Peninggalan
Kerajaan-kerajaan Hellenistik
Peninggalan Aleksander yang paling jelas adalah diperkenalkannya kekuaaan Makedonia di Asia. Banyak dari daerah ini yang tetap berada dalam kekuasaan Makedonia atau di bawah pengaruh Yunani untuk 200-300 tahun berikutnya. Negara-negara penerus Aleksander yang muncul, setidaknya pada awalnya, merupakan kekuatan dominan pada epos ini, dan 300 tahun dalam masa tersebut seringkali disebut sebagai periode Hellenistik.
Batas timur kekaisaran Aleksander sudah mulai runtuh bahkan ketika dia masih hidup. Akan tetapi, kekosongan kekuasaan yang dia tinggalkan di barat laut anak benua India secara langsung memberi kesempatan pada munculnya salah satu dinasti India paling kuat sepanjang sejarah. Para penerus Aleksander tidak terlalu mempedulikan daerah ini dan cenderung mengabaikannya, sehingga Chandragupta Maurya (dalam sumber-sumber Eropa disebut Sandrokotto) berhasil mengambil kendali atas Punjabi dan menjadikannya sebagai basis kekuatannya. Dari sana dia mampu menaklukan Kekaisaran Nanda di India utara. Pada tahu 305 SM, Seleukos, salah satu penerus Aleksander, memimpin pasukan ke India untuk merebut wilayah itu. Pada akhirnya Seleukos malah melakukan pertukaran dengan Chandragupta. Seleukos menyerahkan wilayah tersebut dan Chandragupta memberinya 500 ekor gajah perang. Peristiwa ini pada gilirannya ikut memainkan peranan penting dalam Pertempuran Ipsus, yang juga berpengaruh banyak pada pembagian kekaisaran.
Hellenisasi
Hellenisasi adalah istilah yang dikemukakan oleh sejarawan Jerman Johann Gustav Droysen. Istilah ini merujuk pada penyebaran bahasa, budaya, dan penduduk Yunani ke daerah-daerah yang berhasil ditaklukan oleh Aleksander. Para sejarawan sepakat bahwa penyebaran ini memang terjadi, karena bukti-buktinya dapat dilihat di kota-kota besar Hellenisttik, contohnya Aleksandria (satu dari sekitar dua puluhan kota yang didirikan oleh Aleksander), Antiokia dan Seleukia (di selatan Baghdad modern). Namun, mengenai seberapa luas dan seberapa dalam penyebaran ini, dan sampai sejauh mana proses itu merupakan kebijakan yang disengaja, masih banyak diperdebatkan. Aleksander sudah jelas melakukan langkah-langkah yang disengaja untuk memasukkan unsur-unsur Yunani ke dalam budaya Persa dan dalam beberapa hal ia berusaha menggabungkan budaya Yunani dan Persia, yang berujung pada cita-citanya untuk menyatukan penduduk Asia dan Eropa. Akan tetapi, para penerusnya terang-terangan menolak kebijakan semacam itu setelah kematian Aleksander. Namun dimikian, Hellenisas tetap saja terjadi di seluruh wilayah bekas kekuasaan Aleksander, dan terlebih lagi, diikuti oleh Orientalisasi, proses oleh negara-negara penerus Aleksander yang berbeda dan berlawanan dengan Hellenisasi itu sendiri.
Berdsarkan asal-usulnya, inti dari budaya Hellenistik pada dasarnya adalah Athena. Dialek Koine Athena telah diadopsi untuk keperluan resmi lama sebelum masa Filipus II, dan dengan deimikian telah tersebar ke seluruh penjuru dunia Hellenistik, serta menjadi lingua franca melalui penaklukan Aleksander. Lebih jauh lagi, Perencanaan kota, pendidikan, pemerintahan lokal, dan seni pada periode Hellenistik semuanya diddasarkan pada gagasan-gagasan Yunani Klasik, dan berevolusi menjadi bentuk yang baru dan berbeda, yang secara umum dikelompokkan sebagai Hellenistik. Aspek-aspek budaya Hellenistik tetap ada dalam tradisi Kekaisaran Bizantium sampai pertengahan abad ke-15.
