xraith
New member
Setiap orang pasti memiliki impian untuk mendapatkan pekerjaan idamannya. Akan tetapi, belum tentu pekerjaan idaman anda sama dengan pekerjaan idaman orang lain. Jangankan jenis pekerjaannya. ’Definisi tentang pekerjaan idaman’ saja bisa jadi berbeda. Jadi, apa sebenarnya definisi anda tentang pekerjaan idaman?
Kebanyakan orang menganggap bahwa yang disebut bekerja adalah berstatus karyawan untuk sebuah perusahaan. Jika itu adalah pengertian bagi kata ’bekerja’, maka setelah selesai kuliah saya tidak langsung bekerja. Sebab, begitu saya mendapatkan ijazah dari kampus; saya melakukan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan sebutan ’karyawan’.
Pada umumnya, orang tidak memiliki ’pekerjaan’ karena memang mereka tidak mempunyai kesempatan untuk ’bekerja’. Atau lamaran yang mereka ajukan tidak mendapat sambutan dari perusahaan yang dilamarnya. Atau mereka kalah dalan bersaing dengan pelamar lainnya. Saya tidak demikian. Sebab, ada banyak kesempatan bagi saya untuk mendapatkan ’status sebagai karyawan’. Sekalipun ada perusahaan yang memanggil untuk bekerja bersama mereka, namun saya tidak terlampau menggubrisnya. Mengapa saya tidak terlalu tertarik penawarannya? Karena, saya menganggap bahwa semua kesempatan dan penawaran yang mereka berikan bukanlah pekerjaan yang saya idamkan.
Jika anda mengira bahwa saat berprinsip demikian jiwa saya sudah matang, anda keliru. Semoga bukan sebuah aib jika saya mengatakan bahwa yang sebenarnya terjadi adalah; saya justru belum benar-benar memahami apa sesungguhnya pekerjaan idaman bagi saya itu. Saya memang memiliki beberapa kriteria terhadap pekerjaan yang saya inginkan. Tetapi, jujur saja; saya tidak benar-benar mampu membedakan apakah itu kriteria pekerjaan idaman, atau sebuah daftar panjang tuntutan-tuntutan yang saya ingin agar perusahaan yang mempekerjakan saya memenuhinya. Faktanya, saya sendiri tidak begitu faham; bagaimana dan dimana saya bisa mendapatkan pekerjaan ideal macam itu. Sekarang anda boleh mengingat kembali; apakah diusia yang sama anda juga mengalami kegalauan yang sama?
Saya membutuhkan waktu satu tahun untuk menyadari bahwa cara berpikir saya keliru. Sebab, seperti hal-hal ’ideal’ lainnya, keinginan untuk mendapatkan ’pekerjaan ideal’ harus sejalan dengan ’situasi real’ yang kita hadapi. Jika situasinya memungkinkan untuk mendapatkan ’pekerjaan ideal’ itu, maka kita memang layak memperjuangkannya. Namun, jika situasinya seperti langit dan bumi, maka mungkin kita membutuhkan sebuah tangga untuk menghubungkan kenyataan ditanah tempat kita berpijak, dengan angan-angan yang bergelantungan diatas awan.
Saya sangat beruntung telah melewati masa satu tahun yang ’aneh’ itu. Sebab, dari hasil pengembaraan itu akhirnya bisa menemukan definisi ’bekerja’ itu apa. Sehingga, saya memiliki kemantapan hati ketika akhirnya saya benar-benar mendapatkan ’pekerjaan’. Maka, jadilah saya seorang karyawan. Dan tahukah anda, pekerjaan apa yang saya dapatkan? Saya menjadi seorang salesman. Sekarang boleh jadi hati kecil anda berbisik; ’jeh, untuk jadi salesman saja kok ribet amat…..’
Mungkin anda benar. Sesungguhnya itu adalah hal yang sederhana saja. Namun, tidak demikian bagi saya pada saat itu. Karena, ketika itu saya tengah memasuki tahap pendewasaan kejiwaan yang penuh dengan gejolak. Sekalipun demikian, proses panjang itu dikemudian hari akan saya sadari sebagai tahapan yang saya perlukan. Sehingga meskipun pekerjaan itu benar-benar jauh dari apa yang saya idamkan; tapi bisa menjadi tangga yang bisa membawa saya kepada sesuatu yang dicita-citakan. Oleh karena itu, ketika saya telah bulat tekad untuk menjadi karyawan, saya melakukannya dengan sepenuh hati. Dan saya tidak mau tergoda oleh kemalasan atau tindakan yang melenakan.
