Belajar Bersama Rakyat Banyak Dalam Membantu

nurcahyo

New member
Sajogyo dan Budi Baik Siregar
BELAJAR BERSAMA RAKYAT BANYAK DALAM MEMBANTU
MENATA KEMBALI RUMAH BETANG DI KALIMANTAN TENGAH



I.

Di dalam kritik-diri yang membawa ke Tekad Damai Anak Bangsa di Bumi Kalimantan, 2001 telah ditemukan sejumlah 7 akar masalah yang diakui memerlukan penyelesaian secara konseptual dan menyeluruh.

Kebijakan pemerintah yang kurang tepat di masa lalu (akar ke-1) dan akan dikoreksi oleh peluang Otonomi Daerah, berupa reformasi politik pemerintahan daerah serta sosial-budaya kepemimpinan daerah.

Pembinaan dan pengembangan sumberdaya manusia yang kurang berhasil di masa lalu (akar ke-2) menuntut perbaikan dalam pola pendidikan sesuai tuntutan zaman.

Benturan budaya (akar ke-3).

Ketidakadilan (akar ke-4) menuntut tindakan penegakan hukum.

Kemiskinan (akar ke-5) merujuk ke upaya pemberdayaan masyarakat, dalam penanggulangan kemiskinan, keterbelakangan ekonomi dan mengatasi ekses perusakan sumberdaya alam.

Keamanan yang tidak mendukung pembangunan (akar ke-6) menuntut penyelesaian investigasi status hukum konflik kamtibmas, hankam dan menjaga citra aparatur.

Ketidakpastian dalam penegakan hukum (akar ke-7), yang erat terkait akar ke-4 (ketidakadilan) menuntut pelaksanaan supremasi hukum dan peluang menerapkan hukum adat.

Sampai mana hasil-hasil rumusan bidang sosial-politik dan pemerintahan, bidang sosial-ekonomi, bidang sosial-budaya dan pendidikan, bidang hukum dan HAM serta bidang kamtibmas/Hankam yang merupakan Keputusan Kongres Rakyat Kalimantan Tengah (17 Juni 2001) sudah menjadi rujukan dalam kehidupan nyata masyarakat Kalimantan Tengah yang bergerak dalam menentukan nasib yang lebih baik?

Dapat dicatat bahwa pokok-pokok yang menjadi perhatian KRKT, Juni 2001 itu juga mendasari konsep Pembangunan Daerah dan terdapat dalam naskah Propeda (2001-2005) Pemerintah Propinsi Kalimantan Tengah. Di situ ada lima ?prioritas? yang dapat diringkas dalam tiga pasal, yaitu:

a) Pembangunan ekonomi berdasar potensi perekonomian rakyat.

b) Peningkatan kapasitas daerah dan keberdayaan rakyatnya di dalam sistem politik berdasar demokrasi, supremasi hukum dan ketentuan Otonomi Daerah menurut undang-undang, tahun 1999, dilaksanakan mulai 2001.

c) Mencapai tingkat kesejahteraan sosial (kesehatan dan pendidikan khususnya) sesuai tuntutan masyarakat yang menjunjung tinggi kehidupan keagamaan dan ketahanan kebudayaan local.



II.

Baru-baru ini ada suatu pemaparan penting dari Menteri Dalam Negeri pada suatu Rapat Koordinasi Pembangunan Nasional di Jakarta (29 Oktober 2001) mengenai ?kebijakan nasional percepatan pelaksanaan Otonomi Daerah Tahun 2002?.

Dari 9 butir uraian, disini dikutip:

a) Butir 4: upaya peningkatan kapasitas daerah dalam segala aspek (yaitu) aspek kelembagaan, personil, keuangan dan partisipasi masyarakat,

b) Butir 5: Otonomi daerah dilaksanakan dalam derap kerja terkoordinasi (vertikal/horisontal) dan diupayakan dengan partisipasi penuh dari masyarakat melalui kegiatan LSM dan elemen masyarakat lainnya,

c) Butir 8: Otonomi Daerah dilaksanakan dengan mendorong pengembangan jaringan kerja (networking) dan optimalisasi dukungan kerja sama tehnik luar negeri secara sistematis dan terencana

Di dalam uraian itu dirujuk suatu Program Prioritas yang terdiri dari program utama peningkatan kapasitas daerah dan masyarakat serta program-program pendukung pelaksanaannya.

