Kebudayaan
C.W. Previte-Orton menulis dalam Cambridge Medieval History, "Peradaban Saracen yang brilian di Spanyol Islam membuat orang-orang Moor, bahkan dalam kemudurannya dibawah Reyes de Taifas, sebagai orang-orang paling beradab di Barat."
Banyak suku, agama, dan ras hidup bersama-sama di Al-Andalus, dan masing-masing menyumbang terhadap kemajuan intelektual di Andalus. Buku-buku jauh lebih tersebar luas di Al-Andalus dibanding di negara lainnya di Barat. Sejarah intelektual Al-Andalus terlihat dari hasilnya berupa banyaknya ilmuwan Islam dan Yahudi.
Kemajuan intelektual Al-Andalus bermula dari perseturuan intelektual antara Bani Umayyah yang menguasai Al-Andalus, dengan Bani Abbasiyah yang berkuasa di Timur Tengah. Penguasa Umayyah berusaha memperbanyak perpustakaan dan lembaga pendidikan di kota-kota Al-Andalus seperti Kordoba, untuk mengalahkan ibukota Abbasiyah Baghdad. Walaupun Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah saling bersaing, kedua kekhalifahan ini mengizinkan perjalanan antara kedua kekhalifahan ini dengan bebas, yang membantu penyebaran dan pertukaran ide serta inovasi dari waktu ke waktu.
Pada abad ke-10, kota Kordoba memiliki 700 masjid, 60.000 istana, dan 70 perpustakaan, dan salah satu perpustakaan yang terbesar memiliki hingga 500.000 naskah. Sebagai perbandingan, perpustakaan terbesar di Eropa Kristen saat itu memiliki tak lebih dari 400 naskah, bahkan pada abad ke-14 Universitas Paris baru memiliki sekitar 2.000 buku. Perpustakaan, penyalin, penjual buku, pembuat kertas, dan sekolah-sekolah di seluruh Al-Andalus menerbitkan sebanyak 60.000 buku tiap tahunnya, termasuk risalah, puisi, polemik dan antologi. Sebagai perbandingan, Spanyol modern menerbitkan rata-rata 46.300 buku tiap tahunnya, menurut UNESCO.
Filosofi
Filosofi Islam Andalus
Sejarawan Said Al-Andalusi menulis bahwa Khalifah Abdurrahman III (912-961) mengumpulkan sejumlah besar buku dan memberikan perlindungan bagi para ilmuwan yang mempelajari kedokteran dan "ilmu-ilmu kuno". Penggantinya Khalifah Al-Hakam II (Al-Mustansir), membangun sebuah universitas dan sejumlah perpustakaan di Kordoba. Kordoba menjadi salah satu pusat pembelajaran kedokteran dan filosofi terkemuka di dunia.
Namun ketika anak Al-Hakam II Hisyam II naik takhta (976), kekuasaan yang sebenarnya berada di tangan Al-Mansur bin Abi Amir. Ia merupakan tokoh agama yang tidak menyukai ilmu pengetahuan, sehingga banyak buku yang dikumpulkan dengan susah payah oleh Al-Hakam II dibakar di depan umum. Setelah kematian Al-Mansur pada 1002, filosofi di Al-Andalus bangkit kembali. Sejumlah cendikiawan terkenal bermunculan, termasuk
Maslamah Al-Majriti (?-1008), seorang petualang berani yang menjelajahi daerah-daerah Islam dan daerah lain, dan tergabung dalam organisasi
Ikhwan As-Shafa. Al-Majriti membantu penerjemahan karya Ptolemeus Almagest, membuat dan memperbaiki berbagai tabel astronomi, dan mempelopori geodesi serta triangulasi.
Murid Al-Majriti yang terkenal adalah
Abu Hakam Al-Kirmani, yang kemudian menjadi guru bagi filsuf dan dokter terkemuka
Ibnu Bajjah (Avempace).
