All England: INDONESIA KOK CERAI DENGAN BULU TANGKIS YA!!!!!

gupy15

Mod
Senin, 10/03/2008 08:00 WIB
All England
Tradisi Juara Itu, Sudah Hilangkah?
Doni Wahyudi - detikSport


AFP
Jakarta - Bulutangkis andalan Indonesia di pentas internasional? Dahulu begitulah adanya. Tapi tidak sekarang, setidaknya dalam lima tahun terakhir saat tak satupun gelar All England dimenangi.

Sayangnya kita harus menoleh agak jauh ke belakang untuk bernostalgia dengan kisah sukses yang diraih pebulutangkis tanah air di event perseorangan paling bergengsi itu. Sejak tahun 2004 tak satupun titel juara berhasil diraih pasukan dari Cipayung.

Sigit Budiarto/Candra Wijaya menjadi pahlawan terakhir yang mengibarkan bendera Merah Putih di Birmingham. Peristiwa bersejarah yang makin sulit kita saksikan itu terjadi tahun 2003 silam, saat mereka menundukkan ganda kuat Korea Selatan Lee Dong-soo/Yoo Yong-sung dengan dua set langsung 15-5 dan 15-7.

Setelah itu prestasi Indonesia mandeg total. Jangankan menjadi juara, meloloskan wakilnya ke laga final sangat sulit. Tahukah Anda kalau Nova Widianto/Lilyana Natsir adalah wakil Indonesia pertama di final sejak Sigit/Chandra?

Begitulah fakta pahit yang menemani perjalanan bulutangkis Indonesia kini. Cipayung yang sempat dikenal sebagai tempat untuk mencetak pebulutangkis handal yang nantinya akan menguasai dunia kini cuma punya sedikit pemain dengan label top.

Di nomor yang dianggap paling bergengsi, tunggal putra, sudah 14 tahun Indonesia tak mampu menjadi yang terbaik. Padahal tahun 1993 dan 1994, yang merupakan tahun terakhir Indonesia menjadi juara, kita mampu menciptakan all Indonesian final saat Heryanto Arbi berturut-turut mengalahkan Joko Suprianto dan Ardy Wiranata.

Taufik Hidayat sejauh ini cuma bisa dua kali masuk final tahun 1999 dan 2000 namun tumbang atas Peter Gade dan Xia Xuanze. Tahun ini pebulutangkis terbaik Indonesia itu tersingkir di perempatfinal.

Nasib serupa dialami ganda putra, sektor yang sempat jadi kekuatan utama Indonesia. Kalau di era 1990-an All England nomor ini banyak memunculkan all Indonesian final, di lima kesempatan terakhir meloloskan wakil ke partai puncak jadi pekerjaan ekstra berat yang faktanya memang tak bisa terlaksana.

Setali tiga uang dengan hal tersebut adalah tunggal putri. Bisa ditebak, setelah eranya Susi Susanti kita memang tak pernah punya pebulutangkis putri yang mumpuni. Empat gelar All England yang diraih Susi tahun 1994, 1993, 1991 dan 1990 menjadi torehan prestasi yang akan sangat sulit diulangi.

Masihkan Anda ingat Verawaty/Imelda Wigoena? Keduanya adalah pasangan ganda putri terakhir yang memenangi All England. Ya, mereka memang merengkuhnya hampir 30 tahun lalu atau tepatnya 1979.

Kita harus mundur ke tahun yang sama untuk bisa melihat kembali Christian Hadinata/Imelda Wigoena memenangi gelar ganda campuran tahun 1979.

Perlahan tapi pasti tradisi prestasi Indonesia di event internasionak mulai menghilang. Jika ini terus terjadi, kita mungkin harus bersiap kehilangan medali emas Olimpiade Beijing 2008, sesuatu yang mulai "diwariskan" oleh Susi Susanti dan Alan Budikusuma sejak Barcelona 1992. Semoga saja tidak.
(din/a2s)
 
pembinaannya yang kurang, apalagi kepedulian dari pemerintah....
sangat minim sekali.

Kapan era itu kan datang lageeee?
 
Dan juga dukungan dari sponsor-sponsor....

Tapi selama pengurus PBSI masih didominasi oleh orang2 politik, bulu tangkis indonesia akan tetap terpuruk
 
ah.... lagi2.... orang2 politik selalu ikut campur ngurusin mslh olahraga....
mereka mah cm jago teori doang...... pas dipraktekin, hasilnya nol......

Kaekny klo msh dipimpin ama orang2 politik, Industri Olahraga Indonesia ga' akan pernah maju..... bulutangkis juga ga' bakal maju....
 
Back
Top