Banyak nasihat yang kita dengar tentang ’melakukan sesuatu dengan sepenuh hati’. Kita memahami nasihat itu secara konsepsi. Namun, seringkali kita secara sengaja mengingkari. Sehingga saat bekerja kita sering lupa membawa hati. Makanya, tidak heran jika saat bekerja kita sering ingin segera berhenti. Lalu melakukan hal-hal lain yang sama sekali tidak memberikan nilai tambah apapun terhadap kualitas pekerjaan kita. Tidak pula meningkatkan kualitas diri kita sebagai seorang pekerja.
Perjalanan dialog diri selama setahun itu membawa berkah bagi saya. Karena, ketika menemukan bahwa hati yang penuh diperlukan saat bekerja; saya selalu berupaya untuk membawa hati itu serta. Hasilnya? Sebelum genap enam bulan memulai pekerjaan itu, saya mendapatkan kesempatan untuk ’naik satu level’ dalam pekerjaan saya. Setelah itu, saya bertanya-tanya; apakah perusahaan ini bisa membawa saya kepada apa yang saya idamkan?
Jawabannya; bisa. Tapi, belum seperti yang saya inginkan. Maka pada bulan ke-12, saya bermigrasi kepada organisasi yang ’saya kira’ akan membantu saya mendapatkan pekerjaan idaman. Saya memang menginginkan sesuatu diperusahaan yang baru itu. Namun, mereka tidak mau memberikannya. Bahkan, diperusahaan itu saya hanya dihargai sebagai salesman. Dan itu berarti saya harus kembali turun tingkatan. Saya terima? Ya. Saya menerimanya. Kemudian saya menuliskan surat pengunduran diri kepada perusahaan pertama.
Untuk mengejar sebuah impian, mungkin diperlukan pengorbanan. Jika memang demikian, saya tidak keberatan. Namun, ketika memulainya kembali saya harus mempunyai rencana yang lebih rapi. Maka, ketika menjalani pelatihan sebelum bekerja itu saya membuat ’rencana kerja 5 tahun’ pertama saya. Dan 5 tahun kemudian, saya menemukan bahwa semua hal yang saya rencanakan itu benar-benar dikabulkan Tuhan. Jika ada hal yang tidak bisa saya raih, maka itu berarti saya mendapatkan yang lebih baik dari yang saya rencanakan. Buah manis atas kesediaan membawa hati kedalam pekerjaan. Dan ditahun ke-10 sejak memulai perjalanan itu, saya menemukan bahwa pencapaian yang saya raih jauh melampaui apa yang bisa diwujudkan oleh kebanyakan orang seprofesi saya.
Jika anda mengira bahwa perjalanan karir saya ’mulus-mulus’ saja, anda keliru. Karena, saya belum menceritakan pahit getirnya. Semoga bukan merupakan sebuah aib, jika saya mengatakan bahwa selama bekerja beberapa belas tahun itu sudah dua kali saya berhadapan dengan situasi dimana saya ’nyaris dikeluarkan’. Bukan ’nyaris di-PHK’, tapi ’nyaris dikeluarkan’. Tahukah anda, mengapa saya ’nyaris dikeluarkan’? Itu adalah dampak dari eksperimen-eksperimen yang saya lakukan. Ya, saya menyebutnya eksperimen. Sebab, semua itu saya lakukan dengan kesadaran sepenuh hati untuk menemukan nilai tambah yang bisa saya berikan kepada perusahaan, dan kepada diri sendiri.
Saya tidak menganggapnya sebuah aib karena eksperimen-eksperimen itu tidak melanggar norma. Tidak pula mengabaikan etika. Apalagi mengkhianati integritas diri. Kedua peristiwa itu terjadi karena hati saya sepenuhnya menyadari bahwa saya harus melakukan tindakan yang terbaik bagi perusahaan. Mungkin, landasan itulah pula yang akhirnya ’menyelamatkan’ saya dari pemecatan. Sebab, saya percaya bahwa perusahaan, tidak ingin kehilangan karyawan yang bersedia mendedikasikan diri dengan sepenuh hati.
Lagipula, jika anda yakin bahwa anda memiliki kualitas diri yang tinggi. Dan anda dengan sepenuh hati melakukan yang terbaik bagi perusahaan; mengapa anda takut dikeluarkan? Bahkan, sekalipun anda benar-benar kehilangan pekerjaan itu; apa yang mesti anda khawatirkan? Sebab, kekhawatiran hanya bisa menghinggapi orang-orang yang tidak yakin akan 2 hal. Yaitu; kualitas dirinya, dan kebenaran tindakannya. Jika anda yakin dengan kedua hal itu, kekhawatiran tidak mungkin mengambil alih diri anda, bukan?
Saat memilih untuk berhenti, beberapa teman mengira saya bodoh. Memang, dari dulu saya telah mengambil banyak keputusan yang bodoh. Namun, tak satupun yang saya sesali. Sebab, eksperimen untuk menemukan definisi tentang apa sebenarnya ’pekerjaan idaman’ ini memang menuntut saya memasuki lorong-lorong yang kelihatannya bodoh. Namun, jika kita melintasi lorong gelap itu sepenuh hati; mudah-mudahan bisikan nurani bisa membawa kita kepada cahaya. Sehingga kita bisa menemukan jalan keluar diujung sana.
Apa definisi anda tentang pekerjaan idaman? Barangkali anda sudah berhasil menemukan sebuah jawaban. Namun, bagi saya pribadi; ’pekerjaan idaman’ itu bukanlah sebuah titik akhir. Sebab, ternyata setelah anda berhasil mendapatkan pekerjaan sesuai dengan yang anda idamkan, hati nurani anda membisikan definisi lain yang menuntut anda untuk mengejarnya kembali. Saat anda menjadi salesman, misalnya; anda mendefinisikan pekerjaan idaman sebagai supervisor. Saat anda jadi suprvisor, definisi anda berubah menjadi Sales Manager. Begitu seterusnya, sehingga anda tidak betul-betul tahu; dimana letak titik akhir dari definisi ’pekerjaan idaman’ itu. Tetapi, setiap kali kita menjalaninya dengan kesungguhan hati dan dedikasi yang tinggi; saya yakin, anda tidak akan pernah tersesat. Sebab, setiap eksperimen yang kita lakukan selalu sarat dengan pelajaran. Dan semakin banyak pelajaran yang kita dapatkan, semakin berkembang pula; definisi kita. Tentang. Pekerjaan idaman.
Catatan Kang Dadang Dadarusman
Kebanyakan orang menganggap bahwa yang disebut bekerja adalah berstatus karyawan untuk sebuah perusahaan. Jika itu adalah pengertian bagi kata ’bekerja’, maka setelah selesai kuliah saya tidak langsung bekerja. Sebab, begitu saya mendapatkan ijazah dari kampus; saya melakukan sesuatu yang tidak ada hubungannya dengan sebutan ’karyawan’.
Pada umumnya, orang tidak memiliki ’pekerjaan’ karena memang mereka tidak mempunyai kesempatan untuk ’bekerja’. Atau lamaran yang mereka ajukan tidak mendapat sambutan dari perusahaan yang dilamarnya. Atau mereka kalah dalan bersaing dengan pelamar lainnya. Saya tidak demikian. Sebab, ada banyak kesempatan bagi saya untuk mendapatkan ’status sebagai karyawan’. Sekalipun ada perusahaan yang memanggil untuk bekerja bersama mereka, namun saya tidak terlampau menggubrisnya. Mengapa saya tidak terlalu tertarik penawarannya? Karena, saya menganggap bahwa semua kesempatan dan penawaran yang mereka berikan bukanlah pekerjaan yang saya idamkan.
Jika anda mengira bahwa saat berprinsip demikian jiwa saya sudah matang, anda keliru. Semoga bukan sebuah aib jika saya mengatakan bahwa yang sebenarnya terjadi adalah; saya justru belum benar-benar memahami apa sesungguhnya pekerjaan idaman bagi saya itu. Saya memang memiliki beberapa kriteria terhadap pekerjaan yang saya inginkan. Tetapi, jujur saja; saya tidak benar-benar mampu membedakan apakah itu kriteria pekerjaan idaman, atau sebuah daftar panjang tuntutan-tuntutan yang saya ingin agar perusahaan yang mempekerjakan saya memenuhinya. Faktanya, saya sendiri tidak begitu faham; bagaimana dan dimana saya bisa mendapatkan pekerjaan ideal macam itu. Sekarang anda boleh mengingat kembali; apakah diusia yang sama anda juga mengalami kegalauan yang sama?
