Aktivis Greenpeace Dilarang Masuk Indonesia

Dipi76

New member
Deportasi
Aktivis Greenpeace Dilarang Masuk Indonesia
Hamzirwan | Agus Mulyadi | Kamis, 13 Oktober 2011 | 21:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Petugas imigrasi Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (13/10/2011), menolak Direktur Eksekutif Greenpeace Inggris John Sauven masuk ke Indonesia.

Aktivis Greenpeace Indonesia tengah mencari tahu penyebab pihak imigrasi menahan Sauven yang telah memiliki visa bisnis dan dokumen lintas negara yang dibutuhkan untuk memasuki Indonesia.

Demikian siaran pers Greenpeace Indonesia yang diterima di Jakarta, hari Kamis (13/10/2011).

Insiden ini patut disayangkan di tengah tingginya perhatian Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan jajarannya terhadap isu kelestarian alam dan keberlanjutan pembangunan ramah lingkungan.

Pihak Greenpeace Indonesia terkejut dengan perlakuan aparat imigrasi dan mendapat kabar mereka akan mendeportasi Sauven segera.

Pihak keamanan bandara langsung membawa pergi Sauven pukul 17.00 dengan pengawalan ketat.

Greenpeace memulai kampanye sejak tahun lalu terhadap Asia Pulp and Paper (APP) yang merusak hutan. Baru-baru ini, Greenpeace juga mengadakan Tur Mata Harimau, menelusuri kawasan hutan alam di Riau dan Jambi yang menghasilkan banyak temuan kerusakan hutan di konsesi APP.

Sejumlah bukti perusakan hutan yang dilakukan APP telah berulang kali diungkap ke publik.

Kepala Kampanye Penyelamatan Hutan Indonesia Bustar Maitar mengatakan, Greenpeace telah mengalami berbagai serangan balik setelah meluncurkan kampanye penyelamatan hutan Indonesia awal 2011.

Tetapi, kata Bustar, menekan Greenpeace di Indonesia tidak akan mencegah pembeli menjauhi APP.

"Pembeli hanya akan kembali berbisnis, jika APP memutuskan untuk berhenti merusak hutan yang menjadi rumah harimau sumatera. Lagi pula, Golden Agri Resources yang juga bagian dari kelompok Sinar Mas telah memutuskan untuk mulai meninggalkan perusakan hutan dan APP harus mengikuti jejak saudaranya itu," ujar Bustar.

Beberapa perusahaan besar telah memutuskan kontrak APP dari rantai suplai mereka. Di antaranya adalah Adidas, Kraft, Nestle, Unilever, Carrefour, dan Tesco.

Bahkan, Mattel, raksasa produsen mainan Barbie, menyatakan, mereka akan segera memutus kontrak dengan APP.

Greenpeace mendukung komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyelamatkan hutan Indonesia, dan mengurangi emisi gas rumah kaca Indonesia.

Tetapi, baru-baru ini sekelompok politisi dan kelompok kepentingan justru mendesak Greenpeace diusir dari Indonesia. Tahun lalu, ikon organisasi Greenpeace, kapal Rainbow Warrior, juga ditolak masuk ke Indonesia.

Salah satu alasan yang mereka gunakan karena Greenpeace tidak terdaftar dengan benar di Indonesia. Beberapa hari yang lalu, Menteri Luar Negeri Inggris William Hague mengatakan kepada Sauven, upaya Greenpeace dalam melawan deforestasi sangatlah penting.

Ia juga berharap bahwa kunjungannya ke Indonesia dapat berjalan lancar sesuai dengan apa yang direncanakan.

Sauven, yang menikah di Indonesia, rencananya akan bertemu beberapa tokoh penting pemerintahan dan mengunjungi hutan di Sumatera. Dia juga dijadwalkan bertemu dengan sejumlah pengusaha penting di Indonesia dan Duta Besar Inggris untuk Indonesia yang telah menyatakan menyambut gembira kedatangannya ini.

Sehari setelah mendapat visa, beberapa media di Indonesia memberitakan bahwa Sauven telah dilarang masuk Indonesia untuk Konferensi Hutan. Padahal, pada saat itu Sauven belum pergi ke Indonesia sehingga tidak pernah dilarang masuk.



Kompas



-dipi-
 
Wawancara Tempo dengan Direktur Eksekutif Greenpeace John Sauven
Minggu, 16 Oktober 2011 | 17:01 WIB



TEMPO Interaktif, Jakarta - Mengenakan kemeja biru berbalut jas dan celana bahan, pria itu berlari-lari kecil di Terminal 2 Bandara Internasional Changi, Singapura, Kamis, 13 Oktober 2011 lalu. Dia adalah John Sauven, Direktur Eksekutif Greenpeace Inggris. "It’s a long trip,” kata Sauven. Ia baru saja menghabiskan sekitar 14 jam perjalanan udara dari London. Sauven mengejar penerbangan menuju Jakarta.