Beberapa pengaruh yang tak biasa dari Hellenisasi dapat dilihat dari India, di daerah tempat berdirinya Kerajaan Yunani-India, yang munculnya relatif terlambat. Di sana, di tempat yang jauh dari Eropa, budaya Yunani nampak bercampur dengan budaya India, dan khususnya dengan agama Buddha. Penggambaran pertama Buddha yang realistis muncul pada masa ini. Buddha digambarkan berdasarkan patung-patung dewa Apollo dari Yunani. Beberapa tradisi Buddha kemungkinan telah terpengaruh oleh agama Yunani kuno, contohnya konsep Bodhisattva merupakan pengenangan terhadap pahlawan-pahlawan dewata Yunani, dan beberapa praktik ritual Mahayana (membakar dupa, memberi bunga, dan menaruh makanan di altar) mirip dengan yang dilakukan oleh orang Yunani kuno. Buddhisme Zen mengambil beberapa gagasan dari orang-orang stoik Yunani, misalnya Zeno. Seorang raja Yunani, Menander I, kemungkinan menjadi penganut Buddha, dan diabadikan dalam literatur Buddha sebaga 'Milinda'.
Pengaruh pada Romawi
Aleksander dan semua yang telah dia lakukan dikagumi oleh banyak orang Romawi. Mereka mengasosiasikan diri mereka sendiri dengan prestasi-prestasi Aleksander. Polybius memulai Sejarahnya dengan mengenangkan rakyat Romawi akan tindakan-tindakan Aleksander. Sesudah itu para pemimpin Romawi melihat Aleksander sebagai teladan dan sumber inspirasi bagi mereka. Julius Caesar dilaporkan berurai air mata di Spanyol ketika melihat patung Aleksander, karena dia merasa bahwa pencapaiannya terlalu sedikit jika dibandingkan dengan Aleksander, yang berhasil menaklukan Persia pada usia yang sama. Pompeius yang Agung menjelajahi daerah-daerah taklukannya di timur dalam rangka mencari jubah Aleksander yang berumur 260 tahun. Pompeius lalu memakai jubah itu sebagai tanda keagungannya. Augustus pernah terlalu semangat menghormati Aleksander sampai-sampai dia mematahkan hidung pada mayat Aleksander yang telah dimumikan. Augustus melakukannya ketika dia sedang menaruh karangan bunga di makam Aleksander di Aleksandria. Keluarga Macriani, keluarga Romawi yang salah satu anggotnya, yaitu Macrinus, pernah menjadi kaisar, sering menampilkan gambar Aleksander, baik dalam perhiasan, atau dalam sulaman pada pakaian yang mereka kenakan.
Pada musim panas tahun 1995, sebuah patung Aleksander ditemukan dalam penggalian sebuah rumah Romawi di Aleksandria, yang penuh dengan dekorasi dan jalan marmer dan kemungkinan dibangun pada abad pertama Masehi serta ditempati sampai abad ke-3.
Legenda
Ada banyak cerita legendaris mengenai kehidupan Aleksander Agung. Banyak dari cerita tersebut muncul pada masa hidupnya, kemungkinan dimunculkan oleh Aleksander sendiri. Sejarawan di istana Aleksander, Kallisthenes, menggambarkan bahwa air laut di Sisilia surut sebagai penghormatan pada Aleksander dengan tata cara proskynesis. Menulis tidak lama setelah kematian Aleksander, penulis lainnya, Onesikritos, bahkan sampai menulis bahwa Aleksander membuat janji untuk bertemu dengan Thalestris, ratu suku Amazon dalam mitologi. Ketika Onesikritos membacakan cerita itu pada atasannya, salah satu jenderal Aleksander dan kelak menjadi raja, Lysimakhos disebutkan menyindirnya dengan mengatakan, "Aku penasaran saat itu aku ada dimana."
Dalam abad-abad pertama setelah kematian Aleksander, kemungkinan di Aleksandria, sejumlah cerita legenda dikumpulkan menjadi sebuah naskah yang dikenal sebagai Roman Aleksander, yang di kemudian hari secara keliru disebutkan bahwa itu ditulis oleh sejarawan Kallisthenes dan dengan demikian dikenal juga sebagai Pseudo-Kallisthenes. Naskah tersebut mengalami banyak sekali penambahan dan revisi selama Zaman Kuno dan Abad Pertengahan.
