AwardNews: FFI 2009

Kalina

Moderator
Mulai hari ini, akan ditampilkan berita-berita Festival Film Indonesia 2009

[ Rabu, 09 Desember 2009 ]
FFI Belum Bisa Menjadi Rumah Bagi Sineas Indonesia
JAKARTA - Berbagai kritik yang mampir ke Festival Film Indonesia (FFI) di perhelatan tahun-tahun sebelumnya mendapatkan perhatian serius penyelenggara. Ketua Komite FFI 2009 Niniek L. Karim menyatakan, untuk perhelatan tahun ini semua sudah disiapkan dengan matang. Terutama, sistem penilaian dan dewan juri.

Niniek percaya bahwa dewan juri yang terpilih untuk FFI akan objektif. Dia optimistis para nomine dan pemenang acara perebutan Piala Citra yang dihelat 16 Desember mendatang di PRJ, Kemayoran, tersebut adalah hasil terbaik. Termasuk, menilai Niniek yang juga menjadi salah seorang nomine. Dia masuk dalam nominasi Pemeran Pendukung Wanita Terbaik lewat peran di film Ketika Cinta Bertasbih 2.

Secara psikologis, dia yakin ada beban dan kecurigaan tersendiri terhadap para dewan juri film bioskop. Beberapa di antara dewan juri itu adalah Alex Kumara, Eduard Pesta Sirait, El Manik, Franky Raden, German Mintapradja, Indra Yudistira, Sekar Ayu Asmara, Jajang C. Noer, dan Totot Indrarto.

"Terima kasih, alhamdulillah saya sudah terpilih jadi nomine. Tapi, menang atau tidaknya terserah dewan juri yang sudah kami pilih dengan sangat luar biasa selektif. Saya sangat percaya bahwa mereka sangat objektif. Saya tidak akan mengintervensi, apa pun bentuknya," tegasnya di Blitz Megaplex, Grand Indonesia, kemarin (8/12).

Secara pribadi dan sesuai dengan tugas saat ini, Niniek menyatakan mengupayakan FFI 2009 berjalan dengan baik. Dia mengakui bahwa sampai saat ini pun masih ada banyak kekurangan. Salah satunya, FFI belum bisa menjadi rumah bagi seluruh sineas yang berkarya di Indonesia.

Niniek mengatakan saat ini berusaha menemukan konsep paling ideal, setidaknya dalam tiga tahun ke depan. "Masih ada orang film yang ragu untuk mengirimkan film di FFI memang sah-sah saja. Kami akan berusaha membuat FFI kali ini lebih bersinar, baru mungkin mereka tertarik," harap perempuan berkacamata itu.

Belum lama ini, Niniek menuturkan berbincang dengan Riri Riza, salah seorang sineas andal yang belum ingin ikut berkompetisi. Mereka mulai memperbincangkan solusi agar FFI bisa menjadi rumah bersama.

Niniek menambahkan, FFI 2009 pun memang belum merupakan format yang paling ideal untuk festival film yang bisa menampung harapan para sineas. "Zaman berubah. Jadi, tidak ada yang baku di dunia ini. Sekarang dibutuhkan formula baru, kisi-kisi baru, yes! Kami berusaha," ucap dia.

Salah satu upaya tersebut, segera dihelat Indonesian Film Summit. Seluruh pihak yang berkompeten akan dikumpulkan untuk berdiskusi secara berkelompok.
 
Bls: AwardNews: FFI 2009

105h.jpg


Didi Petet : FFI adalah Sejarah

Sebagai aktor senior, nama Didi Petet memang sudah tidak perlu diragukan lagi di dunia perfilman. Dikenal sebagai Emon dalam film Catatan Si Boy dan Si Kang Kabayan, Didi di usianya yang ke 53 tahun sampai kini masih eksis dunia film. Tercatat di tahun 2009 ini saja ia telah membintangi lima film yaitu Kirun + Adul (2009), Jermal (2009), Ketika Cinta Bertasbih (2009), Emak Ingin Naik Haji (2009), dan Ai Lop Yu Pul (2009). Di temui saat jumpa pers Ai Lop Yu Pul dibilangan Senayan, Didi pun bercerita tentang dunia film, FFI, dan para aktor muda sekarang.