Program-program itu meliputi 7 pasal, diantaranya

a) Peningkatan Kapasitas Daerah dan partisipasi masyarakat, yang beberapa kali merujuk istilah ?di lapangan? dan ?aplikasi lapangan?. Hal itu menunjukkan betapa pentingnya proses Otonomi Daerah itu agar dapat terlaksana sampai di tingkat Desa dan Kelurahan dan melibatkan masyarakat: perorangan (laki-laki dan perempuan) keluarga, kelompok kecil dan komunitas kecil sampai komunitas lebih besar yaitu antar-Desa, antar-Kecamatan.

b) Ada satu pasal yang menyebut fungsi ?penelitian dan pengembangan dalam mengikuti perkembangan aplikasi lapangan. Hal ini dapat diartikan penting kita ketahui apa yang terjadi dalam masyarakat: siapa-siapa yang tergerak, bergerak, dan apa hasilnya dimana terlibat sejumlah pelaku berkepentingan: ada aparat PemDa, pengusaha dan masyarakat umum yang tergabung maupun tak-berorganisasi.

c) Ada satu pasal lagi yang menyoroti ?kegiatan LSM dan masyarakat umum dalam aktualisasi demokrasi?



III.

Apa itu (proses) partisipasi? Ada 4 cara atau jalur:

a) Membagi informasi satu arah, tertuju pada ?umum?, misalnya penyebaran lewat media massa, poster, pembagian dokumen lewat PemDa, dsb.

b) Konsultasi: pertukaran informasi dua arah yang melibatkan masyarakat: kunjungan ke desa/rumah dan tanya-jawab, pertemuan khusus dengan peserta-peserta yang diundang, pengumpulan pendapat dan pengetahuan dengan metode Belajar Bersama, Bertindak Setara,

c) Kerjasama: membuat keputusan bersama, di dalam perencanaan, dan lokakarya; menentukan prioritas, peranan/posisi dalam kelompok kerja dimana pelaku berkepentingan (stakeholders) terwakili, kerjasama yang melibatkan pemakai jasa-jasa, pembagian tanggung-jawab dalam pelaksanaan, pertemuan untuk mengatasi konflik dan mencari persetujuan, agar menjadikan orang punya rasa-memiliki,

d) Pemberdayaan, ini jalur paling mendasar: pelimpahan tanggung-jawab dalam hal pengambilan keputusan dan pemanfaatan sumberdaya pada semua pihak berkepentingan.



IV.

Apa yang dimaksud dengan ?pendekatan partisipasi (kemitraan)..??

a) Ada yang mengaitkan (pendekatan peranserta) lewat jalur (struktur) politik dan kepemerintahan: lewat lembaga-lembaga perwakilan dengan maksud meningkatkan tingkat tanggung-gugat, keterbukaan dan efisiensi struktur kepemerintahan

b) Adakah peluang untuk mengembangkan beragam jalur partisipasi bagi masyarakat, termasuk mereka yang (sampai kini) belum terwakili? (golongan terpinggirkan, wanita yang tak bersuara di kumpulan yang terbuka, dsb). Sampai mana lebih ?inklusif? (terbuka)? Sampai mana berdaya berkelanjutan yaitu membuka peluang mencapai kemajuan yang berlanjut? Maklum: proses partisipasi itu suatu proses berulang-ulang, ada umpan-balik, perencanaan (ulang) dan pelaksanaan tahap lanjutan. Dan ada penilaiannya, dimana kita memakai sejumlah indikator dalam rangka berupaya mencapai sasaran-sasaran tertentu. Proses ini dapat digambarkan sebagai suatu alur (siklus) berputar. Proses partisipasi itu punya orientasi ?apa hasilnya??, punya sasaran-sasaran: Hasil akhirnya adalah pemberdayaan diri, masing-masing (misal: perorangan) maupun pemberdayaan bersama (keluarga, kelompok keluarga, ikatan lebih luas)

Masalah: bagaimana kita melembagakan proses partisipasi yang beragam itu?



V.

