nurcahyo
New member
Badiman: Puas dengan melestarian anggrek pandan
Badiman: Puas dengan melestarian anggrek pandan
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan biodiversity. Bahkan Indonesia sempat dijuluki sebagai negara Mega-Diversity. Salah satunya adalah dari jenis anggrek. Di kawasan Gunung Merapi (Yogyakarta dan Jawa Tengah), juga terdapat anggrek endemik yang tercantum dalam daftar Appendix II Convention on International Trade in Endengared Species (CITES).
Anggrek langka ini di habitat aslinya memang sudah mulai jarang ditemui. Namun anggrek ini justru banyak dijumpai di depan rumah-rumah penduduk sekitar Merapi. Oleh penduduk, anggrek ini disebut anggrek pandan karena bentuk daunnya menyerupai daun pandan. Sedangkan nama latinnya adalah Vanda Tricolor. Hal ini dikarenakan, anggrek tersebut memiliki bunga dengan tiga warna, yakni bunga berwarna putih dengan bercak-bercak ungu di seluruh bagian bunga serta bibir bunga berwarna merah.
Melihat kenyataan semakin terancamnya anggrek ini, pihak Dinas Kehutanan DI Yogyakarta melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam berupaya melakukan konservasi, baik secara in-situ maupun ex-situ.
Secara ex-situ, BKSDA melakukan kerjasama dengan masyarakat, baik melalui kelompok tani maupun karang taruna. Di Dusun Pelemsari, Kelurahan Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, terdapat satu kelompok dari karang taruna yang terlibat dalam program pelestarian anggrek ini.
Badiman (38 tahun), merupakan salah satu yang menjadi motor penggerak pelestarian anggrek di Dusun Pelemsari ini. Ketika beritabumi.or.id menghubunginya pada Rabu (6/12), dia mengatakan bahwa program ini sudah dilakukannya sejak tahun 1996/1997. Apalagi letusan Gunung Merapi pada tahun 1994 yang lalu turut menjadi penyebab utama nyaris musnahnya jenis anggrek ini di alam bebas.
Dalam melakukan pekerjaan ini, anggota karang taruna melakukan tugasnya secara bergantian. Namun yang paling menonjol melakukan pekerjaan ini adalah Badiman sendiri karena memang letak pengembangbiakan anggrek berada di pekarangannya.
Ketika ditanya tujuan akhir dari kegiatan ini, ia menegaskan bahwa kegiatan ini dilakukan benar-benar untuk tujuan melestarikan anggrek yang nyaris punah ini. "Kita melakukannya agar anggrek khas Gunung Merapi ini tidak punah. Sebagian sudah kami kembalikan ke alam lagi. Jadi semua ini tidak ada hubungannya atau bukan semata-mata bertujuan bisnis," ujarnya.
Dalam melakukan perbanyakan anggrek, digunakan sistem manual, baik melalui biji maupun dengan stek. Pekerjaan yang kelihatannya gampang ini, jika tidak dengan ketulusan hati juga tidak akan menghasilkan apa-apa. Sebab dari pekerjaan ini tidak ada yang memberi upah. "Kendati tidak mendapat upah, pekerjaan ini saya lakukan karena dari situlah kepuasan batin saya dapatkan," katanya.
Namun demikian, kegiatan ini bukannya tanpa kendala. Menurut Badiman, kendala yang mereka hadapi saat ini adalah sulitnya mencari media tanam (pakis). Kalaupun ada, harus membeli dari masyarakat dengan harga yang cukup mahal.
Untuk itu, dia sangat mengharapkan adanya orang atau lembaga yang mau menyumbangkan dananya karena kebutuhan untuk pemeliharaannya cukup banyak. Kalau bisa diistilahkan, kelompok ini membutuhkan semacam bapak angkat untuk anggrek agar upaya perbanyakan dan pelestariannya tidak putus di tengah jalan dan bila sudah banyak dapat dikembalikan ke habitat aslinya.
Dari hasil jerih payahnya ini, sekarang jumlah anggrek sudah semakin banyak dan disebarkan ke lima kelompok. "Hingga saat ini jumlahnya sudah menjadi sekitar 3.000 batang. Ini akan terus bertambah, karena kegiatan pengembangbiakan masih terus dilakukan," tegasnya dengan penuh semangat.
Sungguh-sungguh
Begitulah Badiman, bapak dua anak ini selalu bersemangat dan bersungguh-sungguh jika sedang melakukan pekerjaannya. Dia tidak pernah melihat apakah temannya bekerja atau tidak. Yang penting, jika dia bisa mengerjakannya, maka akan dia kerjakan walau teman yang lain bermalas-malasan.
Jiwa aktivisnya sudah terbentuk sejak ia masih kecil. Apalagi lingkungan tempat tinggalnya merupakan daerah pegunungan yang sangat menawan. Setelah tamat sekolah, dia merantau ke Jakarta mengikuti jejak kakak-kakaknya yang sudah lebih dulu pergi ke Jakarta.
Sekitar tahun 1990, dia bergabung dengan Sekretariat Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia (SKEPHI). Di sinilah, kecintaan terhadap lingkungan hidup semakin bertambah. Namun, pada tahun 1995 dia harus kembali ke kampungnya karena harus menjaga orang tuanya yang ditinggal merantau anak-anaknya.
Karena kecintaannya kepada lingkungan itulah, hingga sekarang dia terus berjuang dan rela berkorban baik harta maupun waktu untuk berbuat yang terbaik guna melestarikan lingkungan hidup. Kendati dia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi dia akan tetap menyisihkan waktunya untuk mengurus anggrek-anggrek ini.