Saya membutuhkan waktu satu tahun untuk menyadari bahwa cara berpikir saya keliru. Sebab, seperti hal-hal ’ideal’ lainnya, keinginan untuk mendapatkan ’pekerjaan ideal’ harus sejalan dengan ’situasi real’ yang kita hadapi. Jika situasinya memungkinkan untuk mendapatkan ’pekerjaan ideal’ itu, maka kita memang layak memperjuangkannya. Namun, jika situasinya seperti langit dan bumi, maka mungkin kita membutuhkan sebuah tangga untuk menghubungkan kenyataan ditanah tempat kita berpijak, dengan angan-angan yang bergelantungan diatas awan.
Saya sangat beruntung telah melewati masa satu tahun yang ’aneh’ itu. Sebab, dari hasil pengembaraan itu akhirnya bisa menemukan definisi ’bekerja’ itu apa. Sehingga, saya memiliki kemantapan hati ketika akhirnya saya benar-benar mendapatkan ’pekerjaan’. Maka, jadilah saya seorang karyawan. Dan tahukah anda, pekerjaan apa yang saya dapatkan? Saya menjadi seorang salesman. Sekarang boleh jadi hati kecil anda berbisik; ’jeh, untuk jadi salesman saja kok ribet amat…..’
Mungkin anda benar. Sesungguhnya itu adalah hal yang sederhana saja. Namun, tidak demikian bagi saya pada saat itu. Karena, ketika itu saya tengah memasuki tahap pendewasaan kejiwaan yang penuh dengan gejolak. Sekalipun demikian, proses panjang itu dikemudian hari akan saya sadari sebagai tahapan yang saya perlukan. Sehingga meskipun pekerjaan itu benar-benar jauh dari apa yang saya idamkan; tapi bisa menjadi tangga yang bisa membawa saya kepada sesuatu yang dicita-citakan. Oleh karena itu, ketika saya telah bulat tekad untuk menjadi karyawan, saya melakukannya dengan sepenuh hati. Dan saya tidak mau tergoda oleh kemalasan atau tindakan yang melenakan.
Banyak nasihat yang kita dengar tentang ’melakukan sesuatu dengan sepenuh hati’. Kita memahami nasihat itu secara konsepsi. Namun, seringkali kita secara sengaja mengingkari. Sehingga saat bekerja kita sering lupa membawa hati. Makanya, tidak heran jika saat bekerja kita sering ingin segera berhenti. Lalu melakukan hal-hal lain yang sama sekali tidak memberikan nilai tambah apapun terhadap kualitas pekerjaan kita. Tidak pula meningkatkan kualitas diri kita sebagai seorang pekerja.
Perjalanan dialog diri selama setahun itu membawa berkah bagi saya. Karena, ketika menemukan bahwa hati yang penuh diperlukan saat bekerja; saya selalu berupaya untuk membawa hati itu serta. Hasilnya? Sebelum genap enam bulan memulai pekerjaan itu, saya mendapatkan kesempatan untuk ’naik satu level’ dalam pekerjaan saya. Setelah itu, saya bertanya-tanya; apakah perusahaan ini bisa membawa saya kepada apa yang saya idamkan?
Jawabannya; bisa. Tapi, belum seperti yang saya inginkan. Maka pada bulan ke-12, saya bermigrasi kepada organisasi yang ’saya kira’ akan membantu saya mendapatkan pekerjaan idaman. Saya memang menginginkan sesuatu diperusahaan yang baru itu. Namun, mereka tidak mau memberikannya. Bahkan, diperusahaan itu saya hanya dihargai sebagai salesman. Dan itu berarti saya harus kembali turun tingkatan. Saya terima? Ya. Saya menerimanya. Kemudian saya menuliskan surat pengunduran diri kepada perusahaan pertama.
Untuk mengejar sebuah impian, mungkin diperlukan pengorbanan. Jika memang demikian, saya tidak keberatan. Namun, ketika memulainya kembali saya harus mempunyai rencana yang lebih rapi. Maka, ketika menjalani pelatihan sebelum bekerja itu saya membuat ’rencana kerja 5 tahun’ pertama saya. Dan 5 tahun kemudian, saya menemukan bahwa semua hal yang saya rencanakan itu benar-benar dikabulkan Tuhan. Jika ada hal yang tidak bisa saya raih, maka itu berarti saya mendapatkan yang lebih baik dari yang saya rencanakan. Buah manis atas kesediaan membawa hati kedalam pekerjaan. Dan ditahun ke-10 sejak memulai perjalanan itu, saya menemukan bahwa pencapaian yang saya raih jauh melampaui apa yang bisa diwujudkan oleh kebanyakan orang seprofesi saya.
