Bagaimana Nasib Darsem???

Dipi76

New member
Nasib TKI
Kemlu Kawal Kasus Darsem hingga Tuntas
Penulis: Hindra Liu | Editor: Nasru Alam Aziz
Senin, 7 Maret 2011 | 19:44 WIB

2680014p.jpg


JAKARTA, KOMPAS.com — Kementerian Luar Negeri (Kemlu) berkomitmen mengawasi kasus Darsem binti Dawud Tawar, tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Subang, Jawa Barat, yang divonis hukuman mati di Arab Saudi. Menurut Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, saat ini pemerintah Indonesia terus mengupayakan banding dan di sisi lain mengumpulkan uang kompensasi.

Darsem terbukti bersalah membunuh majikannya, warga negara Yaman. Dalam persidangan, Darsem, melalui pengacaranya yang ditunjuk Kedutaan Besar RI di Arab Saudi, menyatakan pembunuhan terjadi karena membela diri dari upaya pemerkosaan oleh majikannya.

Pengadilan di Riyadh, Arab Saudi, menjatuhkan vonis mati bagi Darsem pada 6 Mei 2009. Namun, berkat bantuan pihak Lajnah Islah (Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf) Riyadh dan juga pejabat Gubernur Riyadh, Darsem mendapat pemaafan.

Ahli waris korban pada 7 Januari 2011 memberikan maaf kepada Darsem, tapi juga meminta uang kompensasi sebesar 2 juta riyal atau Rp 4,7 miliar.

Saat ini separuh dari uang diat telah terkumpul. Uang ini berasal dari para dermawan di Arab. Terkait kritikan bahwa pemerintah menerima bantuan asing terkait penyelesaian warganya, Menlu mengatakan hal tersebut tak mengambil alih peran Pemerintah Indonesia. ”Ini sama sekali tidak mengambil alih atau mengesampingkan upaya dari pemerintah,” kata Marty kepada wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (7/3/2011).

Marty mengatakan, ada dua kemungkinan (penyelesaian kasus Darsem), yakni proses banding yang terus bergulir serta proses pemaafan dari keluarga. ”Kami terus telusuri keduanya. Proses banding terus dilakukan, namun di lain pihak juga tentu menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan jika nantinya upaya hukum tidak berhasil,” tuturnya.

Marty tak menjelaskan secara gamblang soal sumber anggaran yang akan digunakan untuk membayar diat jika upaya hukum gagal. ”Tiap-tiap kementerian akan ada anggaran untuk perlindungan warga. Pemerintah Indonesia, Kementerian Luar Negeri, bertekad memikul apa yang menjadi kewajiiban kita bersama. Kami akan memastikan warga kita terbebas dari hukuman,” tuturnya.

============================

TENAGA KERJA
Menyelamatkan Darsem dari Hukuman Mati
Editor: Jimmy Hitipeuw
Senin, 7 Maret 2011 | 10:37 WIB

KOMPAS.com — Keberuntungan dan nasib baik boleh jadi belum sepenuhnya didapat Darsem binti Dawud Tawar. Pada Desember 2007, tenaga kerja Indonesia (TKI) asal Subang, Jawa Barat, itu dinyatakan terbukti bersalah membunuh majikannya, seorang warga negara Yaman.

Dalam persidangan, Darsem lewat pengacaranya, yang ditunjuk Kedutaan Besar RI di Arab Saudi, menyatakan pembunuhan itu terjadi karena dia membela diri. Sang majikan akan memerkosanya.

Sayang, pengadilan di Riyadh, Arab Saudi, tetap menjatuhinya vonis mati pada 6 Mei 2009. Namun, berkat bantuan pihak Lajnah Islah (Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf) Riyadh dan juga pejabat Gubernur Riyadh, Darsem mendapat pemaafan.