Marilah kita lebih jauh menyoroti Bagan I di muka, khususnya Kolom Kanan (proses-proses kepemerintahan). Apa saja Program Peningkatan kapasitas PemDa yang tercakup dalam kebijakan percepatan pelaksanaan ?Otonomi Daerah? (pemaparan MenDaGri baru-baru ini)? Ternyata dibedakan antara peningkatan ?kapasitas aparatur? PemDa dan peningkatan ?kapasitas kelembagaan? PemDa.

a) Program Peningkatan Kapasitas Aparatur Pemerintah Daerah: Untuk meningkatkan kompetensi, profesionalisme dan kemampuan manajemen aparat pemerintah daerah sesuai dengan kebutuhan guna mendukung penyelenggaraan pemerintah, pengelolaan pembangunan dan fasilitasi pemberdayaan masyarakat di Daerah

b) Program Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Pemerintahan Daerah antara lain agar terbangun hubungan kerja antar lembaga di lingkungan PemDa baik lembaga eksekutif maupun legislatif dan hubungan kerja lembaga pemerintah dengan lembaga masyarakat. ?..diirinci atas 7 butir kegiatan antara lain butir (6) pengembangan dukungan sistem informasi untuk penyelenggaraan PemDa yang dimulai dengan rintisan-rintisan.

Kami nilai sifat ?hubungan kerja lembaga PemDa dengan lembaga Pemerintah Desa? belum terungkap di sini, pada hal di UU Otonomi Daerah No:22, tahun 1999 ada dua pasal (99 dan 100) mengenai hal itu, yaitu dalam hal terjadi suatu perbantuan program dari PemDa kepada Desa, disertai syarat-syaratnya.

Kutipan dari UU Otonomi Daerah (No 22, 1999)

Bagian Kedua : Pemerintah Desa

?Pasal 99

Kewenangan Desa mencakup :

a) kewenangan yang sudah ada berdasar hak asal-usul desa.

b) kewenangan yang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan oleh Daerah dan Pemerintah.

c) Tugas perbantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten.

Pasal 100

Tugas perbantuan dari Pemerintah, Pemerintah Propinsi dan/atau Pemerintah Kabupaten disertai dengan pembeayaan, sarana dan prasarana, serta sumberdaya.

Penjelasan Pasal 100

Pemerintah Desa berhak menolak pelaksanaan tugas perbantuan yang tidak disertai dengan pembeadaan, sarana dan prasarana serta sumberdaya manusia.



VI.

Sampailah kini kita pada suatu ?kejutan? tapi membesarkan hati karena dalam program ?percepatan pelaksanaan Otonomi Daerah tahun 2002? ada sesuatu peluang dibuka bagi Program Peningkatan Peran Lembaga Non-Pemerintah untuk meningkatkan kemampuan dan keterlibatan lembaga-lembaga non-pemerintah (formal, informal) dalam proses pengambilan keputusan, perencanaan dan pelaksanaan serta pengawasan jalannya PemDa, pengelolaan pembangunan dan pemberdayaan masyarakat (agar) tercipta mekanisme pengawasan sosial secara demokratis.

Dalam hal ini ada 2 kegiatan pokok:

a) Pengembangan analisis kebijakan dalam kerjasama dengan perguruan tinggi dan lembaga lainnya,

b) Kerjasama dalam monitoring dan evaluasi penyelenggaraan Otonomi Daerah oleh masyarakat (independen)



VII.

Di Bagan 1 berikut (hal.5) digambarkan usulan Pola Proses Pendemokrasian di dalam Otonomi Daerah (Kabupaten/Kota) untuk diuji-coba bersama di Kalimantan Tengah, tahun 2002, walau baru terbatas di dua Kabupaten di desa dan Kota Palangka Raya, dalam keadaan dana terbatas.

Di kolom kiri, dicantumkan 4 jenis ?prakarsa?; yang ke-4 adalah prakarsa dalam ?sistem informasi?, menunjang ?Pemerintahan yang Baik? (dan ada dua istilah lain yang senada).

Di kolom ke-2 (dari kiri) dicantumkan daftar pelaku yang berperan di pihak PemDa, Penguasa/pebisnis, pihak LSM serta Lembaga Perguruan Tinggi (dan lembaga madani lain).