Jika anda mengira bahwa perjalanan karir saya ’mulus-mulus’ saja, anda keliru. Karena, saya belum menceritakan pahit getirnya. Semoga bukan merupakan sebuah aib, jika saya mengatakan bahwa selama bekerja beberapa belas tahun itu sudah dua kali saya berhadapan dengan situasi dimana saya ’nyaris dikeluarkan’. Bukan ’nyaris di-PHK’, tapi ’nyaris dikeluarkan’. Tahukah anda, mengapa saya ’nyaris dikeluarkan’? Itu adalah dampak dari eksperimen-eksperimen yang saya lakukan. Ya, saya menyebutnya eksperimen. Sebab, semua itu saya lakukan dengan kesadaran sepenuh hati untuk menemukan nilai tambah yang bisa saya berikan kepada perusahaan, dan kepada diri sendiri.
Saya tidak menganggapnya sebuah aib karena eksperimen-eksperimen itu tidak melanggar norma. Tidak pula mengabaikan etika. Apalagi mengkhianati integritas diri. Kedua peristiwa itu terjadi karena hati saya sepenuhnya menyadari bahwa saya harus melakukan tindakan yang terbaik bagi perusahaan. Mungkin, landasan itulah pula yang akhirnya ’menyelamatkan’ saya dari pemecatan. Sebab, saya percaya bahwa perusahaan, tidak ingin kehilangan karyawan yang bersedia mendedikasikan diri dengan sepenuh hati.
Lagipula, jika anda yakin bahwa anda memiliki kualitas diri yang tinggi. Dan anda dengan sepenuh hati melakukan yang terbaik bagi perusahaan; mengapa anda takut dikeluarkan? Bahkan, sekalipun anda benar-benar kehilangan pekerjaan itu; apa yang mesti anda khawatirkan? Sebab, kekhawatiran hanya bisa menghinggapi orang-orang yang tidak yakin akan 2 hal. Yaitu; kualitas dirinya, dan kebenaran tindakannya. Jika anda yakin dengan kedua hal itu, kekhawatiran tidak mungkin mengambil alih diri anda, bukan?
Saat memilih untuk berhenti, beberapa teman mengira saya bodoh. Memang, dari dulu saya telah mengambil banyak keputusan yang bodoh. Namun, tak satupun yang saya sesali. Sebab, eksperimen untuk menemukan definisi tentang apa sebenarnya ’pekerjaan idaman’ ini memang menuntut saya memasuki lorong-lorong yang kelihatannya bodoh. Namun, jika kita melintasi lorong gelap itu sepenuh hati; mudah-mudahan bisikan nurani bisa membawa kita kepada cahaya. Sehingga kita bisa menemukan jalan keluar diujung sana.
Apa definisi anda tentang pekerjaan idaman? Barangkali anda sudah berhasil menemukan sebuah jawaban. Namun, bagi saya pribadi; ’pekerjaan idaman’ itu bukanlah sebuah titik akhir. Sebab, ternyata setelah anda berhasil mendapatkan pekerjaan sesuai dengan yang anda idamkan, hati nurani anda membisikan definisi lain yang menuntut anda untuk mengejarnya kembali. Saat anda menjadi salesman, misalnya; anda mendefinisikan pekerjaan idaman sebagai supervisor. Saat anda jadi suprvisor, definisi anda berubah menjadi Sales Manager. Begitu seterusnya, sehingga anda tidak betul-betul tahu; dimana letak titik akhir dari definisi ’pekerjaan idaman’ itu. Tetapi, setiap kali kita menjalaninya dengan kesungguhan hati dan dedikasi yang tinggi; saya yakin, anda tidak akan pernah tersesat. Sebab, setiap eksperimen yang kita lakukan selalu sarat dengan pelajaran. Dan semakin banyak pelajaran yang kita dapatkan, semakin berkembang pula; definisi kita. Tentang. Pekerjaan idaman.
Catatan Kang Dadang Dadarusman