JAKARTA--MIOL: Tersangka 17 kasus kekerasan di Poso, M Basri, 31, mengaku menjual tanah untuk membeli senjata api jenis Uzi yang dipakai membuat berbagai kejahatan di wilayah itu.
"Saya beli Uzi Rp12 juta. Uangnya dari hasil menjual tanah," kata Basri di gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat.
Basri menyampaikan hal itu didampingi salah satu tersangka kerusuhan lain, Tugiran dan Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Bachrul Alam.
Namun, Basri tidak menyebutkan kapan dan darimana dia membeli senjata api.
Ia mengaku bahwa setelah membelinya, senjata itu disimpan Icang dan Mahmud. Icang telah tewas tertembak polisi sedangkan Mahmud adalah guru mengaji Basri yang kini belum tertangkap.
Soal jumlah senjata dan bom yang dimiliki para tersangka kerusuhan Poso, Basri mengaku hanya mengetahui soal senjata dan tidak soal bom.
"Bom saya tidak tahu. Saya tahu ada M16 sebanyak empat, SKS ada dua, Carraben dua dan MK3 ada dua," katanya.
Ditanya soal bunker (ruang bawah tanah) yang berada di Tanah Runtuh, Basri mengaku tidak tahu kendati ia pernah mendengarnya.
Basri mengatakan, sebelum tertangkap polisi dua pekan lalu, ia memang pernah berniat akan menyerahkan diri terutama setelah dinasehati oleh H Adnan Arsal (tokoh Muslim Poso).
Namun usai bertemu dengan H Adnan, ia ditemui oleh guru agamanya yang menyatakan bahwa haram menyerahkan diri kepada musuh-musuh Allah termasuk kepada pemerintah dan Polri.
Disebut musuh Allah, katanya, karena tidak menjalankan hukum Allah.
Ia mengaku bahwa keterlibatan dirinya dalam berbagai aksi kekerasan di Poso bermula dari keinginannya untuk belajar agama namun oleh guru-guru mengajinya justru didoktrin untuk memusuhi orang-orang kafir.
Basri juga mengaku pernah merampok dua kali karena didoktrin bahwa harta pemerintah dan orang kafir itu halal.
Yang menyuruh merampok adalah Ryan (telah tewas tertembak polisi) dan Ipong (sudah divonis 11 tahun).
Dari perampokan itu, Basri mengaku mendapatkan Rp5 juta dan sisanya dibawa oleh Ipong.
Ia juga mengaku membangun barikade di ruas jalan Kelurahan Gebangrejo, Poso untuk melawan polisi yang akan menangkap para buronan.
"Saya beli Uzi Rp12 juta. Uangnya dari hasil menjual tanah," kata Basri di gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat.
Basri menyampaikan hal itu didampingi salah satu tersangka kerusuhan lain, Tugiran dan Wakil Kepala Divisi Humas Polri Brigjen Anton Bachrul Alam.
Namun, Basri tidak menyebutkan kapan dan darimana dia membeli senjata api.
Ia mengaku bahwa setelah membelinya, senjata itu disimpan Icang dan Mahmud. Icang telah tewas tertembak polisi sedangkan Mahmud adalah guru mengaji Basri yang kini belum tertangkap.
Soal jumlah senjata dan bom yang dimiliki para tersangka kerusuhan Poso, Basri mengaku hanya mengetahui soal senjata dan tidak soal bom.
"Bom saya tidak tahu. Saya tahu ada M16 sebanyak empat, SKS ada dua, Carraben dua dan MK3 ada dua," katanya.
Ditanya soal bunker (ruang bawah tanah) yang berada di Tanah Runtuh, Basri mengaku tidak tahu kendati ia pernah mendengarnya.
Basri mengatakan, sebelum tertangkap polisi dua pekan lalu, ia memang pernah berniat akan menyerahkan diri terutama setelah dinasehati oleh H Adnan Arsal (tokoh Muslim Poso).
Namun usai bertemu dengan H Adnan, ia ditemui oleh guru agamanya yang menyatakan bahwa haram menyerahkan diri kepada musuh-musuh Allah termasuk kepada pemerintah dan Polri.
Disebut musuh Allah, katanya, karena tidak menjalankan hukum Allah.
Ia mengaku bahwa keterlibatan dirinya dalam berbagai aksi kekerasan di Poso bermula dari keinginannya untuk belajar agama namun oleh guru-guru mengajinya justru didoktrin untuk memusuhi orang-orang kafir.
Basri juga mengaku pernah merampok dua kali karena didoktrin bahwa harta pemerintah dan orang kafir itu halal.
Yang menyuruh merampok adalah Ryan (telah tewas tertembak polisi) dan Ipong (sudah divonis 11 tahun).
Dari perampokan itu, Basri mengaku mendapatkan Rp5 juta dan sisanya dibawa oleh Ipong.
Ia juga mengaku membangun barikade di ruas jalan Kelurahan Gebangrejo, Poso untuk melawan polisi yang akan menangkap para buronan.