Badiman: Puas dengan melestarian anggrek pandan
Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan biodiversity. Bahkan Indonesia sempat dijuluki sebagai negara Mega-Diversity. Salah satunya adalah dari jenis anggrek. Di kawasan Gunung Merapi (Yogyakarta dan Jawa Tengah), juga terdapat anggrek endemik yang tercantum dalam daftar Appendix II Convention on International Trade in Endengared Species (CITES).
Anggrek langka ini di habitat aslinya memang sudah mulai jarang ditemui. Namun anggrek ini justru banyak dijumpai di depan rumah-rumah penduduk sekitar Merapi. Oleh penduduk, anggrek ini disebut anggrek pandan karena bentuk daunnya menyerupai daun pandan. Sedangkan nama latinnya adalah Vanda Tricolor. Hal ini dikarenakan, anggrek tersebut memiliki bunga dengan tiga warna, yakni bunga berwarna putih dengan bercak-bercak ungu di seluruh bagian bunga serta bibir bunga berwarna merah.
Melihat kenyataan semakin terancamnya anggrek ini, pihak Dinas Kehutanan DI Yogyakarta melalui Balai Konservasi Sumber Daya Alam berupaya melakukan konservasi, baik secara in-situ maupun ex-situ.
Secara ex-situ, BKSDA melakukan kerjasama dengan masyarakat, baik melalui kelompok tani maupun karang taruna. Di Dusun Pelemsari, Kelurahan Umbulharjo, Kecamatan Cangkringan, Kabupaten Sleman, terdapat satu kelompok dari karang taruna yang terlibat dalam program pelestarian anggrek ini.
Badiman (38 tahun), merupakan salah satu yang menjadi motor penggerak pelestarian anggrek di Dusun Pelemsari ini. Ketika beritabumi.or.id menghubunginya pada Rabu (6/12), dia mengatakan bahwa program ini sudah dilakukannya sejak tahun 1996/1997. Apalagi letusan Gunung Merapi pada tahun 1994 yang lalu turut menjadi penyebab utama nyaris musnahnya jenis anggrek ini di alam bebas.
Dalam melakukan pekerjaan ini, anggota karang taruna melakukan tugasnya secara bergantian. Namun yang paling menonjol melakukan pekerjaan ini adalah Badiman sendiri karena memang letak pengembangbiakan anggrek berada di pekarangannya.
Ketika ditanya tujuan akhir dari kegiatan ini, ia menegaskan bahwa kegiatan ini dilakukan benar-benar untuk tujuan melestarikan anggrek yang nyaris punah ini. "Kita melakukannya agar anggrek khas Gunung Merapi ini tidak punah. Sebagian sudah kami kembalikan ke alam lagi. Jadi semua ini tidak ada hubungannya atau bukan semata-mata bertujuan bisnis," ujarnya.
Dalam melakukan perbanyakan anggrek, digunakan sistem manual, baik melalui biji maupun dengan stek. Pekerjaan yang kelihatannya gampang ini, jika tidak dengan ketulusan hati juga tidak akan menghasilkan apa-apa. Sebab dari pekerjaan ini tidak ada yang memberi upah. "Kendati tidak mendapat upah, pekerjaan ini saya lakukan karena dari situlah kepuasan batin saya dapatkan," katanya.
Namun demikian, kegiatan ini bukannya tanpa kendala. Menurut Badiman, kendala yang mereka hadapi saat ini adalah sulitnya mencari media tanam (pakis). Kalaupun ada, harus membeli dari masyarakat dengan harga yang cukup mahal.
Untuk itu, dia sangat mengharapkan adanya orang atau lembaga yang mau menyumbangkan dananya karena kebutuhan untuk pemeliharaannya cukup banyak. Kalau bisa diistilahkan, kelompok ini membutuhkan semacam bapak angkat untuk anggrek agar upaya perbanyakan dan pelestariannya tidak putus di tengah jalan dan bila sudah banyak dapat dikembalikan ke habitat aslinya.
Dari hasil jerih payahnya ini, sekarang jumlah anggrek sudah semakin banyak dan disebarkan ke lima kelompok. "Hingga saat ini jumlahnya sudah menjadi sekitar 3.000 batang. Ini akan terus bertambah, karena kegiatan pengembangbiakan masih terus dilakukan," tegasnya dengan penuh semangat.
Sungguh-sungguh
Begitulah Badiman, bapak dua anak ini selalu bersemangat dan bersungguh-sungguh jika sedang melakukan pekerjaannya. Dia tidak pernah melihat apakah temannya bekerja atau tidak. Yang penting, jika dia bisa mengerjakannya, maka akan dia kerjakan walau teman yang lain bermalas-malasan.
Jiwa aktivisnya sudah terbentuk sejak ia masih kecil. Apalagi lingkungan tempat tinggalnya merupakan daerah pegunungan yang sangat menawan. Setelah tamat sekolah, dia merantau ke Jakarta mengikuti jejak kakak-kakaknya yang sudah lebih dulu pergi ke Jakarta.
Sekitar tahun 1990, dia bergabung dengan Sekretariat Kerjasama Pelestarian Hutan Indonesia (SKEPHI). Di sinilah, kecintaan terhadap lingkungan hidup semakin bertambah. Namun, pada tahun 1995 dia harus kembali ke kampungnya karena harus menjaga orang tuanya yang ditinggal merantau anak-anaknya.
Karena kecintaannya kepada lingkungan itulah, hingga sekarang dia terus berjuang dan rela berkorban baik harta maupun waktu untuk berbuat yang terbaik guna melestarikan lingkungan hidup. Kendati dia harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, tetapi dia akan tetap menyisihkan waktunya untuk mengurus anggrek-anggrek ini.