ke PTTUN. Sayangnya, PTTUN justru mengukuhkan Putusan PTUN. Akhirnya, Mendiknas mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya semakin memperkuat posisi Bintang dengan menolak Kasasi Mendiknas dan mengukuhkan putusan pengadilan pada tingkat yang lebih rendah. Hal itu tertuang dalam Putusan Mahkamah Agung RI No.29 PK/PID/ 2002 tanggal 17 Juli 2006.

"Sayangnya Putusan MA juga tidak dilaksanakan sepenuhnya oleh Mendiknas. Dua kali saya bersurat kepada pihak-pihak terkait tapi tidak ada tanggapan," kata Bintang.

Baik surat maupun upaya untuk bertemu pihak Badan Kepegawaian Negara (BKN) pun sudah dilakukan. Namun, menurut Bintang, Kepala BKN tampaknya enggan menerima.

Dengan bantuan kuasa hukum dari Mohamad Assegraf Law Firm, ia menyampaikan somasi yang ditujukan kepada Kepala BKN dan Mendiknas M Nuh pada 26 Januari 2011. Kemudian, pada 9 Februari 2011, ia mengajukan permohonan eksekusi atas putusan PTUN pada 2002.

Pihak termohon meminta waktu satu minggu untuk mengajukan keberatan. Dalam tempo sehari, Kepala BKN telah memberikan tanggapan yang menyatakan bahwa BKN tidak ada hubungan dengan Putusan PTUN itu karena tidak dalam posisi sebagai tergugat.

Dua hari kemudian, pada 11 Februari 2011, muncul tanggapan resmi Mendiknas yang menyatakan kenaikan pangkat otomatis Bintang tidak bisa dipertimbangkan. Atas dasar itulah, Bintang lantas mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta terhadap Kepala BKN pada 24 Maret lalu. Ia menuntut SK pensiunnya pada 1 Juli 2010 diganti dan ia dapat memperoleh pangkat otomatis.

"Keputusannya akan didengar dua minggu lagi. Majelis hakim minta kesempatan litigasi (kesepakatan dua pihak di luar sidang)," ucap Bintang.

Namun, ia melihat kemungkinan litigasi akan sangat kecil mengingat upayanya untuk bertemu Kepala BKN selalu menemui jalan buntu.


Kompas



-dipi-
 
Back
Top