Benarkah Sistem Demokrasi Adalah Yang Terbaik?

Benarkah Sistem Demokrasi adalah Yang Terbaik?


  • Total voters
    21
  • Poll closed .
Status
Not open for further replies.

depe_3rd

New member
Semua orang gembor-gembor tentang demokrasi. Ada hal yang dianggap salah dikatakan nggak sesuai dengan demokrasi. Ada yang otoriter sedikit, katanya nggak sesuai dengan nilai demokrasi.

Begitu 'suci'-nya kah sebuah ungkapan yang disebut demokrasi itu? Apakah ini merupakan sistem terbaik yang pernah ada?
 
Indonesia kalau jaman sekarang, lebih tepat otoriter.
Entah itu yang agak ke kiri kayak sukarno, atau ke kanan kayak suharto,
cuma kedua orang itu yang paling sering dielu-elukan.

Sukarno sama orang yang mengagumi sikapnya
Suharto sama orang yang mengagumi tindakannya.

Persamaan keduanya, karena otoriter!
 
jelas tidak..
apalagi pada sistem pemilunya.. profesor, dokter sampe pemulung hak suaranya sama, cuma satu. mau ulama, pendeta sampe germo hak suaranya juga sama.. keadilan yang ndak adil..
 
*wahhh... Saia salah vote. :)*

Sistem demokrasi dianggap masih yang terbaik, karena dapat mengakomodir setiap hak rakyat indonesia.

Sayangnya, dalam prakteknya kurang dapat dilaksanakan dengan maksimal. Jadinya, seringkali berujung pada penyalahgunaan wewenang oleh wakil-wakil rakyat.
 
tidak ada urusan soal politik mau di bawah kemana saja silahkan

asal saja indonesia ku jangan hancur berkeping keping
 
Demokrasi itu overrated!!

Demokrasi akan jadi yang terbaik dari berbagai sistem yang ada jika semua unsurnya berjalan sesuai dengan idealnya. Tapi sayang, itu semua hanya sekedar utopia belaka.
 
Semua orang gembor-gembor tentang demokrasi. Ada hal yang dianggap salah dikatakan nggak sesuai dengan demokrasi. Ada yang otoriter sedikit, katanya nggak sesuai dengan nilai demokrasi.

Begitu 'suci'-nya kah sebuah ungkapan yang disebut demokrasi itu? Apakah ini merupakan sistem terbaik yang pernah ada?

opsi 3. . .
karena di berbagai tempat yang menerapkan sistem bukan demokrasi juga bisa berkembang dengan baik,
tapi demokrasi itu juga bisa membuat adil bagi sistemnya jika dijalankan sesuai dengan system,
 
menurut saya , lebih baik monarki daripada , embel embel saja negara demokrasi tapi kenyataan di lapangan , bohong sekali !!!
 
Masalahnya lebih rumit dari hanya sekedar sistem kenegaraan (demokrasi) tapi lebih kepada moralitas warga negara.

Amerika bisa maju dengan demokrasi karena moralitas warganya sangat baik dengan tingkat pendidikan yang cukup tinggi. Berbeda halnya dengan di Indonesia, saat pemilu mau dibayar 25rb untuk mencoblos partai tertentu, tapi mereka tidak melihat konskewensi dari pilihan mereka untuk 5 tahun ke depan.
 
Aaaaaa . . . . . apapun sistem yang dipakai, selama diterapkan di Indonesia saat ini tidak akan berjalan dengan benar, karena bau kencur pikir, para pelaku politik di indonesia tidak berniat untuk bersama2 membawa negara ini kearah yang lebih baik, tapi lebih berpikir untuk mendapatkan kekuasaan yang pada ujungnya nanti adalah untuk memperkaya pribadi masing2.
 
tentang demokrasi.. aku nemu ini di forum sebelah..

Dewasa ini fihak penguasa dunia (baca: Barat Amerika dan Eropa) telah berhasil mempromosikan sistem hidup mereka, yakni Demokrasi, kepada seluruh negara yang ada di dunia, kecuali sedikit sekali yang masih mempertahankan sistem Kerajaan. Itupun sambil sistem Kerajaan yang tersisa hanya berjalan secara sangat seremonial dan simbolik. Sedangkan di dalam sistem sosial-politik riilnya, mereka memberlakukan sistem Demokrasi. Di antara contohnya ialah Kerajaan Malaysia, Kerajaan Britania Raya serta Keemiran Qatar.

Sistem demokrasi bertumpu kepada rakyat sebagai pemangku kedaulatan. Sedangkan sistem kerajaan bertumpu kepada kedaulatan di tangan satu orang, yaitu sang raja atau emir. Kedua-duanya jelas tidak on-line dengan sistem Islam. Dalam sistem Islam kedaulatan sepenuhnya di tangan Allah. Oleh karena itu pemimpin di dalam masyarakat Islam dijuluki Khalifah alias wakil. Seorang khalifah tidak dibenarkan untuk memimpin dengan anggapan bahwa dirinyalah yang berkuasa penuh. Ia harus selalu mengingat bahwa yang berkuasa pada hakekatnya Allah dan jika dirinya ingin dinilai memimpin dengan amanah berarti ia harus tunduk sepenuhnya kepada Hukum dan Kekuasaan Allah. Seorang khalifah tidak dibenarkan menjadi penentu legal dan illegalnya suatu urusan. Sebab penentuan akan hal ini sepenuhnya hak Allah. Dalam sistem kerajaan maka raja adalah penentu benar-salahnya suatu urusan.