Bagaiamana Anda melihat melihat film-film horor dan komedi sekarang apalagi selalu selalu diselimuti adegan vulgar?
“Memang film-film horor dan komedi sekarang sepertinya balik lagi ke era 80-an. Mungkin dilihatnya dari segi industri sebagai nilai jual untuk mencari keuntungan semata. Untuk film horor sendiri tidak dapat dipungkiri masyarakat kita dari 20 tahun yang lalu masih menyukai hal-hal yang berbau mistik. Tapi kita lihat saja yang menjadi box office pasti film-film yang berkualitas. Untuk itu masyarakat harus pintar memilih film yang bagus untuk ditontonnya.”

Lalu bagaimana dengan kualitas aktor saat sekarang, termasuk para pendatang baru dibandingkan dengan aktor di masa Anda?
“Kalau dulu di jaman saya, contohnya Christine Hakim, ia selalu mengandalkan unsur-unsur seperti mencari, berbuat, dan mengalami. Makanya terbukti penghargaan yang pernah ia raih. Sedangkan untuk anak-anak sekarang hanya menjalankan dirinya sendiri seperti hanya menjadi anak kota saja. Tapi tetap ada yang berkualitas, tapi sedikit.”

Bagaimana saat Anda berakting dengan para pemain sekarang?
“Biasa saja, nggak ada masalah. Jika dengan murid saya, selalu bilang saat di dalam kelas kita sebagai guru dan murid, sedangkan saat di frame kita bekerja, saya tidak mau mengajar lagi.”

Pendapat Anda tentang FFI?
FFI adalah sejarah yang dibangun dengan sebuah gagasan luar biasa oleh pendahulu-pendahulu kita. FFI sebagai tolak ukur film yang berkualitas. Dan tugas kita adalah meneruskan perjuangan ini.”

Bagaimana dengan 200 film dalam setahun yang ditargetkan oleh MenBudPar?
“Seharusnya berjalan keduanya, semakin banyak film tapi diiringi dengan kualitas yang bagus pula. Apalagai sekarang genre-nya berbeda-beda.”

Tanggapan Anda mengenai beberapa sineas yang tidak setuju?
“Yaa silahkan saja jika ada yang tidak setuju, perbedaan itu harus ada. Tapi sebaiknya kita duduk bersama untuk membicarakan sebenarnya apa yang kurang dan perlu diperbaiki.”

Jika dibandingkan dengan FFI pada awal mula sampai sekarang banyak yang menyatakan semakin tidak berkualitas. Menurut Anda?
“Pelaksanaan FFI tidak pernah berubah menjadi lebih ringan dan tidak berkualitas, kita harus melihatnya sebagai sejarah. Jika melihatnya sebagai sejarah maka akan menjadi betapa pentingnya FFI. Dan menurut saya FFI masih elegan.”

Apakah harus ada perubahan untuk FFI?
“Perubahan untuk menuju kebaikan memang harus ada. Tapi maunya seperti apa, sekali lagi saya tegaskan kita harus duduk bersama. Karena dengan berkomunikasi pasti menghasilkan suatu yang baik. Yang perlu diketahui, semua juri mempertaruhkan namanya untuk memilih film tersebut. kalau ada tandingan FFI ya silahkan saja. tapi FFI adalah sejarah yang harus kita hargai dan diteruskan perjuangannya.”
 
