Kecelakaan Tol Cipularang Dikaitkan Mistis, Itu Pembodohan
Jalanan sekitar KM 90 Tol Cipularang kerap memakan korban. Tak jarang sering dikaitkan dengan hal-hal yang berbau mistis hingga dianggap angker. Meminjam istilahnya kecelakaan itu diawali dari pelanggaran, tidak hanya pelanggaran lalu lintas tetapi norma-norma safety.
Pendiri dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC) Jusri Pulubuhu menepis anggapan tersebut. "Saya mengabaikan perspektif mistis, saya memberikan kacamata safety, waktu kecelakaan Saipul Jamil itu semua orang publik figur angkat bicara dari tokoh politik, sampai pelawak ikut semua berbicara, sampai penduduk setempat yang berbau dukun. Ini yang akhirnya jadi pembodohan bagi orang," kata Jusri kepada detikcom, Senin (2/9/2019).
"Perilaku mengemudi itu menjadikan faktor utama dari penyebab kecelakaan sedangkan faktor lain seperti lingkungan, infrastruktur, kemudian pengemudi lain itu adalah faktor kontributor. Kita sebagai pengemudi tidak bisa mengelola itu (faktor kontributor). Yang bisa kita kelola adalah kita sendiri, apakah kita sudah tertib, apakah teknik mengemudi kita sudah benar, apakah kita kendaraan kita sudah siapkan," jelas Jusri.
Jusri menjelaskan upaya pemerintah untuk mengurangi sosialisasi terkait keselamatan setiap pengguna jalan tol khususnya Cipularang kerap diabaikan. Hal inilah yang sebenarnya menjadi salah satu faktor penyumbang angka kecelakaan di jalan.
"Pertama sebagian sudah dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini Jasa Marga pengelola tol dengan membuat bekerja sama dengan polisi atau Dishub dengan membuat papan-papan kampanye seperti rambu atau ada tulisan kalau capek letih, istirahat, kemudian jangan mengebut, kemudian (rambu) tikungan, tanjakan semuanya. Itu sudah cukup baik," ujar Jusri.
"Permasalahannya di sini bukan perlu lagi suatu gerakan lain dalam sosialisasi ini tetapi kembali kepada para pengemudi yang harus menyadari kecelakaan di jalan tol sangat rentan bagi para pengemudi. Jadi orang-orang yang ada di tol lebih rentan terlibat kecelakaan fatal dibandingkan orang-orang yang menggunakan jalan biasa sebab, jalan tol itu kecepatannya relatif tinggi," sambung Jusri
Jusri mengungkapkan penyumbang kecelakaan terbesar banyak pengguna jalan tol tidak memperhatikan aspek atau kecepatan aman. Sebab ketika kendaraan yang melewati ambang batas tinggi maka kendaraan itu akan sulit dikendalikan termasuk misalnya melakukan manuver pemberhentian, atau menghindar.
"Jauh lebih sulit dibandingkan jalan biasa. Karena kecepatan yang tinggi maka momentum kendaraan atau kecepatan massa itu besar, dan tidak mudah dikendalikan oleh steering atau rem," kata Jusri.
"Nah diharapkan para pengemudi harus cerdas, kedua harus tertib, tertib dengan aturan yang ada, kalau di situ 60 km/jam harus ikuti, kemudian di situ harus pindahkan gigi, ikutin," himbau Jusri.
Dalam catatan detikcom, Andrie Koestyawan yang pernah menjabat sebagai Kepala Sub Bagian Pelayanan Lalu Lintas Jasa Marga Tol Purbaleunyi pernah menyampaikan soal jalan tol Cipularang yang memiliki kontur menikung dan menurun. Bagi pengendara yang kurang hati-hati dan waspada bukan tidak mungkin kecelakaan dapat terjadi.
"Cipularang itu dibangun di dataran tinggi, sehingga turunan dan tikungan pasti ada. Turunan dan tanjakan sudah pasti ada. Nah, beberapa turunan sudah sangat landai, dan ini yang harus diwaspadai. Karena turunan landai dan panjang maka ada yang tidak menyadari sedang dalam kondisi turunan, maka jadi lengah," ungkap Andre kala itu.
"Kalau ada yang bilang angker, itu kan yang beredar di internet. Di mana ada yang suka menghubung-hubungkan. Tapi kan ada faktor yang secara ilmiah bisa menjelaskan, misal karena lelah, mengantuk, dan kendaraannya tidak memenuhi standar keamanan," tutur Andri.
Hal senada juga turut disampaikan Jusri, menurutnya dengan kontur serta topografi alam di sekitar tol Cipularang, berpotensi membuat gejala angin samping atau crosswind yang membuat mobil dalam kecepatan tinggi menyebabkan oleng atau limbung.
"Jadi kalau kecepatan tinggi di mobil biasa, gampang sekali terasa. Di Cipularang itu cross wind besar sekali peluangnya, saya sudah berkali-kali merasakan itu," kata Jusri.
"Ketika ada sebuah jalan kemudian di kiri dan kanan ada hutan, atau tebing atau ada beton, maka pada saat itu dorongan atau side wing, dorongan angin dari kanan ke kiri minim. Katakanlah 100 meter seperti itu, kemudian sekitar 15 meter open space tebing, pohon dan beton tidak ada, terus kemudian selanjutnya ada tebing lagi. Itu saja walaupun tidak ada angin itu akan membuat mobil body roll, atau bergerak ke kiri dan ke kanan tergantung dari intensitas angin yang ada di situ," ujar Jusri.
"Korelasinya mobil semakin tinggi kecepatannya maka semakin limbung ketika dia melewati celah antara yang ada tebing atau hutan dan di saat open space (area terbuka) seperti jembatan," jelasnya.
sumber