Menyusul dua kolom lain: di satu pihak mengungkap wacana ?menempatkan Otonomi Masyarakat Desa di dalam Otonomi Daerah (Kabupaten/Kota)? di satu pihak dan pilihan metode yang dipakai dalam proses partisipasi dan pemberdayaan yang ditempuh untuk mencapainya. Dalam hal ini peranan LSM dan Perguruan Tinggi akan sangat menentukan, dalam membangun ?sistem informasi? yang intinya berupa ajakan untuk setia pada azas ?Belajar Bersama dan Bertindak Setara? diantara mitra-mitra yang saling percaya dalam bekerjasama itu.

Akhirnya di Kolom paling kanan dicoba digambarkan beberapa (ada 4) indikator ?tanda-tanda awal? keberhasilan proses pendemokrasian di dalam Otonomi Daerah dua tahun (atau lebih dari sekarang)!



VIII.

Demi tercapainya ketersambungan proses dan hasil belajar bersama yang saling-memberdayakan diantara para pelaku dari antar-tingkat dan juga suatu ?konsolidasi sosial? yang paling praktis, metode Participatory Learning and Action (PLA) atau Kaji-Tindak Partisipatif (KTP) merupakan pilihan pendekatan yang teruji relevan. Tiga prinsip pokok yang mendasarinya adalah : (a) Partisipasi multi-pelaku (pemerintah, swasta, masyarakat sipil, termasuk LSM dan Kampus); (b) Belajar dari proses (learning by process), dan (c) Organisasi belajar (learning organization). Cara kerja metode ini mengacu kepada dua bagan berikut.

Bagan 3. berisi Daur Proses Kaji-Tindak Partisipatif yang dapat dibaca dengan dua perspektif. Secara vertical lembaga-lembaga pelaku terbagi ke dalam tiga bentuk/tingkat, yaitu propinsi, kabupaten/kota, dan desa (atau dengan nama lain). Oleh karena sifat-sifat otonomi dan kelembagaan masyarakat desa berbeda dengan propinsi dan kabupaten/kota, sesuai UU No 22/99, maka dibuat batasan baru, yakni masyarakat desa sebagai Orang Dalam (in-sider) dan lembaga-lembaga atas-desa sebagai Orang Luar (out-sider). Batasan ini sesungguhnya ingin menghindarkan praktek-praktek intervensi (peoyek, program) tanpa-batas (korporatisme) yang terbukti cenderung merusak tatanan masyarakat desa di masa lalu.

Di pihak lain, secara horizontal para pelaku dibagi berdasar fungsi/kompetensi masing-masing dimana pemerintah menjalankan fungsi-fungsi kepemerintahan (penyedia pelayanan dan penyelenggara program), LSM dengan fungsi pemerlancar, dan Kampus dengan fungsi-fungsi akademisnya.

Kerjasama para pelaku secara kelembagaan, baik vertikal maupun horizontal didasarkan pada ?kontrak sosial?.

Bermula dari ?kontrak sosial? yang akan dihasilkan dari lokakarya ini, maka KTP akan bergulir ke kabupaten/kota, termasuk kecamatan, dan desa. Di desa-desa ?contoh? dilaksanakan suatu proses belajar bersama masyarakat dalam jangka waktu tertentu, dimana hasil-hasilnya kemudian diangkat untuk didiskusikan mengikuti arus balik, ke kecamatan, kabupaten/kota, dan propinsi. Daur proses belajar dalam setiap siklus membuka peluang bagi para pelaku merefleksikan peran-perannya sampai mana relevan dengan tuntutan nyata demokratisasi dan otonomi daerah.

Bagan 4. secara lebih rinci memberikan batasan bagaimana Orang Luar berinteraksi dengan masyarakat desa sebagai Orang Dalam. Jika intervensi diletakkan dalam sebuah ?gelanggang? maka Kaji-Tindak Partisipatif akan membagi gelanggang tersebut ke dalam tiga panggung, yaitu panggung organisasi pelaksana intervensi (sebagai Orang Luar), panggung gerakan masyarakat (desa) dan panggung interaksional. Panggung yang disebut terakhir merupakan tempat dimana sejumlah program dikembangkan bersama antara lembaga pelaksana dan masyarakat desa, berdasar pada kontrak sosial.



Prof. Dr. Sajogyo, Direktur Eksekutif Pusat Pengkajian dan Pengembangan Perekonomian Rakyat Yayasan Agro Ekonomika (Pusat P3R-YAE, Bogor/Palangkaraya).

Budi Baik Siregar, Pegiat di Pusat P3R-YAE, Bogor
 
Back
Top