Bls: AwardNews: FFI 2009

[ Rabu, 16 Desember 2009 ]
Vino Bastian Kembali Jadi Nomine FFI 2009
JAKARTA - Perhelatan penganugerahan insan film tanah air Festival Film Indonesia (FFI) 2009 akan dilangsungkan hari ini di Hall D Pekan Raya Jakarta (PRJ). Meski sekarang seolah kehilangan pamor, pihak penyelenggara berjanji membuat acara itu secara meriah dan dihadiri para selebriti.

Menurut Koordinator Bidang FFI Ilham Bintang, para artis yang terdiri atas pengisi acara, pembaca pengumuman pemenang, dan artis lainnya itu bakal berbaur dengan sekitar 2.500 tamu pada program yang ditayangkan langsung di RCTI pukul 21.00 itu.

Ada beberapa pengisi acara. Di antaranya, ST 12, d`Masiv, The Changcuters, Wali, Geisha, Vierra, dan Gita Gutawa. Pembaca nominasinya adalah Carrisa Putri, Rianti Cartwright, Alice Norin, Kholidi Asadil Alam, Fauzi Baadila, Titi Sjuman, Acha Septriasa, Wulan Guritno, dan masih banyak lagi. "Gita Gutawa secara khusus akan melantunkan lagu Citra, lagu wajib yang selalu dikumandangkan pada malam anugerah FFI," papar Ilham.

Dalam kesempatan itu, seluruh pemenang akan mendapatkan Piala Citra, lambang supremasi tertinggi dunia film Indonesia. Penghargaan tersebut bakal diserahkan oleh Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik.

Ada beberapa kategori yang diperebutkan. Untuk film terbaik, nominasinya adalah Identitas, Jamila dan sang Presiden, Ruma Maida, Perempuan Berkalung Sorban, dan Mereka Bilang Saya Monyet.

Di kategori pemeran wanita terbaik, ada Atiqah Hasiholan, Aty Kanser, Leony, Titi Sjuman, dan Revalina S. Temat. Pada kategori aktor terbaik, ada Tio Pakusadewo, Emir Mahiri, Reza Rahardian, Vino G. Bastian, dan Yama Carlos.

Jika tahun ini Vino berhasil menang, secara berturut-turut dia membawa pulang Piala Citra. Tahun lalu dia memenangkan kategori pemeran utama pria terbaik untuk film Radit dan Jani. "Buat saya, Piala ini cuma bonus dari bekerja. Paling utama ya berakting sebaik-baiknya," tutur pemain Serigala Terakhir tersebut.

wew dia lagi... padahal aktingnya biasa-biasa aja -_-a malah bagusan kak Ringgo AR ama kk Desta.. plus plus buat kk Aming malah.. :D
 
Bls: AwardNews: FFI 2009

[ Kamis, 17 Desember 2009 ]
Film Identitas Raih Empat Piala Citra
Tio dan Titi Sjuman Pemeran Utama Terbaik

JAKARTA - Film Identitas akhirnya merajai ajang perfilman tertinggi di Indonesia. Film yang dibintangi Leoni dan Tio Pakusadewo itu memborong empat piala di antara 13 kategori dalam ajang Festival Film Indonesia (FFI) 2009 di JExpo, Kemayoran, Jakarta, tadi malam (16/12). Piala yang berhasil dibawa pulang, antara lain, penghargaan film terbaik, pemeran utama pria terbaik Tio Pakusadewo, sutradara terbaik Aria Kusumadewa, dan penata artistik terbaik Kekev Marlov.

Sebagai pemeran utama pria terbaik, Tio dijuluki pria dengan seribu wajah oleh Deddy Mizwar. Pemeran utama wanita terbaik diraih musikus sekaligus aktris Titi Sjuman lewat perannya dalam film adaptasi novel karya Djenar Maesa Ayu Mereka Bilang Saya Monyet.

Malam penghargaan kemarin juga merupakan malam spesial bagi Titi. Sebab, dia juga meraih penghargaan sebagai penata musik terbaik bersama suaminya, Wong Aksan, lewat film King. ''Semoga saya nggak pingsan dan jatuh karena high heels saya karena saya seneng banget,'' ujarnya.