Abul Qasim Maslamah bin Ahmad Al-Majriti (Arab: Al-Majriti berarti "dari Madrid"; lahir Madrid – meninggal 1008 atau 1007 M), adalah seorang astronom, alkimiawan, matematikawan, dan ulama Arab Islam dari Al-Andalus (Spanyol yang dikuasai Islam). Ia juga ikut serta dalam penerjemahan Planispherium karya Ptolemeus, memperbaiki terjemahan Almagest, memperbaiki tabel astronomi dari Al-Khwarizmi, menyusun tabel konversi kalender Persia ke kalender Hijriah, serta mempelopori teknik-teknik geodesi dan triangulasi. Ia juga ditulis sebagai salah satu penulis Ensiklopedia Ikhwan As-Shafa, tapi kecil kemungkinan bahwa ia benar-benar salah satu penulisnya.
Ikhwan As-Shafa (terjemahan: Persaudaraan Kemurnian) adalah sebuag organisasi rahasia yang aneh dan misterius yang terdiri dari para filsuf Arab Muslim, yang berpusat di Basra, Irak -yang saat itu merupakan ibukota Kekhalifahan Abassiyah- di sekitar abad ke-10 Masehi.
Ajaran dan filosofi mereka dijelaskan secara terperinci dalam Ensiklopedia Ikhwan As-Shafa (Bahasa Arab: Rasa'il Ikhwan al-safa'), sebuah ikhtisar dari 52 epistel, yang nantinya akan mempengaruhi ensiklopedia-ensiklopedia lain. Banyak cendekiawan Barat dan Islam yang berusaha menyelidiki identitas dari anggota persaudaraan ini, dan kapan mereka aktif.
Abul Hakam Umar bin Abdurrahman bin Ahmad bin Ali Al-Kirmani adalah cendekiawan besar abad ke-12 dari Kordoba, Al-Andalus. Ia adalah murid dari Maslamah Al-Majriti. Ia mempelajari dan berkarya di bidang bidang geometri dan logika. Menurut muridnya Al-Husain bin Muhammad Al-Husain bin Hayy Al-Tajibi, "tak ada yang sepandai Al-Kirmani dalam memahami geometri atau jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya yang tersulit, dan dalam mempertunjukkan seluruh bagian dan bentuknya." Ia lalu pindah ke Harran, Al-Jazirah (sekarang terletak di Turki). Disana ia mempelajari geometri dan kedokteran. Ia lalu kembali ke Al-Andalus dan tinggal di Sarqasta (Zaragoza). Ia diketahui menjalankan praktek bedah seperti amputasi dan kauterisasi.
Ibnu Bajjah atau lengkapnya Abu Bakar Muhammad bin Yahya bin ash-Shayigh merupakan filsuf dan dokter Muslim Andalusia yang dikenal di Barat dengan nama Latinnya, Avempace. Ia lahir di Saragossa di tempat yang kini bernama Spanyol dan meninggal di Fez pada 1138.
Pemikirannya memiliki pengaruh yang jelas pada Ibnu Rushdi dan The Great Albert. Kebanyakan buku dan tulisannya tidak lengkap (atau teratur baik) karena kematiannya yang cepat. Ia memiliki pengetahuan yang luas pada kedokteran, Matematika, dan Astronomi. Sumbangan utamanya pada filsafat Islam ialah gagasannya pada Fenomenologi Jiwa, namun sayangnya tak lengkap.
Ekspresi yang dicintainya ialah Gharib dan Motivahhed, ekspresi yang diakui dan terkenal dari Gnostik Islam.
Filosofi dan kebudayaan Yahudi
Dengan adanya toleransi terhadap Yahudi di Al-Andalus, dan mundurnya pusat kebudayaan Yahudi di Babilonia, Al-Andalus menjadi pusat pemikiran-pemikiran intelektual Yahudi. Penulis-penulis seperti Judah Halevi (1086-1145) dan Dunash ben Labrat (920-990) memiliki sumbangan terhadap kehidupan Al-Andalus, dan lebih penting lagi memberikan sumbangan bagi perkembangan filosofi Yahudi. Puncak dari filsafat Yahudi adalah pemikir Yahudi asal Al-Andalus,
Maimonides (1135-1205), yang menerbitkan karya-karyanya di Maroko dan Mesir, karena menghindari dinasti Muwahidun yang berkuasa dengan keras di Al-Andalus. Ia mengarang buku Panduan bagi orang Yahudi yang bingung akan ajarannya, dan memperbaharui hukum Yahudi, sehingga dijuluki "Musa baru" (nama depan Maimonides sendiri adalah Moses/Musa).
