Kalina
Moderator
Hari itu pukul delapan pagi. Karina baru selesai dari kamar mandi, hendak kembali ke kelasnya, yang terletak dekat dengan ruang UKS yang selalu terlihat sepi. Karina berjalan melewati ruangan itu. Di sebelah ruang uks adalah gudang, tempat menyimpan barang-barang sekolah seperti kursi rusak, meja rusak, dan lainnya. Kemudian..
"Eh, elo, Zam.. mo ke kamar mandi juga?" Karina menyapa Azam.
Azam hanya tersenyum. Wajahnya terlihat pucat. Azam adalah salah satu siswa senior kelas 3 sahabat dekat Karina.
"Zam, lo sakit, yah?" Karina mendekati Azam. Ia menyentuh lengan Azam. Terasa begitu dingin. "Duh, lo demam, nih.. Ke uks, yuk." Karina hendak menggandeng tangan Azam.
Namun, Azam menggelengkan kepala dan tersenyum.
"Ya udahlah. Kalo ga mau. Gue ke kelas dulu, yah. Waktunya Pak Johan, nih. Hehehe..!!" Karina pun meninggalkan Azam.
Di kelas..
Rani menghampiri Karina sambil menangis. "Rin.."
"Napa, lo?" tanya Karina heran. Ia tidak hanya heran pada Rani. Tapi pada Sofi dan Deni juga. Serta teman-teman sekelasnya. Dan Pak Johan, si guru killer yang selalu on time itu, tidak biasanya belum datang. Padahal, ini sudah jam delapan lebih. "Kalian tuh, kenapa, sih?"
Sofi mendekati Rani. "Duduk dulu, Rin.."
Deni menepuk bahu Karina. "Lo yang tabah, yah.."
"Aduh.. gue ga ngerti, deh.. Ada apaan, sih?" Karina makin tidak mengerti.
"Ada kabar ga enak. Lebih tepatnya.. berita duka.." Rani mulai mencoba menjelaskan. Suaranya yang serak, dibarengi dengan isak tangisnya, terdengar begitu pilu. "Azam.."
Karina tersenyum, dan bernafas lega. "Azam? Kirain ada apa.. barusan gue ketemu sama dia."
"Apa?" Deni terkejut mendengar ucapan Karina. "Azam udah meninggal, Rin.."
Karina terlonjak mendengar apa yang diucapkan Deni. "Lo.. ga lucu, ah! Barusan aja gue ketemu sama Azam di depan UKS. Gue ga mungkin salah lihat."
"Deni bener, Rin.. Azam kecelakaan tadi pagi, pas mau berangkat sekolah. Mobilnya nabrak truk tronton, yang supirnya mabuk. Meledak. Mayatnya hancur. Dah hampir ga dikenali. Tapi.. polisi memeriksa beberapa barang yang ga ikut terbakar. Dan dia nemuin nama lo dan nama sekolah ini. Dari situ.. polisi mengidentifikasi sampai ke sekolah ini. Dan.. dia memang Azam Maulana. Sahabat kita.."
Karina tak kuat menahan rasa sedihnya, sampai akhirnya ia pingsan dengan mata berurai air mata.
"Eh, elo, Zam.. mo ke kamar mandi juga?" Karina menyapa Azam.
Azam hanya tersenyum. Wajahnya terlihat pucat. Azam adalah salah satu siswa senior kelas 3 sahabat dekat Karina.
"Zam, lo sakit, yah?" Karina mendekati Azam. Ia menyentuh lengan Azam. Terasa begitu dingin. "Duh, lo demam, nih.. Ke uks, yuk." Karina hendak menggandeng tangan Azam.
Namun, Azam menggelengkan kepala dan tersenyum.
"Ya udahlah. Kalo ga mau. Gue ke kelas dulu, yah. Waktunya Pak Johan, nih. Hehehe..!!" Karina pun meninggalkan Azam.
Di kelas..
Rani menghampiri Karina sambil menangis. "Rin.."
"Napa, lo?" tanya Karina heran. Ia tidak hanya heran pada Rani. Tapi pada Sofi dan Deni juga. Serta teman-teman sekelasnya. Dan Pak Johan, si guru killer yang selalu on time itu, tidak biasanya belum datang. Padahal, ini sudah jam delapan lebih. "Kalian tuh, kenapa, sih?"
Sofi mendekati Rani. "Duduk dulu, Rin.."
Deni menepuk bahu Karina. "Lo yang tabah, yah.."
"Aduh.. gue ga ngerti, deh.. Ada apaan, sih?" Karina makin tidak mengerti.
"Ada kabar ga enak. Lebih tepatnya.. berita duka.." Rani mulai mencoba menjelaskan. Suaranya yang serak, dibarengi dengan isak tangisnya, terdengar begitu pilu. "Azam.."
Karina tersenyum, dan bernafas lega. "Azam? Kirain ada apa.. barusan gue ketemu sama dia."
"Apa?" Deni terkejut mendengar ucapan Karina. "Azam udah meninggal, Rin.."
Karina terlonjak mendengar apa yang diucapkan Deni. "Lo.. ga lucu, ah! Barusan aja gue ketemu sama Azam di depan UKS. Gue ga mungkin salah lihat."
"Deni bener, Rin.. Azam kecelakaan tadi pagi, pas mau berangkat sekolah. Mobilnya nabrak truk tronton, yang supirnya mabuk. Meledak. Mayatnya hancur. Dah hampir ga dikenali. Tapi.. polisi memeriksa beberapa barang yang ga ikut terbakar. Dan dia nemuin nama lo dan nama sekolah ini. Dari situ.. polisi mengidentifikasi sampai ke sekolah ini. Dan.. dia memang Azam Maulana. Sahabat kita.."
Karina tak kuat menahan rasa sedihnya, sampai akhirnya ia pingsan dengan mata berurai air mata.