Titi berhasil menyisihkan empat pemeran utama wanita lainnya, Atiqah Hasiholan, Aty Kanser, Leony, dan Revalina S. Temat. Sementara itu, Tio mampu menyisihkan unggulan yang lain, yaitu Emir Mahiri (Garuda di Dadaku), Reza Rahardian (Emak Ingin Naik Haji), Vino G. Bastian (Serigala Terakhir), dan Yama Carlos (Rumah Maida).

Dalam film tersebut, Tio berperan sebagai Adam yang berkepribadian tertutup dan bekerja sebagai petugas kamar mayat di sebuah rumah sakit. Pemenang kategori pemeran utama pria terbaik dibacakan aktor senior Deddy Mizwar, Ikranegara, Roy Marten, Frans Tumbuan, dan El Manik.

Pemeran pendukung wanita terbaik berhasil diraih Henidar Amroe lewat perannya di film Mereka Bilang Saya Monyet. Pemeran pendukung pria terbaik diraih Reza Rahadian lewat peran antagonisnya dalam film Perempuan Berkalung Sorban.

Penghargaan khusus diberikan pada film Garuda di Dadaku sebagai film anak-anak terbaik. Sedangkan almarhum Sophan Sophian mendapat penghargaan pengabdian dan dedikasi seumur hidup.

Ajang FFI 2009 yang diikuti 118 film dengan 40 judul film bioskop itu juga dihadiri Wapres Boediono.
 
Bls: AwardNews: FFI 2009

[ Jum'at, 18 Desember 2009 ]
FFI, Festival Film Milik Siapa?
Catatan: Ariyanti KR, Wartawan Jawa Pos

SEPARO bulan menjelang tahun baru, perhelatan insan film Indonesia, Festival Film Indonesia (FFI) 2009, dilangsungkan. Acara di Kemayoran, Jakarta, Rabu malam (16/12) itu seharusnya bisa jadi pesta akbar para aktor, aktris, sutradara, produser, dan kru-kru yang menjadikan sebuah film terbuat, hingga semua penikmat film.

Acara tahunan itu seharusnya juga bisa menjadi jelmaan Academy Awards versi dalam negeri. Seharusnya agenda itu juga bisa menjadikan pembuat film berlomba-lomba memberikan karya terbaik. Seharusnya para bintang mampu berkompetisi memperebutkan piala yang diberi nama Citra itu. Masih banyak lagi seharusnya-seharusnya yang mesti terjadi di acara yang memasuki penyelenggaraan ke-28 -sejak kali pertama diadakan pada 1955- atau keenam sejak diadakan kembali pada 2004 setelah vakum 12 tahun.

Namun sayang. Melihat acara malam itu, impian ideal sebuah festival paling prestisius di sebuah negara, tampaknya, masih jauh dari kenyataan. Seharusnya, seharusnya, dan seharusnya seperti yang di atas itu untuk sementara hanya ada dalam rupa keinginan.

Siapa yang membawa pulang piala sudah ditentukan. Kategori bergengsi film terbaik jatuh pada Identitas. Film produksi PT Esa Khaqiva & PT Citra Sinema itu menyisihkan Jamila dan Sang Presiden, Mereka Bilang, Saya Monyet!, Perempuan Berkalung Sorban, dan Ruma Maida. Film itu juga mengantarkan Tio Pakusadewo meraih piala aktor terbaik dan Aria Kusumadewa sebagai sutradara terbaik.

Identitas memang istimewa karena dia adalah film indie yang ternyata bisa juga berjalan di jalur mainstream. Hanya, bagi saya, kemenangan film itu tidak terlalu mengagetkan jika melihat deretan kompetitornya. Secara kualitas, ini yang terbaik meski dari segi popularitas atau pemasaran film yang memasang Deddy Mizwar sebagai produser eksekutif ini kurang bergaung. Disebut terbaik itu bisa bermacam-macam alasannya. Sebab, memang baik dari segi cerita sampai akting pemain atau karena film-film lain memprihatinkan.