Moses Maimonides dikenal sebagai seorang teolog Yahudi (rabbi), dokter, dan filsuf di Al-Andalus, Spanyol masa kini dan Mesir yang lahir, hidup dan berkembang dalam rahim abad keemasan kebudayaan Islam pada Abad Pertengahan. Ia adalah salah satu dari beberapa filsuf Yahudi yang juga berpengaruh pada lingkungan non Yahudi. Meskipun mula-mula karya-karyanya di bidang hukum dan etika Yahudi memperoleh penolakan pada masa hidupnya, setelah kematiannya ia dikenal sebagai salah satu rujukan teologi tepercaya (rabbinical arbitrer) dan filsuf utama dalam sejarah bangsa Yahudi. Saat ini, karya-karya dan pandangan-pandangannya dianggap sebagai pedoman pemikiran dan pelajaran bagi Yahudi Ortodoks. Maimonides lahir di kota Córdoba, Al-Andalus, Spanyol masa kini dan meninggal di kota Fusthat, kawasan kuno yang kini berada di pinggiran kota Kairo, Mesir.
Maimonides dilahirkan pada 1138 di Córdoba, Spanyol, pada suatu masa yang dianggap oleh para pakar sebagai akhir dari zaman keemasan budaya Yahudi di Spanyol, setelah abad-abad pertama pemerintahan bangsa Moor. Maimonides mempelajari Torah di bawah bimbingan ayahnya, Maimon, yang pada gilirannya belajar di bawah bimbingan Rabi Yosef ben Migash. Dinasti Almohades menaklukkan Córdoba pada 1148, dan mengancam komunitas Yahudi dengan pilihan memeluk Islam, dibunuh, atau hidup di pengasingan. Keluarga Maimonides, bersama dengan kebanyakan orang Yahudi lainnya, memilih hidup di pengasingan. Selama sepuluh tahun kemudian mereka berpindah-pindah di Spanyol selatan, menghindari kaum Almohades, namun akhirnya menetap di Fes di Maroko. Di Fes ini Maimonides mendapatkan sebagian besar pendidikan sekularnya. Ia belajar di Universitas Fes. Pada masa itu, ia menyusun tafsirannya yang terkenal tentang Mishnah.
Setelah pengembaraannya di Maroko, ia tinggal sebentar di Tanah Suci (Yerusalem), dan kemudian menetap di Fusthat, Mesir. Di sana ia menjadi dokter dari Wazir Agung Alfadhil dan barangkali juga Sultan Saladin dari Mesir. Ia menyusun sebagian besar dari karyanya di tempat tinggalnya yang terarkhir ini, termasuk Mishneh Torah. Ia meninggal di Fusthat, dan dimakamkan di Tiberias (kini berada di Israel). Anaknya, Avraham, yang diakui sebagai seorang sarjana besar, menggantikan Maimonides sebagai Nagid (kepala komunitas Yahudi Mesir). Ia juga mengambil peranan ayahnya sebagai dokter istana, dalam usia yang masih muda, yaitu 18 tahun. Ia sangat mengagungkan kenangan tentang ayahnya, dan sepanjang kariernya ia membela tulisan-tulisan ayahnya terhadap para kritikusnya. Jabatan Nagid dipegang oleh keluarga Maimonides selama empat generasi berturut-turut hingga akhir abad ke-14.
Maimonides sangat dihormati di Spanyol dan sebuah patungnya dibangun di Córdoba berdampingan dengan sinagoganya, yang tidak lagi berfungsi sebagai tempat ibadah Yahudi, melainkan terbuka untuk umum. Sekarang di Córdoba tidak ada lagi komunitas Yahudi, namun kota ini bangga akan kaitan historisnya dengan Maimonides.
Kedokteran
Dokter dan tabib dari Al-Andalus memiliki sumbangan yang penting bagi bidang kedokteran, termasuk anatomi dan fisiologi. Di antaranya adalah Abul Qasim Az-Zahrawi (Abulcasis), "bapak ilmu bedah modern", yang menuliskan Kitab at-Tashrif, buku penting dalam kedokteran dan ilmu bedah. At-Tashrif merupakan ensiklopedia yang terdiri dari 30 volume, yang kemudian diterjemahkan ke Bahasa Latin dan digunakan dalam sekolah kedokteran di kebudayaan Eropa maupun Islam selama berabad-abad.
-dipi-