30 Januari 2011 (Berita-Sejarah-Tanggal)

Tomoyo

New member
[h=1]Waspadai Defisit Produksi Minyak[/h]

JAKARTA Indonesia harus serius mewaspadai ancaman dan melambungnya harga nthiyak yang kini hampir menembus 100 dolar AS per barel. Karena, ada keterkaitan asitara kenaikan harga minyak dan knisis pangan.

“Kerusuhan politik di negara-negara Afnika dan Amerika Selatan dewasa mi juga tidak semata dipicu oleh merebaknya korupsi, tapi juga knisis energi dan pangan,” kata Ketua Asosiasi Perusahaan lVligas Nasional (Asperrnigas), Effendi Siradjuddin, di Jakarta, sebagaimana dikutip Antara di Jakarta, Senin (31/1).

Effendi mengingatkan, selain krisis dalam bentuk kerusuhan politik, ancaman juga datang dart merosotnya produksi lahan-lahan pertanian di Vietnam, Thailand, dan negara-negara pertanian lainnya.

mi berakibat pada tenganggunya ketersediaan pangan dunia. “Belum lagi adanya ramalan tentang krisis pangan permanen sebagai dampak dan perubahan iklim global,” ujarnya.

Ta menegaskan, anca,man krisis enengi dewasa mi memang sudah mengerikan. Effendi menghitung dalam kurun waktu 5-20 tahun ke depan, konsumsi minyak dunia diperkirakan tembus ke kisaran 120-130 juta barel per han (bph).

Sedangkan produksi puncak minyak dunia diprediksi hanya 105-110 juta bph. “Artinya, akan tenjadi defisit 15-20 juta bph,” tutunnya. Dan, yang menjadi persoalan, yakni realisasi diversifikasi energi yang dicanangkan berbagai negana, termasuk Indonesia, tidak akan mampu menggantikan produksi minyak dunia.

Sekalipun ada panas bum1, tenaga angin, tenaga surya, gas, dan lain-lain, tapi jumlahnya terbatas. Pengembangan energi nuklir juga butuh waktu 10-20 tahun. “Kalau ditotal, masih belum mampu menggantikan minyak dan menyuplai kebutuhan energi dunia.”

Dalam kondisi seperti itu, Effendi meyakini bahwa pada 10 tahun mendatang negana-negara OPEC sekalipun sudah tidak bisa mengekspor minyaknya, karena kebutuhan dalam negeni juga meningkat.

“Negana yang punya uang banyak juga tidak bisa membeli minyak, kanena tidak ada banang yang tersedia di pasar untuk dibeli,” kata Effendi.

Ia mengingatkan Indonesia, hanya memiliki waktu 5-10 tahun untuk membuat terobosan ekonomi dan politik yang berani untuk mengatasi problem kelangkaan energi dan knisis pangan dunia. Langkah pertama adalah mengamankan sumber daya migas yang selama ini dikuasai asing.
Sebagai gambaran, Indonesia saat ini defisit minyak sekitar satu juta bph. Kemampuan produksi kita hanya 50 ribu bph, sedangkan konsumsi mencapai 1,4 juta bph.

Defisit itu akan terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan laju petumbuhan konsumsi dan penurunan produksi. Angka defisit itu bisa mencapai 3 juta bph pada 2015 dan 5 juta bph pada 2020.

“Rakyat menunggu keberanian pemerintah melakukan langkah politik yang lebih konkret menghadapi ancaman krisis energi dan pangan yang sudah di depan mata,” katanya.

Dengan semakin besarnya ancaman krisis energi. menurut Effendi, sumber daya migas harus berada di bawah kontrol negara lantaran menyangkut urusan ekonomi dan stabilitas.

“Kontrak asing yang sudah mau habis, tidak perlu diperpanjang. Dengan begitu, kita bisa menabung cadangan minyak negara.”

Beberapa tenobosan lain yang diperlukan, yakni melakukan langkah-langkah realisasi dan pembauran energi (energy mix) 2005- 2025, lalu mempercepat pencapaiannya. [FOOTNOTE]Republika, 30 januari 2011, firkah fansuri[/FOOTNOTE]























[h=1]Reference & Resources[/h]
[REFLIST]1[/REFLIST]
 
Back
Top