Malam itu yang menjadi pemenang terbesar adalah Mereka Bilang, Saya Monyet! Film itu membawa pulang empat piala, termasuk kategori aktris terbaik yang dianugerahkan kepada si cantik Titi Sjuman. Saya sudah nonton film ini. Bagi saya memang tidak mengecewakan. Tapi, film ini dirilis pada 2007. Dua tahun lalu! Mengapa dia baru mendaftar dan bisa ada dalam kompetisi tahun ini? Seharusnya film ini masuk FFI 2007 atau kalau masih ragu ikut, bisa mendaftar tahun berikutnya meski kesannya sedikit basi. Tapi ini, dua tahun. Bukan lagi sedikit basi namanya.

Barangkali dua tahun itu akan terasa singkat jika selama kurun itu industri film Indonesia mati suri. Tapi, bukan seperti itu yang terjadi. Dalam setahun ini saja ada sekitar 100 judul film baru yang diputar. Bayangkan 100. Itu berarti setidaknya tiga hari sekali ada satu film baru yang dihasilkan anak negeri sepanjang 2009. Terlepas dari temanya yang sangat monoton antara seks dan hantu, dari segi kuantitas kondisi itu menunjukkan betapa produktifnya insan film Indonesia.

Di ajang FFI 2009 ini juga tidak ada karya-karya komunitas Masyarakat Film Indonesia (MFI). Mereka masih "ngambek" dengan penyelenggaraan festival yang dirasa kurang independen itu. Akhirnya mereka memutuskan untuk tidak mendaftarkan karyanya.

Tahun sebelumnya, saat Laskar Pelangi berhasil menjadi film fenomenal, Mira Lesmana sebagai produser dan Riri Riza sebagai sutradara (mereka anggota MFI) juga menolak mendaftarkan film tersebut. Mereka justru giat mengikutkan Laskar Pelangi ke berbagai festival internasional. Hasilnya memuaskan. Karena memang menawan, film itu pun berhasil menang di berbagai ajang dunia, termasuk The Golden Butterfly Award kategori film terbaik Internasional Festival of Films for Children and Young Adults di Hamedan, Iran. Ironis bukan? Mereka lebih memilih festival internasional daripada turut berpartisipasi memeriahkan "pesta" di dalam negeri.

Lalu apakah kondisi itu mau terus dibiarkan? Lama-lama bukan tak mungkin FFI hanya jadi ajang penghamburan uang Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. Acara semegah itu menjadi hanya cukup dikenang semalam.

Tidak ada lagi pembuat film bagus yang berminat mengirimkan karyanya. Sementara para pembuat film "asal jadi" juga merasa sudah cukup membuat film dengan kualitas begitu-begitu saja. Anggapannya, toh dengan kualitas seperti itu mereka bisa masuk bursa kompetisi. Atau, lebih parahnya, mereka juga beranggapan buat apa ikut FFI. Jadi bikin film pun cukup seadanya. Mau begitu terus? Kalau iya, bersiap-siap saja menanti mati surinya perfilman Indonesia lagi (setidaknya dalam hal kualitas).

Jika tidak, berarti saatnya semua bergerak mulai sekarang. Tujuannya satu titik: menciptakan sebuah festival bergengsi yang membuat para insan film mau berlomba-lomba membuat karya terbaik agar bisa membawa pulang Citra. Tentu hal ini tidak bisa dilakukan satu pihak saja. Semua yang terkait dengan film Indonesia harus mau berpartisipasi.