Sehingga pernah terjadi di masa kekhalifahan Umar bin Khattab seorang wanita memprotes kebijakan beliau yang memerintahkan kaum wanita agar membatasi nilai mahar yang ditetapkan kepada lelaki yang datang melamar. Alasan pembatasan itu, menurut Umar, karena sedang terjadi resesi ekonomi (masa paceklik). Lalu wanita tadi membacakan ayat Al-Qur’an di mana Allah memberikan kebebasan wanita untuk menetapkan nilai maharnya ketika dilamar. Maka Khalifah Umar langsung bekata: "Astaghfirullah… Wanita itu benar dan Umar salah. Dengan ini saya cabut kebijakan yang baru saja saya keluarkan!" Subhanallah….! Bayangkan, seorang pemimpin tertinggi rela mencabut kebijakan yang baru saja ia keluarkan hanya karena protes seorang warga-negara berupa seorang wanita! Tetapi, masalahnya di sini ialah bahwa wanita tersebut ber-hujjah dengan bersandar kepada Yang Maha Kuasa. Sehingga sang khalifah tidak bisa bersikap selain tunduk kepada hujjah wanita tersebut. Sebab pada hakikatnya Umar bukan sedang tunduk kepada wanita itu, melainkan ia tunduk kepada Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Benar. Hal ini selaras dengan arahan Allah mengenai bagaimana sepatutnya seorang yang menjadi bagian dari ulil amri minkum memimpin masyarakat.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ
وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ
إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآَخِرِ ذَلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا​


"Hai orang-orang yang beriman, ta`atilah Allah dan ta`atilah Rasul (Nya), dan ulil amri minkum (para pemimpin di antara kalian). Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Qur’an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS AnNisa ayat 59)

Pemimpin tertinggi dalam sistem Islam berkewajiban menegakkan budaya mengembalikan segenap urusan kepada Allah (Al-Qur’an) dan RasulNya (As-Sunnah). Bila sang pemimpin itu sendiri lupa, maka masyarakat berhak sekaligus berkewajiban mengingatkan pemimpin tersebut untuk kembali kepada Allah dan RasulNya. Dan seorang pemimpin adil lagi berjiwa amanah seperti Umar bin Khattab rela mengalahkan egonya daripada menentang Allah dan RasulNya. Sebab pada asalnya setiap orang beriman selalu mengarahkan egonya untuk tunduk kepada Allah.

Beberapa waktu yang lalu Somalia mengangkat seorang pemimpin yang berasal dari salah satu faksi "Islamic Court". Faksi ini dikenal sebagai salah satu faksi pejuang Islam (mujahidin) yang ingin Syariat Islam diberlakukan di bumi Somalia. Namun pengangkatan Sharif Ahmed sebagai Presiden Somalia disambut dengan skeptis oleh faksi-faksi pejuang lainnya. Pasalnya karena ia dicurigai sebagai "pemimpin boneka barat". Terbukti bahwa pengangkatannya saja dilangsungkan di luar bumi Somalia, yaitu di negara tetangga Djibouti.

Lalu dalam rangka merebut hati faksi-faksi pejuang tersebut, maka pemerintahan Sharif Ahmed mengusulkan pemberlakuan Hukum Islam ke Parlemen. Untuk selanjutnya ikuti kutipan berikut:

"Somalia’s parliament unanimously approved Saturday a government proposal to introduce sharia, Islamic law, in the country, in a move aimed at appeasing Islamists waging a civil war since 1991. The approval by parliament was expected since March 10, when the cabinet appointed by new President Sheikh Sharif Ahmed also voted to establish sharia, or Islamic law. Experts said Ahmed’s move undermined guerrillas who have been fighting the government and questioning his Islamic credentials. It would also please wealthy potential donors in Gulf nations.

Experts said Ahmed’s move undermined guerrillas who have been fighting the government and questioning his Islamic credentials. It would also please wealthy potential donors in Gulf nations.

Osman Elimi Boqore, the deputy speaker of parliament, said 343 MPs attended Saturday’s session. “All of them voted ‘yes’ and accepted the implementation of sharia,” he told reporters. “There was no rejection or silence, so from today we have an Islamic government.
" (Saturday, 18 April 2009 – Al Arabiya.net/English)

Sepintas, setiap muslim yang cinta akan Islam pasti menyambut berita di atas dengan sukacita. Betapa tidak? Di salah satu bumi Allah akhirnya diresmikan pemberlakuan hukum Islam alias hukum Allah. Tapi, kalau kita renungkan lebih dalam ada suatu permasalahan mendasar dalam kasus di atas. Mungkin untuk kaum muslimin yang menerima faham Demokrasi sebagai suatu sistem bermasyarakat, niscaya mereka menerimanya sebagai suatu bukti betapa selarasnya sistem hidup Demokrasi dengan ajaran agama Islam. Mereka tentunya bakal menjadikan kasus Somalia ini sebagai penguat alias hujjah untuk semakin getol menyuarakan dan memperjuangkan Demokrasi sebagai solusi penegakkan Islam di abad modern ini.