Ada juga naskah Iran atau Persia mengenai Aleksander Agung dalam "Shahnameh" atau "Epik Para Raja" oleh Ferdowsi. Naskah tersebut berjudul Eskandarnameh. Di situ diceritakan bahwa Aleksander adalah putra Nahid (Lydia) dan dikirim kembali ke Filipus di Makedonia karena ibunya memiliki bau mulut. Lalu diceritakan bahwa nama Eskandar diberikan karena obat yang diberikan untuk ibunya. Para sejarawan Arab kemudian menyebut Aleksander dengan nama Al-Iskandar.
Dalam budaya kuno dan modern
Prestasi dan peninggalan Aleksander Agung telah dilestarikan dan digambarkan dalam banyak cara. Aleksander muncul dalam banyak karya budaya baik pada masa kuno maupun masa modern. Pada Abad Pertengahan, Aleksander dimasukkan sebagai anggota Sembilan Kesatria, yaitu sekelompok pahlawan yang dianggap memenuhi kualitas nilai-nilai kekesatriaan.
Di Punjabi, tanah terakhir yang ditaklukan oleh Aleksander, banyak anak yang diberi nama "Sekunder" bahkan hingga saat ini. Ini disebabkan adanya rasa hormat dan kekaguman pada Aleksander, juga sebagai pengingat bahwa pasukan Punjabi kuno bisa membuat pasukan Aleksander kelelahan sampai akhirnya memberontak pada Aleksander.
Ada sebuah pepatah dalam bahasa Punjabi yaitu jit jit key jung, secunder jay haar, yang artinya adalah "Aleksander memenangkan begitu banyak petempuran sampai-sampai dia kalah dalam perang". Pepatah ini merujuk pada orang yang sering menang namun tidak pernah memanfaatkan kemenangannya.
Historiografi
Naskah-naskah kuno yang ditulis oleh orang-orang yang mengenal langsung Aleksander atau yang mengumpulkan informasi dari orang-orang yang bertugas pada Aleksander banyak yang hilang kecuali sedikit inskripsi serta fragmen yang bertahan. Orang-orang sezaman Aleksander yang menulis tentangnya di antaranya adalah sejarawan pribadinya Kallisthenes; jenderal Aleksander Ptolemaios dan Nearkhos; Aristobulos, seorang perwira muda yang ikut dalam kampaye militer Aleksander; dan Onesikritos, ketua juru mudi Aleksander. Karya-karya yang ditulis oleh mereka telah hilang, namun karya-karya yang didasarkan para karya-karya asli itu ada yang bertahan. Lima naskah utama yang masih ada antara lain naskah yang ditulis oleh Arrianus, Curtius, Plutarch, Diodoros, dan Justinus.
Aleksander Agung dan Dzulqarnain
Aleksander Agung adalah salah satu tokoh yang dianggap sebagai Dzul Qarnain (Iskandar Zulkarnain) yang dapat ditemukan pula pada kitab suci Al Qur'an, Surah Al Kahfi 83-101. Dikisahkan bahwa dialah yang mengurung bangsa Ya'juj dan Ma'juj (Gog dan Magog) - yang menurut hadist shahih, bangsa tersebut akan keluar di akhir zaman. Riwayat ini bemula dari saat ia akan menaklukkan suatu daerah, penduduk daerah tersebut tanpa disangka bersedia mengikutinya. Asalkan bangsa Yajuj dan Majuj dikurung. Maka Iskandar Dzulqarnain mengurung kedua bangsa tersebut. Maka para penduduk pun bersedia ditaklukkan dengan suka cita.
Anggapan tersebut datang dari kisah Roman Aleksander yang sudah ada sebelum Islam. Beberapa allamah Muslim menolak anggapan Aleksander Agung adalah Dzul Qarnain, sebab Aleksander Agung bukanlah monoteis, sedangkan Dzul-Qarnain adalah penyembah Allah dan hanya seorang penguasa.
Silsilah
Sumber:
Anabasis Alexandri (The Campaigns of Alexander), translated by Aubrey de Sélincourt.
Diodorus Siculus, Bibliotheca historica, (Library of History), translated by C.H. Oldfather.
Epitome of the Philippic History of Pompeius Trogus, translated by Rev. John Selby Watson.
-dipi-