Dimulai dengan menyelesaikan benang kusut internal insan film. Termasuk di dalamnya usaha menemukan titik temu Komite Festival Film Indonesia (KFFI) bentukan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata sebagai penyelenggara dengan MFI. Setelah itu perlu dilakukan berbagai langkah untuk menjadikan Piala Citra sebagai piala dambaan insan film. Tentu langkahnya tidak akan semudah membalik tangan. Hasilnya juga belum tentu langsung terlihat pada FFI tahun depan. Tapi, jika tidak dimulai dari sekarang, apa lagi yang ditunggu?
 
Bls: AwardNews: FFI 2009

henidar_amroe_nop_01.jpg


Henidar Amroe Dapatkan Piala Terakhir Tanpa Jilbab

Kapanlagi.com - Aktris cantik Henidar Amroe memang telah memutuskan untuk memakai jilbab sejak beberapa waktu lalu. Dan saat menghadiri acara Malam Final FFI 2009 di Kemayoran, Jakarta, Rabu (16/12) malam kemarin, Henidar pun tampil cantik dengan kerudungnya.

Kebahagiaannya pun semakin membuncah ketika namanya disebut sebagai Pemeran Pendukung Wanita Terbaik atas aktingnya dalam film MEREKA BILANG, SAYA MONYET.

"Perasaan saya sangat surprise karena sama sekali tidak menduga. Saya sangat bangga dan saya tidak tahu kapan lagi saya mendapatkan piala ini karena mungkin ini piala terakhir saya tidak pakai jilbab," ujar Henidar saat menerima Piala Citra di atas panggung.

Diutarakannya, saingannya dalam memperebutkan penghargaan ini sungguh berat. Karenanya, Henidar sungguh tak menyangka jika dirinyalah yang dianggap pantas mendapatkan piala tersebut.

"Saya menjagokan semua nominasi. Siapa sih yang tidak tahu Niniek L Karim dan Widyawati? Siapa yang tidak tahu mereka, mereka sangat bagus. Untuk masuk nominasi saja saya tidak ada persiapan sama sekali. Saya tahu masuk nominasi baru beberapa hari yang lalu," terangnya.

Henidar yang mendedikasikan piala itu kepada kedua orang tua, keluarga, dan seseorang yang sangat berarti baginya itu menuturkan juga jika dirinya akan beralih menjadi seorang sutradara. Dia pun berharap ajang FFI ini bisa berkembang menjadi lebih baik lagi dan bisa menilai film dari sisi lain.

"Dengan adanya festival film ini saya sangat berharap ini menjadi pusat semua perfilman dalam skala besar dan untuk berpadu menciptakan film yang baik bukan hanya untuk Indonesia saja tapi standar internasional. Target saya pribadi sutradara internasional dan ke depan saya hanya akan menerima tawaran main film yang berkerudung saja, Insya Allah," pungkasnya.
 
Bls: AwardNews: FFI 2009

titi_sjuman_0k.jpg


Piala Citra Bikin Titi Sjuman Susah Nafas

Kapanlagi.com - Titi Sjuman memang bukan orang lama di dunia perfilman. Film layar lebarnya baru satu yang diproduksi yakni MEREKA BILANG SAYA MONYET. Namun, melalui film tersebut ia sudah bisa meraih dua penghargaan di tahun ini. Yang pertama sebagai Pemeran Pembantu Terbaik di Indonesia Movie Award dan sekarang sebagai Pemeran Utama Wanita Terbaik dalam Festival Film Indonesia 2009.

"Ini kejutan buat saya dan rasanya saya susah bernafas. Melihat lawan yang berat, mereka luar biasa sekali," ujarnya usai menerima Piala Citra di perhelatan FFI 2009 yang digelar di Kemayoran, Jakarta, Rabu (16/12) malam.

[Info untuk Anda: "Semua berita KapanLagi.com bisa dibuka di ponsel. Pastikan layanan GPRS atau 3G Anda sudah aktif, lalu buka mobile internet browser Anda, masukkan alamat: m.kapanlagi.com"]

Disinggung mengenai Masyarakat Film Indonesia yang melakukan pemboikotan tidak menyertakan film mereka di ajang ini, Titi enggan berkomentar. Menurutnya, banyak juga yang menyukai acara ini dan semoga di tahun depan FFI akan jadi lebih baik lagi.

