Titik Temu Islam Dan Kristen
Dari berbagai ayat yang dikutip dan komentar-komentar yang dilakukan atas ayat-ayat tersebut, jelas bahwa bagi seorang modern persepsi Al-Qur'an terhadap Kristen itu secara serius kurang cukup kuat dan dalam beberapa hal malah boleh jadi salah atau keliru. Namun begitu, ada hal yang penting bahwa Kristen hari ini tidak perlu mengambil ini sebagai alasan untuk mengingkari bahwa Muhammad itu diberi petunjuk oleh Allah. Apa yang menjadi penting adalah pertimbangan ulang tentang hakekat kenabian. Hal ini penting terutama sekali bagi umat Islam, karena menurut pandangan Islam tradisional Al-Qur'an adalah benar-benar firman Allah dan sulit untuk melihat betapa kesalahan-kesalahan yang terjadi itu dapat dikembalikan kepada Allah. Solusi terbaik dengan adanya problem ini bagi umat Islam yang berfikir dengan gaya tradisional itu kemungkinan hendak mengatakan bahwa Allah berfirman dalam terma-terma yang dipercayai di Madinah.
Menurut para ahli teologi Kristen terkemuka dewasa ini, nabi/rasul adalah seorang yang membawa pesan-pesan risalah dari Tuhan kepada umat manusia pada ruang dan waktu dimana ia hidup. Sejauh tentang persoalan-persoalan manusia universal yang terlibat pada ruang dan waktu yang khusus ini, pesan-pesan tersebut akan relevan dengan sedemikian banyak lingkungan manusia yang lebih luas. Namun di tempat pertama nabi/rasul hidup ini, mereka adalah orang-orang yang sezaman langsung bagi tiap-tiap nabi. Isa sendiri berkata: "aku dikirim hanya untuk cara hidup yang sesaat dari Bani Israel" (Matius: 15: 24), akan tetapi setelah kebangkitannya kembali pengikut-pengikut Yesus itu segera dikatakan bahwa pesan-pesan Yesus ini adalah pekabaran yang baik bagi orang-orang yang bukan Yahudi (kafir), begitu pula merupakan pekabaran yang baik bagi orang-orang Yahudi. Meramalkan masa depan acapkali dipandang sebagai aspek ramalan, akan tetapi kebanyakan ramalan-ramalan kenabian itu terutama agaknya berada pada titik konsekuensi-konsekuensi sikap kekinian dengan jalan hukuman atau pahala. Masalah ini agaknya akan dibicarakan lebih lengkap lagi pada bab yang akan datang.
Agaknya Al Qur'an menyatakan relevansinya yang paling utama kepada bangsa Arab di masa Nabi Muhammad ketika menegaskan keberadaan Al Qur'an yang berbahasa Arab itu, dan bahwa nabi nabi/rasul rasul membawa wahyu dengan bahasa yang dimiliki bangsanya di mana nabi/rasul itu hidup. Bahasa suatu bangsa atau suatu kaum ini memasukkan keseluruhan cara berfikir (pandangan hidupnya) tentang dunia dan tentang makhluk yang bernama manusia itu. Jadi kata Arab -ijara dapat diterjemahkan dengan pengertian "pemberian perlindungan dengan baik hati", akan tetapi dalam frase bahasa Inggris sebenarnya tidak ada yang membawa kepada orang-orang yang tidak akrab dengan pandangan pandangan dan kebiasaan-kebiasaan bangsa Arab. Ayat "Allah melindungi (yujiru)", namun tidak ada yang dapat dilindungi dari azabNya la-yujaru 'alayh (23: 88), agaknya tidak dapat dipahami oleh orang barat tanpa keterangan lebih lanjut. Maksudnya, wahyu Allah kepada seorang nabi/rasul itu biasanya dikondisi oleh bahasa dan cara berfikir nabi/rasul dan bangsanya kepada siapa wahyu itu ditujukan di tempat yang pertama.
Pada keterangan tentang wahyu itu, masalah ketidak sahihan persepsi Al-Qur'an terhadap Kristen harus dilihat secara lebih teliti. Kekurangan ini secara pasti sebagai persepsi umat Islam terhadap Kristen yang sampai ke barat dalam kontaknya dewasa ini. Kekurangan ini juga terjadi pada persepsi terhadap kekristenan Kaisar Byzantine dan negeri-negeri lain yang mengelilingi Arabia di masa hayat Nabi Muhammad SAW. Tetapi apakah ada persepsi-persepsi yang sahih terhadap kekristenan dari orang Kristen dalam kaitannya dengan Nabi Muhammad SAW sendiri? Ternyata untuk menjawab pertanyaan ini, juga tidak mudah. Tentu saja pertanyaan ini mengandung dua aspek: kebenaran faktual dan memadai sebagai suatu petunjuk terhadap tindakan. Karena kita tahu bahwa sesungguhnya tidak ada pandangan yang tepat dari umat Kristen yang hidup menetap atau yang berkunjung ke Mekah. Kita hendaknya menghargai bahwa persepsi Al-Qur'an terhadap kepercayaan mereka kemungkinan secara luas memang benar. Juga boleh dikatakan bahwa persepsi tersebut cukup benar menjadi petunjuk yang sahih bagi Nabi Muhammad SAW dalam menghadapi umat Kristen Mekah dengan kelompok-kelompok Kristen yang lain yang ada di Arabia yang ditemui pada dua tahun terakhir di masa hayat Nabi Muhammad SAW.
Ini bukan tempat untuk menguraikan secara terinci perlakuan Nabi Muhammad SAW terhadap orang-orang Yahudi Madinah dan tempat-tempat lain di Arabia. Masalah lain yang timbul dari sini adalah karena Muhammad menyandarkan pernyataan kenabian beliau berdasarkan atas kesamaan pengalaman kenabian beliau dengan pengalaman Musa dan Isa (Yesus). Maka beliau tidak dapat mengingkari kalau orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen itu adalah ahli kitab, walaupun mereka nyaris hampir menyimpang dari keaslian wahyu yang diberikan kepada Isa dan Musa, sebagaimana yang diduga. Al-Qur'an memberikan argumen-argumen yang menyerang orang-orang Nasrani (Kristen). Sebagian terbesar umat mengatakan bahwa perubahan serta ketidak murnian kitab suci Kristen dan Yahudi itu, secara eksplisit disebutkan di dalam Al-Qur'an. Padahal dalam bab ini akan dibicarakan kebenaran pernyataan tersebut, malahan ajaran tersebut merupakan penafsiran yang meragukan terhadap beberapa surat (dan ayat Al-Qur'an) dan hanya dikeluarkan oleh ulama-ulama Islam setelah nabi Muhammad SAW wafat. Persepsi pokok Al-Qur'an terhadap Yahudi dan Kristen dapat dikatakan kalau mereka adalah ahli kiab, yang menerima kitab suci, pada hakekatnya mengajarkan ajaran-ajaran yang sama seperti yang ada pada Al-Qur'an. Sekalipun demikian, orang Yahudi dan Kristen (ahli kitab) ini nyaris hampir menyimpang dari kebenaran kitab suci yang asli, sekurang-kurangnya, mereka makin memperluas ketidak mengertian dan ketidak menerimaannya kepada Nabi Muhammad SAW.
Berdasarkan landasan persepsi nabi Muhammad SAW pada tahun-tahun pengasingan, beliau berinisiasi tentang apa yang dikembangkan ke dalam sistem "minoritas yang terlindungi" (dzimmi, ahl al-dzimmah) di dalam negeri Islam. Kelompok-kelompok Yahudi dan Kristen diberi kadar otonomi internal di bawah pemimpin-pemimpin agama mereka masing-masing, menawarkan kepada mereka agar membayar pajak perlindungan (jizyah) yang tidak memberatkan. Kebijakan perlindungan kepada golongan minoritas ini sesuai dengan ide-ide tradisional Arab untuk "melindungi" suku-suku yang lemah oleh suku-suku yang kuat. Hal ini juga mendorong umat Islam untuk menghindarkan hampir semua tanggung jawab yang tidak mungkin dapat dipikul untuk mengubah orang-orang Yahudi dan Kristen atau mengusir mereka dari wilayah-wilayah yang berada di bawah kekuasaan Islam. Di mana para penyembah berhala dan orang-orang kafir itu memilih Islam atau memilih pedang, maka orang-orang Kristen dan Yahudi dapat menjadi bangsa minoritas yang dilindungi. Maka dengan cara inilah persepsi Al-Qur'an terhadap Kristen, walaupun hanya sebagian kecil saja yang benar dari umat Kristen di masa nabi Muhammad SAW, memberikan landasan-landasan bagi solusi pragmatis problema umat Kristen ke dalam negara Islam. Dalam hal ini, Al-Qur'an menambahkan sesuatu yang berguna bagi persepsi Kristiani terdahulu di Mekah.
