Berasan Jagung Langka

Kalina

Moderator
Akibat Terus Meningkatnya Harga Beras
MUMBULSARI - Meningkat permintaan berasan jagung seiring terus melambungnya harga beras membuat stok berasan jagung menipis. Pantauan Erje di beberapa lokasi, para pedagang kelontong mulai mengeluhkan sulitnya kulakan berasan jagung. Di pasar Mumbulsari misalnya. Para pedagang mengeluhkan mulai sulitnya kulakan beras jagung.

Hj Ani, salah satu pedagang kelontong di Pasar Mumbulsari, mengatakan sejak harga beras mahal, permintaan berasan jagung di tokonya meningkat tajam. Dalam sehari, dia bisa menjual hingga 30 kilogram berasan jagung. "Padahal dulu tidak sebanyak itu. Bahkan sekarang ada yang beli 5 - 10 kilogram sekali beli," katanya kepada Erje kemarin.

Akibat permintaan yang tinggi, lanjut dia, persediaan berasan jagung yang ada di tokonya juga cepat habis. Sedangkan untuk kulakan lagi, dia merasakan mulai agak kesulitan. "Sekarang kulakan 5 kuintal saja di Mumbulsari sulit. Saya harus mencari ke Jenggawah," ungkapnya.

Sebab itu, belakangan ini dia merasa kesulitan untuk bisa kulakan beras jagung dalam jumlah banyak. "Persediaan berasan jagung di pemasoknya juga tidak banyak," sambungnya. Hal yang sama juga dialaminya saat kulakan katul jagung karena permintaannya saat ini tak kalah tinggi.

Saat ini, harga berasan jagung di kawasan Mumbulsari sekitar Rp 3.000 per kilogram. Padahal, sebelum harga beras mahal, harga berasan jagung hanya sekitar Rp 1.800 per kilogram. Begitu pula dengan katul jagung. Jika sebelumnya hanya berkisar Rp 700 - Rp 1.000 per kilogram, kini menjadi Rp 1.800 - Rp 2.000 per kilogram.

Sama dengan di daerah lain, Hj Ani memaparkan, tingginya permintaan berasan jagung dan katul jagung disebabkan banyak warga yang menggunakannya sebagai campuran beras untuk makanan pokok sehari-hari. "Mereka beli berasan jagung bukan karena punya penyakit diabetes, melainkan memang benar-benar tak mampu membeli beras dengan jumlah yang cukup," tutur perempuan berjilbab ini.

Di Mumbulsari, beras kualitas bagus dijual sekitar Rp 5.500 per kilogram, misalnya untuk merek Kristal dan Gentong. Sedangkan beras kelas medium dijual Rp 5.200 - Rp 5.300 per kilogram, dan beras kualitas jelek dijual Rp 4.900 per kilogram. "Beras yang jelek itu bentuknya banyak yang pecah. Pedagang sendiri sebenarnya tidak ambil untung banyak. Paling-paling hanya Rp 100 - Rp 150 per kilogram," ungkapnya.

Menurut B Mina, warga Mumbulsari, dia juga kerap mencampur beras yang dimakannya dengan berasan jagung. Hal itu terpaksa dilakukannya agar cukup untuk dimakan seluruh anggota keluarganya. Apalagi, penghasilan suaminya sebagai buruh tani tidak acap tak mencukupi untuk kebutuhan keluarga.

Sedangkan di kawasan kota, permintaan berasan jagung mulai merangkak naik meski tak sampai kesulitan stok. Seperti yang disampaikan Muhammad Soleh, salah satu pedagang di Pasar Sabtuan, Tegal Besar, Kaliwates. "Saya rata-rata setiap hari bisa jual beras jagung sampai 15 kilogram," ujarnya.

Diakuinya tren pembelian beras jagung saat ini mulai naik tipis. Hal ini bisa dilihat dari mulai banyaknya pembeli beras jagung yang mengaku akan dipakai sebagai bahan campuran makan nasi. "Katanya berasan jagung dicampur dengan beras yang bentuknya hancur rasanya enak. Makanya saya tidak jual beras jagung jelek karena banyak dimakan orang," paparnya.

Karena ada peningkatan permintaan, harga berasan jagung pun mulai naik. Kenaikan harganya pun terjadi cukup cepat. Ahad lalu, harga berasan jagung masih Rp 3.000 per kilogram. Namun sejak kemarin harganya naik menjadi Rp 3.300 per kilogram.

Soal penyebab kenaikan harga berasan jagung, dia mengaku tidak tahu persis. Namun, kenaikan harga beras jagung itu diduga karena bahan bakunya memang mahal. "Saya dengar, harga jagung pipilan yang bijinya kecil sekarang sudah Rp 3.000 per kilogram. Sedangkan harga jagung pipilan yang bijinya agak besar mencapai Rp 2.500 per kilogram," tuturnya.

Untuk kulakan, sejauh ini Soleh mengaku tidak kesulitan. Karena, dia kulakan di toko grosir di kawasan Jalan Trunojoyo. Tapi, diakuinya kulakan berasan jagung tak semudah dulu. "Dulu saya biasa menampung jagung petani di desa, lalu saya giling sendiri. Sekarang cari jagungnya saja susah," akunya.
 
Back
Top