45 Koruptor Lari ke Luar Negeri, 20 ke Singapura

spirit

Mod
Sabtu, 11/06/2011 09:40 WIB Elvan Dany Sutrisno

anti-korupsi.jpg

Data Indonesia Corruption Watch (ICW) tentang koruptor yang lari ke luar negeri cukup menakjubkan. 40 koruptor kabur ke luar negeri dalam 10 tahun terakhir.

Uniknya, 20 diantaranya memilih tempat yang sama dengan mantan bendahara umum PD yang diduga tersangkut kasus Kemenpora, ke Singapura.

"Ada kecenderungan koruptor menghindari proses hukum. Ada sekitar 45 orang terkait korupsi ke luar negeri, sebagian belum vonis. Ada 20 diantaranya ke Singapura, lainnya ke Hongkong dan lainnya, ini data ICW sepuluh tahun terakhir ini, BLBI menyumbang paling banyak," ujar peneliti ICW, Emerson Yuntho.

Hal ini disampaikan Emerson dalam Polemik "Koruptor Ngeloyor, Negara Tekor" yang diselenggarakan Trijaya FM , di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (11/6/2011).

Banyak hal membuat koruptor memilih singapura sebagai tempat pelarian. Salah satunya karena tidak adanya perjanjian ekstradisi.

"Walaupun perjanjian ekstradisi gagal tak pernah diratifikasi oleh parlemen dua negara. Orang yang hendak diekstradisi bisa menggugat paksa. Orang seperti Gayus Tambunan itu kan karena bujuk rayu," tuturnya.

Dan mereka pun bebas mengatur kerajaan bisnisnya dari Singapura. Termasuk memanggil orang-orangnya yang masih di Indonesia untuk rapat di Singapura.

"Karena statusnya beberapa dicekal biasanya orang Jakarta yang ke Singapura. Mereka melakukan koordinasi bisnis dan sebagainya," tuturnya.


detiknews.com
 
Sabtu, 11 Juni 2011 | 17:00 WIB
Oleh: Herdi Sahrasad
sumber: inilah.com


Singapura Jadi Bunker Koruptor

1594142.jpg

Singapura terus menjadi tempat persembunyian strategis bagi koruptor dari Indonesia. Perjanjian ekstradisi di antara kedua negara belum berlaku meski sudah ada. DPR belum meratifikasi perjanjian itu sejak 2007 karena jika diratifikasi akan merugikan Indonesia. Mengapa?

Laporan dari Morgan Stanley mengungkapkan dari 55 ribu orang kaya Indonesia (yang kekayaannya melebihi US$1 juta), 30% di antaranya adalah kelas menengah dari Indonesia, alias sebanyak 18 ribu orang, memilih Singapura untuk menaruh uangnya.

Kalau semiskin-miskinnya 18 ribu orang itu masing-masing punya US$ 1 juta, maka aset total mereka di sini adalah 18 ribu x 1 juta = US$18 miliar, alias Rp160 triliun! Namun rasanya tak mungkin aset mereka cuma US$1 juta saja.

Para koruptor RI paling doyan lari ke negeri singa itu. Bisa kebayang bukan, kelipatan kekayaan orang kita di sini? Diperkirakan oleh Merrill Lynch, lebih dari Rp800 triliun duit orang Indonesia ditaruh di Singapura.

Singapura, negara berpenduduk sekitar 4,5 juta jiwa dengan produk domestik bruto (GDP) sekitar US$132 miliar pada 2009, menjadi pusat keuangan dan bisnis regional yang maju pesat, hadir sebagai saingan baru bagi pusat keuangan mapan seperti Hongkong dan Swiss.

Banyak kejanggalan dalam perjanjian ekstradisi antara Indonesia dan Singapura. Pada 2007, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani perjanjian ekstradisi dengan Singapura di Bali. Namun, perjanjian itu tak dapat dipisahkan dari perjanjian kerja sama pertahanan (DCA). Ketika hendak diratifikasi, anggota DPR periode 2004-2009 melihat ada beberapa kejanggalan.

Pertama, hal ini terutama berkaitan dengan penjelasan Indonesia akan memberikan tanah seluas 32 ribu hektar untuk latihan bersama antara TNI dan Singapura. Wilayah yang diminta adalah di Baturaja, Sumatera Selatan.

Kedua, Tidak diratifikasinya perjanjian itu, seperti dikemukakan mantan Wapres Jusuf Kalla, karena Singapura kemudian meminta akses yang lebih luas bagi Angkatan Udaranya di wilayah Indonesia. Sesuatu yang nampaknya disengaja Singapura, sehingga Perjanjian Ekstradisi itu tidak bisa dilaksanakan.

Secara politis, menukar orang yang bermasalah secara hukum dengan wilayah untuk berlatih sangat tak menguntungkan. Syarat ini merugikan kepentingan Indonesia. Situasi ini membuat negeri singa itu menjadi celah bagi koruptor dari Indonesia, termasuk mereka yang diduga terlibat korupsi, untuk berlari ke Singapura dan bersembunyi di sana.

Apalagi, untuk pergi ke Singapura, seseorang hanya membutuhkan paspor dan tak perlu mempergunakan visa. Karena tidak ada perjanjian ekstradisi yang ditandatangani Indonesia, Polri tak boleh beroperasi di Singapura tanpa izin pemerintah setempat

Dalam konteks Nunun Nurbaeti, misalnya, kalau saja Singapura bersedia, dimanapun Nunun bersembunyi, seketat apapun upaya melindunginya, usaha itu tak akan efektif. Nunun selama ini dianggap salah satu ‘kunci’ dari kasus penyuapan pemilihan Deputi Senior Gubernur Bank Indonesia.

Indonesia pun tidak bisa memaksa Singapura, supaya ‘menangkap’ Nunun. Sebab perjanjian ekstradisi kedua negara yang ditanda-tangani 2007, belum diratifikasi oleh parlemen masing-masing. Kalau Nunun bisa dideteksi tinggal di Singapura, maka orang-orang yang bermasalah seperti bisa berpikir ulang menjadikan Singapura sebagai tempat persembunyian.

Namun, Singapura sudah jadi bunker koruptor dan keuntungan dari uang haram itu amat besar sebab menjadi tiang penyangga ekonomi negeri Lee Kuan Yew itu.
 
tak ada henti hentinya kasus korupsi..
apa apakah di negara singapura???
Perjanjian ekstradisi antara singapura dan Indonesia itu belum berjalan karena belum ada ratifikasi, yang sebabnya bisa jadi timbul banyak penafsiran.
Jadi kedua negara itu nggak bisa berbuat apa-apa kalau ada kasus buron seperti koruptor ini.
Ingat aja kasus Gayus, di mana aparat kita nggak bisa berbuat apa-apa karena nggak ada payung hukumnya. Dalam kasus Gayus itu yang terjadi bukan penangkapan tapi membujuk untuk kembali ke Indonesia.
singapore negara maling
dasar Malay & Singapur sama2 Maling Asia
Loh, nggak salah nih?
Apa salah singapura dan Malaysia?

Benci sih boleh aja, tapi alangkah baiknya kalau kebencian itu juga disertai jalannya otak sehingga bisa berpikir dengan jernih dan berlogika dengan baik.
 
Back
Top