Dalam pesawat Singapura-Jakarta, sekitar 1,5 jam, Sauven menceritakan banyak pengalamannya, termasuk tentangan oleh pemerintah dan beberapa kekuatan politik di Indonesia terhadap Greenpeace. “Saya tidak tahu kenapa mereka memusuhi kami,” ujarnya. Sauven juga banyak bertanya soal kondisi politik Indonesia belakangan, termasuk soal kekerasan terhadap penganut Ahmadiyah.

Berikut ini adalah petikan wawancara wartawan Tempo, Tito Sianipar, bersama pria 57 tahun itu, sebelum ia dipulangkan paksa oleh Imigrasi sesaat setelah menginjakkan kakinya di Jakarta.

Apakah Anda mengetahui kondisi Greenpeace di Indonesia?
Ya, saya membaca mengenai itu. Banyak kelompok yang menolak keberadaan kami di Indonesia. Salah satunya FPI. Itu organisasi yang melakukan penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah, bukan? Saya bingung kenapa mereka melakukannya. Kami tidak pantas dimusuhi. Saya juga mendengar bahwa saya dilarang masuk ke Indonesia. Tapi saya tidak mengerti kenapa. Dari Departemen Luar Negeri kami, saya mendapat informasi tidak ada masalah apa-apa. Bahkan saya mendapat dukungan dari Menteri Luar Negeri.

Kalau Anda tahu bakal dilarang, kenapa masih hendak datang ke Indonesia?
Saya datang atas undangan rekan saya. Dia meminta saya datang untuk mendiskusikan pengelolaan hutan dengan kliennya. Saya ingin berbagi bagaimana menangani masalah lingkungan, terutama hutan dengan baik. Saya tidak punya tujuan buruk dalam kunjungan kali ini. Saya tidak anti-Indonesia. Mereka yang melarang saya punya pikiran yang aneh. Itu adalah hal yang bodoh.

Menurut Anda, apa yang terjadi di balik penolakan terhadap kunjungan ini?
Saya menduga ada kolusi antara APP (Asia Pulp & Paper) dan pemerintah dan dengan organisasi lainnya yang menolak saya. Mereka berpikir saya akan mengacaukan rantai distribusi mereka. (APP adalah perusahaan yang kerap mendapat kritikan dari Greenpeace Indonesia karena dianggap merusak hutan. Dan APP kehilangan beberapa kliennya karena kampanye Greenpeace)

Apa yang menjadi masalah utama di Indonesia?
Banyak koorporasi di negara Anda belum memiliki kesadaran untuk mengelola hutan secara bertanggung jawab. Lihatlah, misalnya, bagaimana mereka mengubahnya menjadi kebun kelapa sawit, kemudian menjual minyak sawitnya ke luar negeri, dan mengimpor barang jadi dari sawit itu. Seharusnya bisa diolah dan itu memberi nilai tambah. Hal yang sama juga terjadi di Hutan Amazon. Mereka di sana hanya menjual kacang soya untuk dijadikan pakan ternak. Kemudian mereka mengimpor hewan yang memakan pakan mereka. Sebaiknya, kalian bisa memaksimalkan potensi sumber daya alam itu.

Kenapa kerap mempermasalahkan soal hutan di Amazon dan Indonesia. Apakah di negara Anda tidak ada masalah perlindungan hutan?
Tentu ada. Tapi hutannya tidak lagi banyak dan sudah dilindungi dengan menjadi taman nasional. Hutan di Inggris habis ditebang abad ke-16. Kita sudah tidak bisa berbuat apa-apa. Ketika itu, orang belum tahu tentang perubahan iklim. Tapi yang harus diingat, Brasil, Indonesia, dan Kongo adalah tiga negara dengan hutan hujan tropis terbesar di dunia. Hutan-hutan ini punya dampak yang besar bagi dunia. Bayangkan jika hutan itu rusak, semua orang harus merasakan akibatnya. Padahal yang mendapatkan keuntungan hanya perusahaan tertentu saja.

Ada pendapat, Anda bersama Greenpeace, misalnya, menghalang-halangi Indonesia, Brasil, atau Kongo tampil menjadi negara industri. Tanggapan Anda?
Kalau Anda membabat hutan-hutan itu dan kemudian menanamnya dengan tanaman industri atau ladang, bagaimana tanaman itu bisa hidup? Tidak mungkin. Karena keberlangsungan dunia saat ini sangat tergantung pada hutan yang tersisa. Itu habis, maka kita tinggal menunggu semua mati. Tidak ada lagi air bersih. Tidak ada lagi oksigen. Iklim menjadi tidak menentu. Kita tidak bisa mengesampingkan alam bebas dari kehidupan manusia. Kita hidup di satu dunia.

Apakah industri tidak menimbulkan masalah lingkungan di negara Anda?
Tentu saja. Kami juga masih menghadapi persoalan lingkungan dari kelakuan industri yang tidak bertanggung jawab. Misalnya membuang limbah ke sungai, pembangkit nuklir, dan juga over-fishing. Kami selalu menentangnya. Tapi yang membedakan, industri di negara-negara Eropa sudah menerapkan standar tinggi terhadap lingkungan. Eropa punya teknologi yang bisa mendaur ulang air limbah, energi terbarukan, dan lain sebagainya. Ada peraturan yang mengikat perusahaan-perusahaan itu dengan ketat. Aturan seperti itulah yang juga harus diterapkan negara Anda. Jika Anda ingin berbisnis, maka taati aturannya. Saya tidak anti-industri.

