nurcahyo
New member
Ada Rumah Susun di Batang Tin
Oleh trubus
Sosok pohon tin milik Eddy Soesanto itu tidak terlalu besar. Paling banter tingginya 1 meter lebih sedikit. Batangnya juga hanya sebesar jempol. Namun, di sela-sela dedaunan tampak gundukan-gundukan kecil terbungkus plastik. Jarak antargundukan tidak lebih dari sejengkal. Itulah cangkok bertingkat ala Eddy. Pemilik nurseri Tebuwulung itu mampu mendongkrak produksi bibit hingga 3 kali lipat cara cangkok biasa.
Sampai saat ini, cangkok cara paling efektif memperbanyak tin. Selain mudah, pertumbuhan tanaman sangat cepat. Lihat saja koleksi Tryman Sutandya di Blitar. Pohon menjulang setinggi 2 meter lebih hanya dalam waktu 6 bulan. Pengusaha ayam petelur itu menanam dari bibit hasil cangkokan setinggi 50 cm.
Kelebihan lain, hanya dalam waktu 3-4 minggu, hasil cangkokan tin sudah dapat diturunkan dan ditanam di tanah. Bandingkan dengan jambu air dan jambu biji yang butuh waktu 1,5-2 bulan, mangga 3 bulan, dan sawo serta duku minimal 8 bulan. Itu pun disertai dengan masa stres yang ditandai rontok daun.
Cangkok bertingkat dilakukan Eddy karena mata tunas tin banyak. Hampir semua bagian batang tin-batang tua dan muda-dapat dicangkok. Namun, memang lebih baik dilakukan pada batang tua, kata bapak 3 anak itu. Cirinya, batang sudah berkayu dan berwarna cokelat. Pada batang muda, akar yang keluar memang banyak, tapi ketika diturunkan dari pohon induk, tanaman menjadi lemas dan mudah mati.
Tidak ada syarat khusus dalam memilih bagian yang akan dicangkok. Yang penting, ada mata tunas, lanjut Eddy. Pada panjang batang ukuran 1 jengkal, terdapat minimal 2 mata tunas.
Jadi batang bisa dicangkok setiap panjang 1 jengkal. Metoda cangkok bertingkat memang efektif untuk mendapatkan bibit dalam jumlah banyak. Hal ini diakui oleh penangkar buah Prakoso Heryono di Demak. Bedanya, ia menggunakannya untuk jambu air.
Moss
Cara cangkok bertingkat sama dengan cangkok biasa. Batang dilukai mengeliling. Tujuannya agar jalur makanan menuju akar terputus. Nantinya akar tumbuh dari bagian atas pelukaan. Makin kecil lebar pelukaan semakin baik, karena pelukaan terlalu lebar menyebabkan batang rapuh dan mudah patah.
Untuk batang seukuran jempol orang dewasa, pelukaan cukup selebar 1-2 cm atau kira-kira selebar diamater batang. Namun, aturan itu tidak berlaku untuk induk berbatang besar. Pelukaan bisa dilakukan di sembarang tempat, tidak mesti pada tunas. Getah yang keluar dari batang dibersihkan dengan lap bersih.
Setelah itu, daerah yang dilukai ditutup dengan media cangkok. Lulusan Institut Seni Indonesia di Yogyakarta itu menggunakan moss. Moss dipilih karena bobotnya ringan. Media tanah akan terlalu berat bagi batang tin yang kecil dan dapat menyebabkan batang bengkok. Selain itu, tanah dapat mengeras, terutama apabila kandungan air hilang akibat plastik yang tidak rapat. Akar tidak dapat berkembang dan menembus tanah.
Berbeda dengan moss. Tekstur moss yang halus membuatnya tidak dapat memadat. Hasilnya, akar berkembang cepat dalam jumlah banyak. Sebelum ditempelkan pada batang, moss dicelupkan ke dalam larutan B1.