Lalu dimana letak masalahnya? Saudaraku, coba ikuti baik-baik ucapan Osman Elimi Boqore, the deputy speaker of parliament. Ia mengatakan bahwa "…seluruh anggota memberikan suara "Iya" dan dapat menerima pemberlakuan Syariah…" Laa haula wa laa quwwata illa billah…! Coba renungkan kembali, saudaraku…! Betapa teganya mereka melakukan voting terhadap ide pemberlakuan Hukum Islam alias Hukum Allah Yang Maha Tinggi lagi Maha Perkasa…! Patutkah manusia yang diciptakan Allah kemudian menggelar sebuah majelis yang di dalamnya diajukan proposal mengenai perlu-tidaknya Hukum Allah diberlakukan? Baiklah, boleh jadi hasil yang muncul dalam kasus Somalia adalah 100% mendukung pemberlakuannya. Tapi tidakkah terfikir betapa sombong dan kurang ajarnya manusia-manusia yang hadir di dalam majelis tersebut sehingga sempat berani mempertanyakan kepada forum apakah mereka setuju atau tidak setuju akan pemberlakuan Hukum Allah?

Saudaraku, di sinilah letak inti permasalahan yang membedakan sistem Demokrasi dengan Sistem Islam. Di dalam sistem Demokrasi para wakil rakyat diberikan wewenang sedemikian besarnya sampai mereka diperkenankan untuk mempertanyakan apakah hukum bikinan Pencipta jagat raya patut atau tidak patut diberlakukan di tengah masyarakat. Sedangkan di dalam sistem Islam perkara ini sudah sangat jelas. Para wakil rakyat (baca: Ahlul halli wal aqd) hanya bertugas mem-breakdown Hukum Allah dalam implementasi riil. Sedangkan posisi awalnya ialah seluruh anggota Majelis Syuro wajib bersikap tunduk kepada Allah dan segala apa yang datang dari Allah.

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ
الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

"Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mu’min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu’min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata." (QS Al-Ahzab ayat 36)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ

"Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir." (QS Al-Maidah ayat 44)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الظَّالِمُونَ

"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim." (QS Al-Maidah ayat 45)

وَمَنْ لَمْ يَحْكُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

"Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik." (QS Al-Maidah ayat 47)

أَلَمْ تَرَ إِلَى الَّذِينَ يَزْعُمُونَ أَنَّهُمْ آَمَنُوا بِمَا أُنْزِلَ إِلَيْكَ وَمَا أُنْزِلَ مِنْ قَبْلِكَ
يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ وَقَدْ أُمِرُوا أَنْ يَكْفُرُوا بِهِ وَيُرِيدُ الشَّيْطَانُ
أَنْ يُضِلَّهُمْ ضَلَالًا بَعِيدًا وَإِذَا قِيلَ لَهُمْ تَعَالَوْا إِلَى مَا أَنْزَلَ اللَّهُ
وَإِلَى الرَّسُولِ رَأَيْتَ الْمُنَافِقِينَ يَصُدُّونَ عَنْكَ صُدُودًا​

"Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang mengaku dirinya telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadamu dan kepada apa yang diturunkan sebelum kamu? Mereka hendak berhakim kepada thaghut, padahal mereka telah diperintah mengingkari thaghut itu. Dan syaitan bermaksud menyesatkan mereka (dengan) penyesatan yang sejauh-jauhnya. Apabila dikatakan kepada mereka: “Marilah kamu (tunduk) kepada hukum yang Allah telah turunkan dan kepada hukum Rasul”, niscaya kamu lihat orang-orang munafik menghalangi (manusia) dengan sekuat-kuatnya dari (mendekati) kamu." (QS An-Nisa ayat 60-61)

Pantaslah bilamana ada seorang pakar yang mengistilahkan sistem Demokrasi sebagai sebuah sistem yang fondasi dasar pemahamannya diwakili oleh kalimat "Menuhankan manusia dan memanusiakan tuhan." Dalam sistem Demokrasi aturan atau hukum Allah bisa ditawar-tawar seperti tawar-menawar dengan sesama manusia di pasar. Sedangkan bila keputusan sekumpulan manusia telah disepakati, maka sistem Demokrasi mewajibkan semua warga untuk tunduk-patuh kepada kesepakatan itu seolah ia seperti wahyu yang turun dari Tuhan. Wallahu a’laam bish-showwaab.-

source: dari forum sebelah... boleh disebutkan, gak? karena nanti akan mengandung invite forum.. -_-a

saya pribadi belum tau apakah setuju dengan demokrasi ini atau engga.
 
sistem demokrasi bukan yang terbaik sebab sistem tersebut tak menjamin kesejahteraan masyarakat yang menganutnya baik itu kehidupan sosial maupun kehidupan ekonomi
 
Status
Not open for further replies.
Back
Top