31 Maret 2011 (Berita-Sejarah-Tanggal)

Takoyaki

New member
[h=1]Koalisi Kembali Terancam Pecah[/h]

JAKARTA — Suara koalisi partai dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) bakal terpecah lagi. Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (FPKS) dari Fraksi Golkar di Komisi IX DPR mulai condong pada Fraksi PDIP dalam penyelesaian kemandekan pembahasan RUU ini di DPR, termasuk penggunaan hak interpelasi.

Menurut anggota Fraksi PKS yang juga Komisi IX DPR, Ledia Hanifa Amaliah, pembicaraan untuk menggunakan hak interpelasi terkait RUU BPJS ini sudah dibicarakan di tingkat Fraksi PKS. “Apalagi, sudah beberapa kali PKS melakukan interupsi dalam sidang paripurna, tapi tidak pernah digubris pimpinan DPR,” katanya di DPR, Jakarta, Selasa (5/4).

FPKS menegaskan, alasan pemerintah, terutama Menteri Keuangan (Menkeu) Agus Martowardoyo tidak konsisten dengan kenyataan yang ada. Menkeu menginginkan RUU BPJS hanya dilakukan penetapan tanpa pengaturan. Itu didasarkan UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). “Tapi, kenyataannya hari ini, pemerintah juga mengajukan RUU Akuntan Publik dengan penetapan dari pengaturan.”

Dikatakannya pimpinan pernah mengajukan ke pimpinan DPR agar bersama seluruh pimpinan fraksi untuk menemui langsung Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). “Karena, pada kenyataannya, delapan menteri terkait tidak membahas kelanjutan BPJS.”

Kedelapan menteri yang terkait dalam pembahasan BPJS adalah Menkeu, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri BUMN, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Kesehatan, Menteri Sosial, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, dan Kepala Bappenas.

Ledia menyatakan, penundaah ini sudah terlalu lama, tepatnya tujuh tahun. RUU BPJS, sesuai amanat UUD 1945, harusnya sudah bisa dilaksanakan pada 19 Oktober 2009. “Wajar jika DPR mempertanyakannya (mengapa) ini tidak segera diselesaikan.”

Sementara itu, dari komisi yang sama, anggota Fraksi Golkar Hernani Eurustiati mengakui baru mengetahui rencana PDIP untuk menggunakan hak interpelasinya dalam RUU BPJS. Sementara itu, hingga saat ini, Hernani memberi tahu, pimpinan fraksi Golkar masih belum memberikan arahan apa pun.

“Terakhir konsultasi dengan pimpinan fraksi, apa yang terbaik untuk rakyat harus kita perjuangkan,” ujarnya. Namun Golkar, lanjut Hernani, masih menunggu iktikad baik kedelapan menteri tersebut untuk menunaikan janjinya dalam membahas kelanjutan nasib RUU BPJS.

Sebelumnya, pemerintah tetap pada sikapnya untuk RUU BPJS yang bersifat sebagai penetapan saja, bukan pengaturan. Untuk itu, pemerintah kemungkinan menempuh langkah membentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) sebagai jalan tengah kebuntuan pembahasan RUU tersebut.

“Tinggal apakah perlu direvisi UU-nya atau mungkin perlu perppu,” kata Menteri Sosial, Salim Segaf Al Jufni, Kamis (31/3). Jika perlu, perbedaan pendapat anggota dewan dengan pihak pemerintah di dapat dibawa ke Mahkamah Agung (MA) untuk dituntaskan di lembaga yudikatif itu.

Perbedaan pendäpat pemerintah dan DPR ini meruncing dalam rapat kerja bulan lalu. Anggota Pansus BPJS dan Fraksi Demokrat, Dhiana Anwar, mengatakan bahwa sebenarnya pemerintah serius, hanya mungkin belum ada kesepahaman di antara para menteri.

Sementara itu, anggota pansus dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, mengatakan saat ini Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat sudah memenangkan putusan sela gugatan rakyat bahwa negara terbukti lalai menjalankan amanat UU tentang jaminan sosial.

Karena itu, Fraksi PDIP dan Praksi PKS, jelas Rieke, akan menggalang interpelasi dan hak angket atas pembahasan RUU BPJS. “Kita akan bekerja sama dengan jaringan dari luar, termasuk mahasiswa dan komponen masyarakat lain untuk terus mendorong jalannya proses pembahasan RUU BPJS.’ [FOOTNOTE]Republika, Kamis, 31 maret 2011, Shally pristine/Prima redtri/c41/Dewi mardiani[/FOOTNOTE]



























[h=1]Reference & Resources[/h]
[REFLIST]1[/REFLIST]
 
Back
Top