Ahli waris korban, Asim bin Sali Assegaf, pada 7 Januari 2011 memutuskan memberikan maaf kepada Darsem, tetapi juga meminta uang kompensasi diat sebesar dua juta riyal atau sekitar Rp 4,7 miliar. Dalam enam bulan ke depan, uang yang juga dikenal sebagai blood money itu harus dilunasi.

Untuk sementara waktu, Darsem lolos dari jerat vonis mati. Apalagi sejumlah dermawan di negeri itu pun tergerak membantu menalangi separuh kewajiban diat Darsem. Sayang, hal itu tidak lantas menjadikan segala sesuatunya semakin mudah buat Darsem, terutama karena tidak jelas benar siapa yang akan membayari separuh sisa kewajiban diatnya.

Bahkan, pemerintah pun tidak secara gamblang menyebut akan membayari, baik secara penuh maupun separuh. Kalaupun terlontar sejumlah pernyataan, isinya tak lebih dari sekadar janji dan kalimat normatif dari ”mulut” sejumlah kementerian terkait.

Sebut saja Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono dan Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar. Secara normatif, keduanya menyebut perlindungan TKI adalah tugas dan kewajiban pemerintah.

Untuk itu, pemerintah akan menanggung sebagian uang diat itu, tetapi tanpa merinci pos anggaran kementerian mana yang akan dipakai. Tidak jelas juga apakah hal itu berarti pemerintah akan menerima begitu saja sumbangan dari dermawan asing dalam kasus yang seharusnya menjadi tanggung jawab penuh pemerintah.

Pernyataan tak kalah membingungkan juga dilontarkan Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Moh Jumhur Hidayat, Kamis lalu. Dia mengajak para tokoh agama Tanah Air ikut melobi Dewan Ulama Arab Saudi agar pemerintah di sana membebaskan Darsem dari semua hukuman dan kewajiban.

Dia bahkan juga melontarkan gagasan agar sejumlah pemangku kepentingan (stakeholder) untuk urusan TKI menggelar semacam acara amal bertajuk ”Malam Dana Darsem”.

Dalam jumpa pers pada hari yang sama, pernyataan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar juga tak kalah membingungkan. Muhaimin hanya menyebut akan memaksimalkan dan memanfaatkan sebaik-baiknya tenggat pelunasan uang diat tanpa, sekali lagi, secara rinci menyebut dari mana uang akan dianggarkan.

Sejak awal, ketidakjelasan penanganan kasus sudah tampak saat pemerintah tengah mengupayakan jalur hukum (banding). Belakangan muncul tawaran pemaafan dengan kewajiban membayar diat dari pihak keluarga korban, yang juga diterima perwakilan RI di sana. Hal itu dibenarkan Direktur Perlindungan WNI dan Bantuan Hukum Kementerian Luar Negeri Tatang Budie Utama Razak.

”Waktu itu, ya, kami sanggupi saja dulu (menerima tawaran pemaafan dengan kompensasi). Soal bagaimana membayarnya nanti, ya akan diupayakan (caranya). Saya yakin pada saatnya kalau pemerintah harus keluar uang, ya pasti akan mengeluarkan (uang). Selain itu, kami juga, kan, masih menempuh upaya banding. Kalau dimenangkan, Darsem dinyatakan tak bersalah, otomatis tidak perlu membayar uang diat lagi,” ujar Tatang.

Menanggapi itu semua, sejumlah kalangan mempertanyakan keseriusan pemerintah dalam mengurusi TKI. Selama ini pemerintah selalu terkesan kedodoran dan bertindak layaknya ”pemadam kebakaran”.

Untuk kasus Darsem, Direktur Migrant Care Anis Hidayah mendesak pemerintah lebih fokus ke jalur hukum, mengupayakan banding bagi Darsem. Apalagi diketahui pembunuhan terjadi karena membela diri. Menurut Anis, Darsem hanya korban dan sangat tidak pantas jika dia mengajukan pemaafan dan membayar diat.

