nurcahyo
New member
APAKAH HUKUMNYA TELEVISI HARAM ATAU MAKRUH ATAU BOLEH
Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Segala puji hanya bagi Allah, rahmat dan kesejahteraan semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan sahabatnya. Wa ba'du : Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta telah meneliti pertanyaan yang diajukan dari Hifzhi bin Ali Zaini kepada pimpinan umum dan dipindahkan kepadanya dari sekretaris umum no. 1006 dan tanggal 19/12/1398H
Dan isinya adalah : Istri saya meminta dibelikan televisi dan saya tidak menyukainya. Saya berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, kemudian kepada kalian penjelasan tentang televisi. Apakah hukumnya haram atau makruh atau boleh. Di mana saya tidak menyukai membeli keperluan yang haram ?
Jawaban
Pesawat televisi itu sendiri tidak bisa dikatakan haram, dan tidak pula makruh dan tidak pula boleh. Karena ia adalah benda yang tidak berbuat apapun. Sesungguhnya hukumnya sangat tergantung dengan perbuatan hamba, bukan dengan dzat sesuatu. Maka membuat televisi dan menjadikannya (sebagai alat) untuk menyebarkan hadits atau program sosial yang baik, hukumnya boleh. Jika yang ditampilkan adalah gambar-gambar yang menggiurkan lagi membangkitkan syahwat, seperti gambar-gambar wanita telanjang, gambar laki-laki yang menyerupai perempuan dan yang sama pengertian dengan hal tersebut. Atau yang didengar adalah yang diharamkan, seperti lagu-lagu cabul, kata-kata yang tidak bermoral, suara para artis kendati dengan lagu-lagu yang tidak cabul. Nanyian laki-laki yang melembutkan suara dalam nyanyian mereka, atau menyerupai wanita padanya, maka ia diharamkan.
Dan inilah kebiasaan dalam penggunaan televisi di masa sekarang, karena kuatnya kecenderungan manusia kepada hiburan dan kekuasaan hawa nafsu atas jiwa kecuali orang yang dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sangat sedikit sekali.
Sebagai kesimpulan : Duduk di depan tetevisi atau mendengarkannya atau melihat acaranya, selalu mengikuti dalam penentuan hukum halal dan haram dari apa yang dilihat atau yang didengar. Terkadang sesuatu yang diperbolehkan untuk didengar dan untuk duduk di depannya menjadi dilarang karena faktor menyia-nyiakan waktu senggang dan berlebihan padanya, yang kadang kala manusia sangat membutuhkan kesibukan yang bermanfaat untuk dirinya, keluarganya dan umatnya dengan manfaat yang merata dan kebaikan yang banyak. Wajib bagi setiap muslim menurut agama, untuk tidak membelinya, mendengarkannya dan melihat yang ditayangkan di dalamnya ; karena merupakan sarana kepada mendengarkan dan melihat yang diharamkan.
Semoga rahmat dan kesejahteraan Allah tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
[Fatwa ini diucapkan dan didiktekan oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq]
Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin
Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin ditanya : Segala puji hanya bagi Allah, rahmat dan kesejahteraan semoga tercurah kepada Rasulullah, keluarga dan sahabatnya. Wa ba'du : Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Al-Ilmiyah Wal Ifta telah meneliti pertanyaan yang diajukan dari Hifzhi bin Ali Zaini kepada pimpinan umum dan dipindahkan kepadanya dari sekretaris umum no. 1006 dan tanggal 19/12/1398H
Dan isinya adalah : Istri saya meminta dibelikan televisi dan saya tidak menyukainya. Saya berharap kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, kemudian kepada kalian penjelasan tentang televisi. Apakah hukumnya haram atau makruh atau boleh. Di mana saya tidak menyukai membeli keperluan yang haram ?
Jawaban
Pesawat televisi itu sendiri tidak bisa dikatakan haram, dan tidak pula makruh dan tidak pula boleh. Karena ia adalah benda yang tidak berbuat apapun. Sesungguhnya hukumnya sangat tergantung dengan perbuatan hamba, bukan dengan dzat sesuatu. Maka membuat televisi dan menjadikannya (sebagai alat) untuk menyebarkan hadits atau program sosial yang baik, hukumnya boleh. Jika yang ditampilkan adalah gambar-gambar yang menggiurkan lagi membangkitkan syahwat, seperti gambar-gambar wanita telanjang, gambar laki-laki yang menyerupai perempuan dan yang sama pengertian dengan hal tersebut. Atau yang didengar adalah yang diharamkan, seperti lagu-lagu cabul, kata-kata yang tidak bermoral, suara para artis kendati dengan lagu-lagu yang tidak cabul. Nanyian laki-laki yang melembutkan suara dalam nyanyian mereka, atau menyerupai wanita padanya, maka ia diharamkan.
Dan inilah kebiasaan dalam penggunaan televisi di masa sekarang, karena kuatnya kecenderungan manusia kepada hiburan dan kekuasaan hawa nafsu atas jiwa kecuali orang yang dipelihara oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala dan sangat sedikit sekali.
Sebagai kesimpulan : Duduk di depan tetevisi atau mendengarkannya atau melihat acaranya, selalu mengikuti dalam penentuan hukum halal dan haram dari apa yang dilihat atau yang didengar. Terkadang sesuatu yang diperbolehkan untuk didengar dan untuk duduk di depannya menjadi dilarang karena faktor menyia-nyiakan waktu senggang dan berlebihan padanya, yang kadang kala manusia sangat membutuhkan kesibukan yang bermanfaat untuk dirinya, keluarganya dan umatnya dengan manfaat yang merata dan kebaikan yang banyak. Wajib bagi setiap muslim menurut agama, untuk tidak membelinya, mendengarkannya dan melihat yang ditayangkan di dalamnya ; karena merupakan sarana kepada mendengarkan dan melihat yang diharamkan.
Semoga rahmat dan kesejahteraan Allah tercurah kepada Nabi kita Muhammad, keluarga dan sahabatnya.
[Fatwa ini diucapkan dan didiktekan oleh Syaikh Abdullah bin Abdurrahman Al-Jibrin]
[Disalin dari buku Al-Fatawa Asy-Syar'iyyah Fi Al-Masa'il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Darul Haq]
Last edited: