Baca sekali lagi tulisan saya, Bung EsterAntonia. Saya kira kejelianmu perlu ditingkatkan.
Tahu kau ghost-writers, penulis hantu itu? Mereka menulis bukan untuk dirinya, bukan untuk eksistensinya sendiri. tapi untuk orang lain. menulis berdasar pesanan. maka jangan salahkan jika saya pun menyebutnya dengan istilah "penulis panggilan". mereka dipanggil dulu, baru menulis. mereka menulis tidak berangkat dari lubuk nurani yang dalam, tapi dari auman birahi materi.
apa perlu saya sebutkan orang-orang besar di negeri kita yang gemar menggunakan jasa ghost-writers agar mata kau terbuka terhadap kepicisan paradigma ini, bung.
Jika menulis berdasarkan nurani, kemudian dikirim ke media massa atau dipublikasikan penerbit, tentu tidak jadi masalah sebab tulisan-tulisan sendiri, dan atas nama sendiri pula. siapa yang mempersoalkan ini, bung. Bahkan, menulis harus dipancangkan sebagai sebuah profesi sama halnya dengan profesi lain: dokter, pengacara, guru, dan sebagainya. tapi, siapa yang berani berujar lantang ketika ditanya tentang profesinya? Orang yang pernah kutemui sendiri yang lantang bicara "profesiku adalah penulis" yaitu Mustofa Bisri (seorang sastrawan yang gus dan mengasuh pesantren di Rembang) dan Asmanadia. Saya kira, kau tak asing lagi dengan kedua nama ini.
Mestinya, polemik ini digeser: Kenapa muncul ghost-writers, para penulis hantu?
Ayo, apa kata kau, Bung EsterAntonia....