Jika dilakukan, hal itu hanya akan melegitimasi Darsem sebagai seorang pembunuh. Anis khawatir hal seperti itu akan menjadi preseden buruk dan pemerintah akan kembali mengulangi cara penanganan macam itu dalam kasus lain pada masa mendatang.

Koordinator Penelitian Perlindungan Perempuan Pekerja Migran di Luar Negeri Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Jaleswari Pramowardhani mengingatkan, TKI sudah sepantasnya diperlakukan layaknya duta bangsa. Apalagi selama ini mereka mendatangkan devisa besar bagi negara.

Oleh karena itu, penanganan kasus atas TKI sudah sepantasnya dilakukan sebaik mungkin dan dengan cara yang paling bermartabat. Hal itu demi menjaga harga diri bangsa Indonesia di mata dunia. (DWA)

==========================

TKI Dihukum Pancung
Pemerintah Siap Menebus Darsem
Penulis: Hindra Liu | Editor: Tri Wahono
Kamis, 3 Maret 2011 | 17:28 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Gumelar mengatakan, pemerintah Indonesia siap menebus TKI Indonesia Darsem binti Daud, yang divonis hukuman pancung oleh pengadilan Arab Saudi atas tuduhan membunuh majikannya.

Pihak keluarga korban meminta pembayaran uang kompensasi atau diat sebesar dua juta real atau setara Rp 4,6 miliar. Saat ini ada beberapa dermawan di Arab Saudi yang telah menyumbang 1 juta real atau setara Rp 2,3 miliar.

"Kita akan lakukan pembayaran," kata Linda kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis (3/3/2011). Namun, Linda menegaskan, saat ini pemerintah Indonesia telah menunjuk seorang pengacara untuk mengajukan banding atas vonis yang dijatuhkan kepada TKI asal Subang, Jawa Barat tersebut.

Sebelumnya dilaporkan, pemerintah tengah berupaya mencari sumber dana untuk menutupi kekurangan pembayaran uang kompensasi Direktur Eksekutif Migrant Care Anis Hidayah mengkritik pemerintah, yang seharusnya bisa bertindak cepat mengatasi masalah, termasuk dengan langsung membayari uang diat itu. Apalagi, menurut Anis, pemerintah bukannya tidak punya uang mengingat dari setiap TKI yang akan diberangkatkan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengutip secara resmi uang sebesar 15 dollar AS untuk biaya perlindungan TKI. Kutipan itu kemudian menjadi pendapatan negara bukan pajak kementerian bersangkutan.

"Jadi, enggak ada itu pemerintah tidak punya uang. Enggak perlulah sampai menunggu disumbang dermawan negara lain. Begitu ada keputusan besaran uang diat yang diminta keluarga korban, pemerintah semestinya langsung umumkan akan membayari. Kalau uang segitu saja minta dibayari dermawan, mau jadi apa negara kita ini?" ujar Anis.

Anis juga mempertanyakan transparansi besaran dana dan pertanggungjawaban penggunaan uang kutipan biaya perlindungan TKI itu, yang selama ini dinilainya tidak jelas.


Sumber: Kompas
========================

Semoga Darsem bisa segera bebas....



-dipi-
 
Pemerintah kucluk. Bayar uang segitu aja kok pake lama segala.
Katanya pahlawan devisa, nah itu devisa yang dihasilkan oleh si Pahlawan pada kemana?? mosok bayar cuma 4 milyar aja kok pakai lama segala?
 
Pemerintah kucluk. Bayar uang segitu aja kok pake lama segala.
Katanya pahlawan devisa, nah itu devisa yang dihasilkan oleh si Pahlawan pada kemana?? mosok bayar cuma 4 milyar aja kok pakai lama segala?

setuju sama nona depe

apa susah nya pemerintah mengganti uang segitu

kalau masyarakat biasa mungkin berpikir 2 x untuk mengganti uang segitu banyaknya
 
Back
Top