Banyak orang yang menggunakan sabut kelapa sebagai media cangkok. Namun, sabut kelapa membutuhkan perlakuan terlebih dahulu. Kandungan tanin pada sabut kelapa harus dihilangkan dengan perendaman dalam air selama 10 hari sampai 2 minggu. Setelah itu sabut kelapa masih harus ditumbuk untuk menghancurkan selulosa. Belum lagi getah yang ditimbulkan oleh sabut kelapa.
Penggunaan media tanah menimbulkan masalah. Pada musim kemarau tanah akan mengeras; musim hujan, plastik penutup yang tidak rapat menyebabkan tanah tererosi. Dengan menggunakan moss, masalah itu tidak akan timbul. Bahkan sampai plastik pembungkus memudar pun pertumbuhan akar tetap baik. Itu terjadi karena moss saling mengikat.
Hasil banyak
Untuk memudahkan penempelan, moss diikat pada batang. Setelah itu, tutup dengan plastik hingga rapat. Tujuannya agar media cangkok tetap lembap dan membantu pertumbuhan akar. Gunakan plastik yang tidak terlalu bening agar tak gampang sobek. Setelah itu, akar akan muncul 1 minggu setelah pencangkokan. Selama proses itu tak ada perlakuan khusus. Bibit siap diturunkan ke tanah setelah 4 minggu, sampai akar agak tua.
Sayang, cangkok bertingkat memiliki kelemahan. Pada satu batang yang dicangkok bertingkat, akar lebih dulu muncul pada cangkokan paling bawah. Baru disusul cangkokan-cangkokan di atasnya. Jadi, untuk memanen hasilnya, terpaksa menunggu sampai semua cangkokan memiliki akar. Setelah seluruh akar tumbuh, baru tanaman diturunkan satu per satu. Toh, Eddy tetap lebih suka metoda itu karena hasil yang didapat lebih banyak dan waktu singkat.
Untuk mendapatkan sosok tanaman yang cantik, cangkok dilakukan sekitar 10 cm di bawah percabangan. Nantinya, 5 cm batang terbawah akan tertanam di dalam tanah. Sisanya, 5 cm di atas tanah, akan segera mengeluarkan percabangan sehingga tanaman terlihat kompak. Namun, tentu saja metoda ini tidak bisa dilakukan secara bertingkat.
Oleh trubus
Sosok pohon tin milik Eddy Soesanto itu tidak terlalu besar. Paling banter tingginya 1 meter lebih sedikit. Batangnya juga hanya sebesar jempol. Namun, di sela-sela dedaunan tampak gundukan-gundukan kecil terbungkus plastik. Jarak antargundukan tidak lebih dari sejengkal. Itulah cangkok bertingkat ala Eddy. Pemilik nurseri Tebuwulung itu mampu mendongkrak produksi bibit hingga 3 kali lipat cara cangkok biasa.
Sampai saat ini, cangkok cara paling efektif memperbanyak tin. Selain mudah, pertumbuhan tanaman sangat cepat. Lihat saja koleksi Tryman Sutandya di Blitar. Pohon menjulang setinggi 2 meter lebih hanya dalam waktu 6 bulan. Pengusaha ayam petelur itu menanam dari bibit hasil cangkokan setinggi 50 cm.
Kelebihan lain, hanya dalam waktu 3-4 minggu, hasil cangkokan tin sudah dapat diturunkan dan ditanam di tanah. Bandingkan dengan jambu air dan jambu biji yang butuh waktu 1,5-2 bulan, mangga 3 bulan, dan sawo serta duku minimal 8 bulan. Itu pun disertai dengan masa stres yang ditandai rontok daun.
Cangkok bertingkat dilakukan Eddy karena mata tunas tin banyak. Hampir semua bagian batang tin-batang tua dan muda-dapat dicangkok. Namun, memang lebih baik dilakukan pada batang tua, kata bapak 3 anak itu. Cirinya, batang sudah berkayu dan berwarna cokelat. Pada batang muda, akar yang keluar memang banyak, tapi ketika diturunkan dari pohon induk, tanaman menjadi lemas dan mudah mati.
Tidak ada syarat khusus dalam memilih bagian yang akan dicangkok. Yang penting, ada mata tunas, lanjut Eddy. Pada panjang batang ukuran 1 jengkal, terdapat minimal 2 mata tunas.