Setelah mengamati bagaimana persepsi Al-Qur'an terhadap Kristen, sungguhpun dalam berbagai cara yang tidak memadai, namun nabi Muhammad SAW dan kaum muslimin awal mampu membuat kerangka kebijakan yang memuaskan terhadap umat Kristen, maka masalah kenabian Muhammad kembali dapat diperhatikan lagi. Ini adalah penting karena umat Kristen dewasa ini seharusnya mempunyai pandangan positif yang jelas. Sekalipun demikian, agaknya tidak mudah untuk menyusun rumusan pandangan, sebab memang ada perbedaan antara konsepsi Islam tentang nabi dan konsepsi Kristen kontemporer tentang nabi. Sementara bagi kristen, nabi itu mempunyai pesan risalah dari Tuhan untuk tempat dan zaman di mana nabi itu hidup. Dalam pada itu, dalam tradisi Islam nabi menerima wahyu yang aktual tanpa adanya campur tangan manusia selain bahasa dan sebagian pesan-pesan yang diwahyukan itu mempunyai validitas yang universal. Maka tidak dapat dipertahankan kalau segala hal yang ada di dalam Al-Qur'an itu universal, karena meliputi penegasan tentang kebijakan-kebijakan kontemporer, misalnya, peristiwa-peristiwa yang terjadi pada Perang Badar dan Uhud. Di abad ke delapan, seorang golongan Nestorian yang bernama Catholicos Timothy menyatakan bahwa Muhammad masuk ke jalan seorang "nabi", walaupun kenyataannya beliau bukanlah seorang nabi, dan hal ini mungkin saja terjadi karena Timothy ini sadar akan konsepsi kenabian Islam. [17]
Umat Kristen mulai mempertimbangkan masalah ini dengan menengok latar belakang historis karir Muhammad dan akibat historisnya. Sebagaimana yang nampak pada bab terdahulu, Kristen di masa itu mempunyai sejumlah kelemahan. Bangsa Arab Mekah yang tiba-tiba mempunyai kemakmuran ekonomi, menemukan jalan hidup tua mereka terdahulu yang sudah hilang, hingga mereka mengejar sesuatu misalnya suatu agama baru. Akan tetapi tidak satu pun bentuk yang ada di dalam Kristen yang mampu menemukan kebutuhan-kebutuhan mereka itu. Dengan kata lain, ada kevakuman agama di Mekah pada saat itu, yang pada saat yang sama umat Kristen tidak dapat memenuhinya. Pengakuan berikutnya oleh sebagian yang hidup di Afrika Utara, tanah Bulan Sabit yang subur makmur dan Iran, menunjukkan bahwa ada pula kevakuman religius di wilayah-wilayah yang disebutkan itu. Ada landasan-landasan untuk berpegang kepada pendapat bahwa Allah di samping menunjukkan Islam untuk memberi petunjuk yang lebih baik kepada umat manusia yang sedang dirundung keruwetan. Dengan kata lain, Islam hadir di muka bumi ini bukan disebabkan oleh usaha dan rencana manusia melainkan oleh karena inisiatif ilahiah.
Apabila inisiatif ilahiah ini diakui, maka dipertanyakan bagaimana Tuhan telah bertitah melalui Muhammad. Dalam semua tulisan saya tentang Muhammad yang dimulai hampir selama empat puluh tahun yang lalu, saya senantiasa berpendapat bahwa Muhammad itu tulus murni dalam berfikir karena Al- Qur'an itu bukan ciptaannya sendiri, melainkan datang kepada beliau dari luar dirinya. Oleh karena itu saya tidak pernah menggunakan kata "Muhammad berkata" tentang pernyataan-pernyataan Al-Qur'an sungguhpun saya sendiri menyalahkan ini, namun saya selalu menggunakan frase yang netral "Al-Qur'an berkata" atau "Al-Qur'an mengatakan." Pada tahun 1953 yang lalu saya pernah berpandangan bahwa Al-Qur'an adalah ciptaan Ilahi, namun diciptakan lewat kepribadian Muhammad SAW, maka dalam cara yang sama bahwa gambaran-gambaran tertentu Al-Qur'an terutama dianggap berasal dari kemanusiaan Muhammad." [18] Namun belakangan ini saya menyatakan bahwa pesan-pesan risalah yang diwahyukan dapat dianggap sebagai diperantarai oleh ketidaksadaran Nabi SAW, sekalipun langsung berasal dari Tuhan. [19] Pandangan tersebut akan mampu menjelaskan gambaran persepsi-persepsi Al-Qur'an tentang Kristen, namun saya tidak akan mempertahankan pandangan tersebut. Berdasarkan pandangan Islam yang baku bahwa Al-Qur'an itu seluruhnya berasal dari Allah dan bahwa kepribadian Muhammad SAW itu sama sekali tidak memberi kontribusi terhadap Al-Qur'an. Barangkali sulit untuk menjelaskan kekurangan dan kekeliruan pernyataan-pernyataan tentang masalah-masalah yang dikandung oleh Bibel. Walaupun demikian, apa yang penting di sini bukannya memberikan penjelasan yang tepat tentang "cara" wahyu turun dalam terma-terma modern, baik pemyataan ketidaksadaran maupun yang lain. Sebaliknya, yang penting di sini adalah untuk menegaskan tentang bagaimana kepribadian atau bagaimana kepribadian yang lain dan pandangan dunia Muhammad masuk ke dalam pesan-pesan wahyu yang diturunkan oleh Tuhan. Petunjuk yang dapat dilacak berkenaan dengan kasus Hosea di dalam Perjanjian Lama, karena Tuhan memperlihatkan kepada Hosea dengan pengalaman isterinya sendiri yang tidak beriman, maka ada suatu pengalaman yang paralel tentang pengalaman ketidak berimanan (kekufuran) bangsa Israel kepada Tuhan.