"Saya pengen FFI menjadi kebanggaan masyarakat Indonesia. Film dan musik menjadi hal yang penting bagi saya. Sebelumnya saya tidak menyangka bisa menang di sini. Ini bukan beban, nanti susah jalan ke depannya," terang dosen Institut Musik Daya Kemang ini.

Titi mengakui, kemenangannya juga atas dukungan penuh sang suami, Wong Aksan. Ia selalu diberi kepercayaan sampai 100%. Dan pastinya, Aksan sendiri merasa sangat bangga dengan prestasi yang diraih Titi.

"Dari latihan-latihan saya tahu prosesnya untuk membawakan peran dalam film MEREKA BILANG SAYA MONYET. Saya senang banget ini penghargaan untuk dia karena usahanya, saya bangga sebagai suami," kata Aksan.

Selain Pemeran Utama Wanita Terbaik, Titi juga menerima satu piala lagi untuk kategori Penata Musik Terbaik bersama suaminya berkat film KING.
 
Bls: AwardNews: FFI 2009

Wong Aksan - Titi Sjuman, Kolaborasi Raih Piala Citra

wong_aksan_titi_sjuman_0.jpg


Kapanlagi.com - Berkarya sebagai pasangan memang ada rasa yang istimewa. Seperti yang dirasakan pasangan selebriti Wong Aksan dan Titi Sjuman. Keduanya terpilih sebagai Penata Musik Terbaik versi FFI 2009 lewat karyanya di film KING. Menurut Aksan, ini merupakan penghargaan kedua bagi mereka setelah Festival Film Bandung. Ia mengaku sempat gemetaran dan tidak bisa ngomong.

"Dia baru tahu rasanya," ujar sang istri. "Saya kemarin santai, sekarang tidak bisa santai. Rasanya beda saja," sahut Aksan di FFI 2009, di Kemayoran, Jakarta, Rabu (16/12).

[Info untuk Anda: "Semua berita KapanLagi.com bisa dibuka di ponsel. Pastikan layanan GPRS atau 3G Anda sudah aktif, lalu buka mobile internet browser Anda, masukkan alamat: m.kapanlagi.com"]

Dikatakan Titi, kemenangan ini artinya ngomel-ngomelnya dia di studio dan disiplinnya dia itu bisa menghasilkan. Dan mudah-mudahan ke depan bisa terus membuat musik yang paling bagus untuk bisa diberikan kepada insan perfilman. Di antara mereka berdua, Aksan menunjuk Titi yang paling cerewet.

Namun, menurut Titi, mereka berdua sangat profesional dalam bekerja di bidang musik. Mereka dapat memilah antara urusan rumah tangga dengan pekerjaan. "Sejauh mungkin urusan rumah tangga jangan sampai masuk ke studio," katanya.

"Kita senang bagi-bagi tugas, sama sekali tidak masalah. Ya lumayan susah juga bekerja sama dengan istri, susahnya kita tidak selalu dalam kondisi kerja, di situ ada rumah tangga dan kerjaan, jadi komunikasinya beda. Untuk proses pekerjaan tema–tema untuk filmnya biasa dibuat oleh Titi, beberapa hal saya aransemen ulang. Jadi dia sumber ide dan saya semacam orang teknisnya walau tidak selalu begitu," kata Aksan.

Untuk menjaga keharmonisan rumah tangga, lanjut penabuh drum senior ini mereka berdua saling mengisi dalam segala macam hal, dan Aksan merasa beruntung karena Titi bisa menutupi kelemahannya. "Kerja sama yang mendapatkan penghargaan pertama kali adalah film LASKAR PELANGI di Festival Film Bandung," tutur Aksan sambil menambahkan bahwa setelah ini mereka akan mengerjakan musik untuk film MINGGU PAGI DI VICTORIA PARK dan TANAH AIR BETA.

