lala_lulu
New member
Teknik Reproduksi Berbantu (TRB) atau bayi tabung menjadi solusi bagi pasangan suami-istri yang ingin memiliki keturunan. Namun Prof Dr dr Soegiharto Soebojanto, SpOG (K) seusai dikukuhkan sebagai guru besar tetap Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, (5 /6) meminta agar pendirian pusat TRB dibatasi agar tidak berlebihan.
Menurutnya penangangan kasus infertilitas perlu berjenjang dengan mengadakan sistem rujukan. Penanganan tingkat satu, dua, dan tiga. Penanganan tingkat satu oleh dokter keluarga, tingkat dua oleh ahli obstetri dan ginekologi serta tingkat tiga oleh pusat pelayanan TRB.
Dalam proses bayi tabung, banyak hal yang harus diwaspadai, misalnya adanya donor sperma, donor sel telur, donor embrio, pilihan gender dalam kehamilan tanpa indikasi medis, dan hamil titipan. Selain itu juga, kata Soegiharto, dengan berkembangnya keilmuan tentang stem cell, apakah masyarakat akan menyetujui pemanfaatan embrio manusia untuk penelitian atau untuk pengobatan.
Kendati, dalam UU No 23 pasal 16 ayat 1 dimungkinkan dilaksanakan kehamilan di luar cara alami untuk membantu pasangan suami-istri untuk mendapatkan keturunan. Untuk menjaga agar etika dan keamanan pasien maka perlu ada pengarah yang dapat menjaga terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Interfilitas yang tidak bisa diatasi dengan cara biasa hams ditangani dengan bayi tabung atau TRB. Pelayanan medis TRB hanya ditujukan kepada pasutri yang mempunyai indikasi infertilitas dan sudah tidak dapat ditanggulangi lagi dengan cara-cara konvensional, seperti tersumbatnya kedua saluran telur, kegagalan perawatan infertilitas secara konvensional, infertilitas idiopatik (unexplained infertility), dan kelainan spermatozoa yang berat (oligozoospermia berat).
Di Indonesia dihindari melakukan pembekuan embrio terlalu banyak. dan harus ada perjanjian, apabila masih ada sisa embrio harus ditransfer kedalam rahim pemiliknya dalam kurun waktu dua
tahun.
Sumber : Warkot
Menurutnya penangangan kasus infertilitas perlu berjenjang dengan mengadakan sistem rujukan. Penanganan tingkat satu, dua, dan tiga. Penanganan tingkat satu oleh dokter keluarga, tingkat dua oleh ahli obstetri dan ginekologi serta tingkat tiga oleh pusat pelayanan TRB.
Dalam proses bayi tabung, banyak hal yang harus diwaspadai, misalnya adanya donor sperma, donor sel telur, donor embrio, pilihan gender dalam kehamilan tanpa indikasi medis, dan hamil titipan. Selain itu juga, kata Soegiharto, dengan berkembangnya keilmuan tentang stem cell, apakah masyarakat akan menyetujui pemanfaatan embrio manusia untuk penelitian atau untuk pengobatan.
Kendati, dalam UU No 23 pasal 16 ayat 1 dimungkinkan dilaksanakan kehamilan di luar cara alami untuk membantu pasangan suami-istri untuk mendapatkan keturunan. Untuk menjaga agar etika dan keamanan pasien maka perlu ada pengarah yang dapat menjaga terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan.
Interfilitas yang tidak bisa diatasi dengan cara biasa hams ditangani dengan bayi tabung atau TRB. Pelayanan medis TRB hanya ditujukan kepada pasutri yang mempunyai indikasi infertilitas dan sudah tidak dapat ditanggulangi lagi dengan cara-cara konvensional, seperti tersumbatnya kedua saluran telur, kegagalan perawatan infertilitas secara konvensional, infertilitas idiopatik (unexplained infertility), dan kelainan spermatozoa yang berat (oligozoospermia berat).
Di Indonesia dihindari melakukan pembekuan embrio terlalu banyak. dan harus ada perjanjian, apabila masih ada sisa embrio harus ditransfer kedalam rahim pemiliknya dalam kurun waktu dua
tahun.
Sumber : Warkot