spirit
Mod
Fakta tak terbantahkan menunjukkan sejak dulu hingga kini, tidak pernah ada
seorang pun yang melahirkan dirinya sendiri. Kelahirannya di dunia selalu
terjadi melalui proses panjang yang sepenuhnya berada di luar rencana dan
kemauan dirinya. Fakta itu mendorong munculnya pertanyaan aktual sepanjang
masa, apakah dan siapakah manusia, dari mana asalnya, dan akan ke mana
akhirnya?
Puncak pertanyaan itu sebenarnya ingin menyingkap misteri yang ada di balik
proses penciptaan manusia, dan umumnya menunjuk adanya Sang Pencipta,
yaituTeologi perang dibangun untuk mengklaim Tuhan dan kebenaran di pihak
mereka, untuk melegitimasi tindakan melakukan kekerasan atas nama Tuhan.
Tuhan, dan penciptaan adalah bentuk dari eksistensi-Nya.
Konsep tentang Tuhan, mungkin?
Pertanyaan-pertanyaan tentang manusia itu, ternyata tidak hanya berhenti
pada dimensi lahiriah, seperti dilakukan dunia sains dan teknologi dengan
menguraikan proses penciptaan dan kelahiran manusia secara biologis,
geneologis, dan medis, yang kemudian berkembang untuk mengkloningnya.
Tetapi di balik seberang lainnya, yang berkait dengan dimensi rohaniah,
mempertanyakan hakikatnya dan hidup sesudah kematian, maka sains dan
teknologi tidak mampu untuk melanjutkannya, karena keterbatasan
metodologinya sendiri yang tidak memungkinkannya menjangkau dimensi rohaniah.
Selanjutnya pertanyaan-pertanyaan itu dikembangkan dalam dunia filsafat
untuk menjelajah dataran nilai dan pemaknaan. Bermula dari Yunani yang
menjelaskan adanya sebab pertama, prima causa, yang tidak bersebab,
penggerak pertama yang tidak bergerak, the first mover unmoved, lahir dari
sebuah proses penciptaan yang menunjukkan adanya Pencipta yang berbeda
dengan ciptaan. Tetapi filsafat tidak pernah memberi kepastian tentang Sang
Pencipta, abstrak, tak terjangkau manusia secara empirik.
Tuhan secara kefilsafatan jadi amat jauh dari realitas hidup manusia di
dunia, dan hanya dimengerti melalui konsep. Padahal, konsep tentang Tuhan
akhirnya mengalami kegagalan, karena tidak pernah ada konsep Tuhan, yang
mampu menggambarkan ketidak-terbatasan dan ketak-terhinggaan-Nya. Konsep
selalu berangkat dan berakhir pada batasan.
Kemudian agama mengambil alih dan mengajarkan kepada umat manusia tentang
Tuhan, dengan memberitakan keberadaan-Nya melalui firman yang dipercayai
datang dari Tuhan, yang tersurat dalam kitab-kitab suci yang
diturunkan-Nya, seperti Taurat, Zabur, Injil, Veda, Al Quran, dan lainnya.
Tuhan yang dijelaskan oleh teks dalam firman-Nya adalah Tuhan, karena Tuhan
sendiri yang menjelaskan-Nya. Tetapi ketika firman itu dipahami oleh
pikiran dan persepsi manusia, maka muncul pemikiran dan persepsi manusia
tentang Tuhan. Sayang, pemikiran dan persepsi tentang Tuhan itu selalu
terbatas oleh kemampuan pemikiran dan persepsinya sendiri, sehingga tuhan
yang dipikirkan dan dipersepsikan itu bukan Tuhan seperti dalam firman-Nya.
Selalu ada jarak antara realitas teks dengan subjek yang memikirkan atau
mempersepsikannya.....
seorang pun yang melahirkan dirinya sendiri. Kelahirannya di dunia selalu
terjadi melalui proses panjang yang sepenuhnya berada di luar rencana dan
kemauan dirinya. Fakta itu mendorong munculnya pertanyaan aktual sepanjang
masa, apakah dan siapakah manusia, dari mana asalnya, dan akan ke mana
akhirnya?
Puncak pertanyaan itu sebenarnya ingin menyingkap misteri yang ada di balik
proses penciptaan manusia, dan umumnya menunjuk adanya Sang Pencipta,
yaituTeologi perang dibangun untuk mengklaim Tuhan dan kebenaran di pihak
mereka, untuk melegitimasi tindakan melakukan kekerasan atas nama Tuhan.
Tuhan, dan penciptaan adalah bentuk dari eksistensi-Nya.
Konsep tentang Tuhan, mungkin?
Pertanyaan-pertanyaan tentang manusia itu, ternyata tidak hanya berhenti
pada dimensi lahiriah, seperti dilakukan dunia sains dan teknologi dengan
menguraikan proses penciptaan dan kelahiran manusia secara biologis,
geneologis, dan medis, yang kemudian berkembang untuk mengkloningnya.
Tetapi di balik seberang lainnya, yang berkait dengan dimensi rohaniah,
mempertanyakan hakikatnya dan hidup sesudah kematian, maka sains dan
teknologi tidak mampu untuk melanjutkannya, karena keterbatasan
metodologinya sendiri yang tidak memungkinkannya menjangkau dimensi rohaniah.
Selanjutnya pertanyaan-pertanyaan itu dikembangkan dalam dunia filsafat
untuk menjelajah dataran nilai dan pemaknaan. Bermula dari Yunani yang
menjelaskan adanya sebab pertama, prima causa, yang tidak bersebab,
penggerak pertama yang tidak bergerak, the first mover unmoved, lahir dari
sebuah proses penciptaan yang menunjukkan adanya Pencipta yang berbeda
dengan ciptaan. Tetapi filsafat tidak pernah memberi kepastian tentang Sang
Pencipta, abstrak, tak terjangkau manusia secara empirik.
Tuhan secara kefilsafatan jadi amat jauh dari realitas hidup manusia di
dunia, dan hanya dimengerti melalui konsep. Padahal, konsep tentang Tuhan
akhirnya mengalami kegagalan, karena tidak pernah ada konsep Tuhan, yang
mampu menggambarkan ketidak-terbatasan dan ketak-terhinggaan-Nya. Konsep
selalu berangkat dan berakhir pada batasan.
Kemudian agama mengambil alih dan mengajarkan kepada umat manusia tentang
Tuhan, dengan memberitakan keberadaan-Nya melalui firman yang dipercayai
datang dari Tuhan, yang tersurat dalam kitab-kitab suci yang
diturunkan-Nya, seperti Taurat, Zabur, Injil, Veda, Al Quran, dan lainnya.
Tuhan yang dijelaskan oleh teks dalam firman-Nya adalah Tuhan, karena Tuhan
sendiri yang menjelaskan-Nya. Tetapi ketika firman itu dipahami oleh
pikiran dan persepsi manusia, maka muncul pemikiran dan persepsi manusia
tentang Tuhan. Sayang, pemikiran dan persepsi tentang Tuhan itu selalu
terbatas oleh kemampuan pemikiran dan persepsinya sendiri, sehingga tuhan
yang dipikirkan dan dipersepsikan itu bukan Tuhan seperti dalam firman-Nya.
Selalu ada jarak antara realitas teks dengan subjek yang memikirkan atau
mempersepsikannya.....