Dalam membuat musik Aksan tidak selalu bersama Titi. Dia juga punya tim sendiri. "Awal kerja sama bareng, saya buat sendiri dan dia banyak bantuin saya. Sejak itu saya berpikir kenapa tidak bekerja sama saja secara langsung. Sebenarnya sejak film kedua saya DUNIA MEREKA dia sudah bantuin, sudah ngambil ide-idenya dari dia," ujar Aksan.
 
Bls: AwardNews: FFI 2009

widyawati_0k.jpg


Widyawati: 'Lifetime Achievement' Sophan Sophiaan Bikin Sedih

Kapanlagi.com - Tak pernah disangka Widyawati sebelumnya, ia akan maju untuk menerima penghargaan untuk mendiang suaminya, Sophan Sophiaan, yang berhasil membawa pulang Piala Citra untuk kategori Lifetime Achievement di Festival Film Indonesia tahun ini. Tentu saja, rasa haru langsung menyelimuti suasana ajang perfilman yang dihelat di Kemayoran, Jakarta, Rabu (16/12) malam.

"Penghargaan Lifetime Achievement yang diraih Sophan Sophiaan membuat saya semakin rindu. Pasti saya bangga atas penghargaan yang diberikan dan semakin membuat saya semakin merasa kehilangan. Sudah banyak sekali yang dia lakukan di dunia perfilman Indonesia agar film nasional berhasil. Justru semakin banyak penghargaan yang diberikan justru semakin berat buat saya," kata Widyawati usai meraih penghargaan untuk suaminya.

[Info untuk Anda: "Semua berita KapanLagi.com bisa dibuka di ponsel. Pastikan layanan GPRS atau 3G Anda sudah aktif, lalu buka mobile internet browser Anda, masukkan alamat: m.kapanlagi.com"]

Diakui aktris era 1970-an ini, ia sempat kaget saat nama Sophan disebut. Apalagi setelah itu ditampilkan slide foto-foto kemesraannya bersama almarhum semasa hidup. "Bagi saya tidak ada kata meninggal buat dia. Terima kasih atas penghargaan yang diberikan. Penghargaan ini sangat mengejutkan saya karena saya tidak tahu. Mereka (panitia) sempat minta foto-foto tapi saya tidak tahu untuk ini," ujarnya.

Tampil elegan pada malam itu, Widyawati juga menuturkan bahwa walaupun ia pulang dengan tangan kosong atau tanpa piala, ia tetap merasa Sophan berada di sisinya. Ia pun mempersembahkan penghargaan tersebut kepada semua insan film nasional. Ia berharap kejayaan FFI bisa kembali seperti semula.

"Tidak hanya satu stasiun TV yang mengadakan siaran, kalau bisa nanti bergiliran. Dan saya juga tidak tahu dengan sikap sineas muda yang tergabung dalam Masyarakat Film Indonesia yang tidak mau menghargai FFI, entah alasan apa. Kami semua berharap festival ini sebagai barometer, jadi harus kita hargai. Untuk apa kita permasalahkan?" tanyanya.

"Ya, penyelenggaraan cukup baik, walau dengan berbagai kemajuan yang ada. Festival ini kurang menjadi sorotan media. Saya berharap bisa kembali seperti dulu lagi. Dan saya masih main film sampai sekarang ini karena saya mencintai film. Saya bertemu dengan Om karena di film, dan saya bisa berada di sini juga karena film. Tadinya saya sama sekali tidak tahu adanya Lifetime Achievement, saya baru tahu ketika disebut tentang kejujuran, saya tahu ini buat Om, saya bangga sekaligus sedih," sambungnya diiringi senyuman ramah khasnya.
 
Back
Top