Selain hutan, apa lagi isu lingkungan yang menjadi perhatian di negara Anda?
Isu terpenting adalah bagaimana mengembangkan energi terbarukan. Kita membutuhkan itu secara global karena kebutuhan energi akan semakin meningkat hari demi hari.

Energi terbarukan paling diminati di Inggris?
Tenaga angin. Kami punya angin yang maksimum. Karena bisa dihasilkan dari daratan dan lepas pantai. Ada perubahan besar di Inggris soal itu, termasuk juga menggunakan tenaga ombak.

Tapi Inggris juga menggunakan pembangkit listrik tenaga nuklir yang bisa berdampak buruk pada lingkungan?

Ya, kami punya pembangkit tenaga nuklir. Pemerintah Inggris berencana membangun pembangkit nuklir lainnya dan kami menentang hal tersebut. Kita sudah melihat akibatnya di Fukushima, Jepang. Membangun pembangkit tenaga nuklir di jalur gempa bumi membuat risiko berlipat ganda. Di sisi lain, perdebatan soal poliferasi nuklir, seperti yang terjadi di Iran, masih berlangsung.

Apa lagi isu lingkungan di Benua Eropa?
Yang utama adalah energi terbarukan tersebut. Dan Jerman adalah salah satu negara yang bagus. Mereka punya komitmen yang tinggi dalam pengembangan industri yang bersahabat dengan lingkungan. Selain itu, Eropa juga tengah mengembangkan teknologi hybrida, juga mobil listrik. Pasalnya, minyak sebagai bahan bakar sudah tidak bisa diandalkan. Hal yang paling baik dari mobil listrik adalah tidak ada polusi. Masalah Eropa lainnya adalah penangkapan ikan. Banyak kapal-kapal Eropa yang menangkap ikan sembarangan. Mereka dengan gampang membuang ikan-ikan yang tidak sesuai dan itu menyebabkan polusi laut serta mengancam biota laut.

Kenapa dulu Anda memilih menikah di Bali?
Ya, kami datang ke sini dan melangsungkan pernikahan di tepi pantai, sekitar dua puluh tahun lalu. Bali pulau yang indah, kami menikmati waktu selama berada di sana. Sebenarnya, saya tidak banyak berwisata, tapi Bali benar-benar menyenangkan.



-dipi-
 
perlu d telusuri kenapa pihak imigrasi melarang mereka masuk. Apakah ada tekanan dari pihak penguasa?
 
kan sudah ane bilang ini masalah kebun sawit

soale pernah liat tayangan tv apaa gitu, ada beberapa aktivis lingkungan hidup ( entah greenpeace atau bukan ) yang menyusup di hutan sumatra, disitu mereka menunjukkan bahwa betapa rusaknya hutan karena kebun sawit, dan dalam siarannya mereka juga mewawancarai penduduk setempat tentang kerusakan hutannya, dan bergegas sembunyi ketika ada semacam polisi hutan yang selalu patroli. parahhhh,,, |:mad:
 
TS-nya itu tahu luar dalam soal Greenpeace, Gp internasional maupun Gp Indonesia. ~LoL~

Anyway, sampai kapanpun kalau APP masih kekeuh nggak kasih duit seperti kasus di Jambi, ya congor-congor kelaparan dari aktivis Gp Indonesia bakalan tetep koar-koar.

Atau bisa juga pakai cara lain untuk membungkam aktivis-aktivis itu. Culik dan lepaskan di pemukiman Suku Anak Dalam, di Jambi sana dengan diberi tulisan "aktivis greenpeace Indonesia". Nggak ada 5 menit, mungkin kepalanya udah nggak ada di leher.

Suku Anak Dalam yang punya kebijaksanaan adat dalam memelihara alam aja benci setengah mampus lho sama aktivis-aktivis itu. ~LoL~
Tanya kenapa?
 
TS nnya mana nih,,,, sepertinya ingin menyampaikan sesuatu, dari kemaren beritanya greenpeace mulu wkwkwkwk
 
Wawancara Tempo dengan Direktur Eksekutif Greenpeace John Sauven
Minggu, 16 Oktober 2011 | 17:01 WIB



Apakah Anda mengetahui kondisi Greenpeace di Indonesia?
Ya, saya membaca mengenai itu. Banyak kelompok yang menolak keberadaan kami di Indonesia. Salah satunya FPI. Itu organisasi yang melakukan penyerangan terhadap jemaah Ahmadiyah, bukan? Saya bingung kenapa mereka melakukannya. Kami tidak pantas dimusuhi. Saya juga mendengar bahwa saya dilarang masuk ke Indonesia. Tapi saya tidak mengerti kenapa. Dari Departemen Luar Negeri kami, saya mendapat informasi tidak ada masalah apa-apa. Bahkan saya mendapat dukungan dari Menteri Luar Negeri.


-dipi-

hahh fpi lagi >%|
 
Back
Top