Jadi batang bisa dicangkok setiap panjang 1 jengkal. Metoda cangkok bertingkat memang efektif untuk mendapatkan bibit dalam jumlah banyak. Hal ini diakui oleh penangkar buah Prakoso Heryono di Demak. Bedanya, ia menggunakannya untuk jambu air.
Moss
Cara cangkok bertingkat sama dengan cangkok biasa. Batang dilukai mengeliling. Tujuannya agar jalur makanan menuju akar terputus. Nantinya akar tumbuh dari bagian atas pelukaan. Makin kecil lebar pelukaan semakin baik, karena pelukaan terlalu lebar menyebabkan batang rapuh dan mudah patah.
Untuk batang seukuran jempol orang dewasa, pelukaan cukup selebar 1-2 cm atau kira-kira selebar diamater batang. Namun, aturan itu tidak berlaku untuk induk berbatang besar. Pelukaan bisa dilakukan di sembarang tempat, tidak mesti pada tunas. Getah yang keluar dari batang dibersihkan dengan lap bersih.
Setelah itu, daerah yang dilukai ditutup dengan media cangkok. Lulusan Institut Seni Indonesia di Yogyakarta itu menggunakan moss. Moss dipilih karena bobotnya ringan. Media tanah akan terlalu berat bagi batang tin yang kecil dan dapat menyebabkan batang bengkok. Selain itu, tanah dapat mengeras, terutama apabila kandungan air hilang akibat plastik yang tidak rapat. Akar tidak dapat berkembang dan menembus tanah.
Berbeda dengan moss. Tekstur moss yang halus membuatnya tidak dapat memadat. Hasilnya, akar berkembang cepat dalam jumlah banyak. Sebelum ditempelkan pada batang, moss dicelupkan ke dalam larutan B1.
Banyak orang yang menggunakan sabut kelapa sebagai media cangkok. Namun, sabut kelapa membutuhkan perlakuan terlebih dahulu. Kandungan tanin pada sabut kelapa harus dihilangkan dengan perendaman dalam air selama 10 hari sampai 2 minggu. Setelah itu sabut kelapa masih harus ditumbuk untuk menghancurkan selulosa. Belum lagi getah yang ditimbulkan oleh sabut kelapa.
Penggunaan media tanah menimbulkan masalah. Pada musim kemarau tanah akan mengeras; musim hujan, plastik penutup yang tidak rapat menyebabkan tanah tererosi. Dengan menggunakan moss, masalah itu tidak akan timbul. Bahkan sampai plastik pembungkus memudar pun pertumbuhan akar tetap baik. Itu terjadi karena moss saling mengikat.
Hasil banyak
Untuk memudahkan penempelan, moss diikat pada batang. Setelah itu, tutup dengan plastik hingga rapat. Tujuannya agar media cangkok tetap lembap dan membantu pertumbuhan akar. Gunakan plastik yang tidak terlalu bening agar tak gampang sobek. Setelah itu, akar akan muncul 1 minggu setelah pencangkokan. Selama proses itu tak ada perlakuan khusus. Bibit siap diturunkan ke tanah setelah 4 minggu, sampai akar agak tua.
Sayang, cangkok bertingkat memiliki kelemahan. Pada satu batang yang dicangkok bertingkat, akar lebih dulu muncul pada cangkokan paling bawah. Baru disusul cangkokan-cangkokan di atasnya. Jadi, untuk memanen hasilnya, terpaksa menunggu sampai semua cangkokan memiliki akar. Setelah seluruh akar tumbuh, baru tanaman diturunkan satu per satu. Toh, Eddy tetap lebih suka metoda itu karena hasil yang didapat lebih banyak dan waktu singkat.
Untuk mendapatkan sosok tanaman yang cantik, cangkok dilakukan sekitar 10 cm di bawah percabangan. Nantinya, 5 cm batang terbawah akan tertanam di dalam tanah. Sisanya, 5 cm di atas tanah, akan segera mengeluarkan percabangan sehingga tanaman terlihat kompak. Namun, tentu saja metoda ini tidak bisa dilakukan secara bertingkat.