Secara fiqih Islami, tidak ada perintah secara khusus dari Rasulullah SAW untuk melakukan perayaan penyambutan tahun baru secara ritual.
penetapan sistem kalender Islam baru saja dilakukan di masa khalifah Umar bin Al-Khattab r.a.(di masa rasullullah blum ada) .
Selain itu memang para ulama tidak mendapati nash yang sharih tentang ritual khusus penyambutan tahun baru,
apalagi dengan i’tikaf, shalat qiyamullail atau zikir-zikir tertentu
.
Kalau pun ada, hadits-haditsnya sangat lemah bahkan sampai kepada derajat maudhu’ dan mungkar hadits.
tapi bukan berarti kegiatan penyambutan tahun baru itu menjadi terlarang dilakukan. Sebab selama
tidak ada nash yang mengharamkan secara langsung dan kegiatan itu tidak terkait langsung dengan ibadah ritual yang diada-adakan, hukumnya hala-halal saja.
Terutama bila kegiatan itu memang punya manfaat besar baik secara dakwah Islam maupun syiarnya.
Yang penting jangan sampai menimbulkan salah interpretasi bahwa tiap malam satu Muharram disunnahkan qiyamullail atau beribadah ritual secara khusus di masjid. Sebab hal itu akan menimbulkan kerancuan dan
bid’ah tersendiri yang harus diantisipasi.
Dari sisi lain, biasanya, kaum muslimin saling memberikan ucapan selamat tahun baru hijriah kepada sesama mereka. Sebenarnya hal ini tidak sesuai dengan sunah Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam. Karena tidak ada contoh dari Nabi Shallallaahu Alaihi Wasallam maupun dari para sahabat. Hal ini tidak perlu dilakukan.
Sikap yang tepat adalah menyambut tahun baru Hijriah ini dengan meningkatkan ketaatan kepada Allah, mengintrospeksi diri, melakukan pembenahan dan pembaruan terhapap amal-amal perbuatan kita yang rusak, dan memperbaiki hubungan dengan sesama manusia; terutama keluarga, mulai istri, anak-anak, dan karib kerabat. Karena seseorang akan dimintai pertanggung jawaban nanti hari kiamat tentang mereka. Allah berfirman, “Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka.” (At-Tahrim: 6).
Pada hakekatnya, satu tahun berlalu, berarti satu tahun lebih dekat dengan kuburan. . .