Yang terutama penting bagi umat Kristen dewasa ini adalah ketidak sempurnaan persepsi Al-Qur'an terhadap Kristen itu tidak perlu membatasi nilai-nilai positif kebesaran ajaran Al-Qur'an, yang menambahkan bukti kebenaran-kebenaran sentral tradisi agama Ibrahim. Tuhan adalah Sang Pencipta sekalian manusia, yang telah menciptakan dunia sebagai tempat yang sesuai bagi makna kehidupan manusia. Tuhan menghendaki seluruh umat manusia itu beriman kepadaNya. Tuhan menghendaki keseimbangan kualitas moral kehidupan manusia di Hari Kemudian. Tuhan memanggil kepada semua manusia yang beriman untuk hanya menyembah kepada satu-satunya Allah bukan menyembah kepada yang lain selain Allah; agar berterima kasih kepadaNya dan mengikuti jalan hidup yang lurus, terutama dengan bersedekah dan bermurah hati mendermakan rejeki yang diberikan kepada mereka. Al-Qur'an juga menghadirkan Muhammad sebagai pribadi yang dipilih oleh Allah untuk membawa pesan risalah kenabian kepada penduduk Mekah, kepada bangsa Arab dan bahkan kepada publik manusia yang lebih luas. Dalam cahaya nilai-nilai positif yang agung tentang ajaran Al-Qur'an dan kesuksesan-kesuksesan praktis yang dihasilkan dari kenabian ini, persepsi-persepsi yang tak memadai terhadap Yahudi dan Kristen tidak dapat dinilai menjadi kelemahan yang serius, misalnya, untuk meniadakan semua hal yang disuarakan dan benar. Ada prinsip Kristiani yakni, "dari buah-buah mereka yang hendaknya engkau ketahui" [58], dan secara pasti Islam membawa berjuta-juta kehidupan yang lebih baik ketimbang sisi lain yang sudah mereka miliki. Bahkan harus dikatakan agar dapat menolong menjadikan sebagian orang suci Kristen. [29]
Massignon dan Foucauld masuk Kristen dengan menyaksikan Islam kepada kebenaran hidup Tuhan. Seseorang menulis tentang Foucauld dan ketaatannya kepada kematian dalam Islam. Bagi seorang mistik, jiwa-jiwa yang mati itu dinilai sebanyak jiwa-jiwa yang hidup dan pekerjaan pokoknya yang khusus adalah untuk mensucikan keabadian Islam -- yang telah dan akan menjadi atas nama keabadian -- dalam menolong untuk memberikan seorang suci kepada Kristen.
Lebih dari itu, ada banyak contoh dalam Bibel dan sejarah Kristiani, bagaimana Tuhan dapat mencapai tujuan-Nya lewat alat-alat apapun yang ada di tangan (kekuasaan)-Nya, bahkan ketika mereka memiliki kelemahan.
Jadi umat Kristen harus mengikuti kebenaran mendalam pada pernyataan Al-Qur'an agar mengakui agama Ibrahim. Umat Yahudi, umat Kristen dan umat Islam, semua mempunyai keimanan yang kembali kepada Ibrahim, sungguhpun dengan nama apa saja keimanan itu diberi nama. Sementara, sebagian umat Islam agaknya berfikir bahwa suatu agama itu wajib tetap asli-murni tidak berubah-ubah. Dalam pada itu, sebagian umat Kristen melihat agama sebagai suatu hal yang hidup yang tumbuh dan berkembang sampai-sampai menemukan kebutuhan-kebutuhan masyarakat manusia yang senantiasa menjadi dan berubah tak kenal usai, dan hanya di pusatnyalah yang tetap dan yang tidak berubah untuk selama-lamanya.