Berbalas (Part 1)

ZenZubair

New member
Waktu berjalan memang sangat cepat, kini Haris sudah kelas tiga SMA. Tak terasa sudah tiga tahun dia bersekolah di SMA itu. Dan sudah tiga tahun pula dia menyimpan hati dan perasaannya kepada Sintya. Anak gadis kelas IPA itu telah membuat hati Haris berbunga-bunga ketika pertama kali berjumpa dengannya. Dulu, waktu pertama kali masuk SMA itu, Haris sebenarnya tidak ingin masuk ke sana. Cita-citanya adalah untuk bisa sekolah di SMK yang difavoritkannya. Namun, keinginan itu sulit diwujudkan, terutama ketika orangtuanya memaksa untuk masuk SMA. Mereka bilang Haris harus bisa masuk ke perguruan tinggi dan menjadi orang hebat seperti ayahnya. Demi keputusan orangtuanya, Haris terpaksa masuk ke SMA itu.
Haris tidak terlalu kecewa dengan keputusan orangtuanya waktu itu. Apalagi ia juga menginginkan untuk sekolah setinggi mungkin. Sejak pertama kali mendaftar ke SMA, orangtua Haris langsung tertuju pada SMA itu. Letaknya tidak terlalu jauh dari rumah. Mungkin itu alasan orangtuanya menyekolahkan Haris di sana. Ketika pertama kali masuk SMA. Seperti pada umumnya, setiap siswa baru harus diperkenalkan dengan kakak kelasnya, melalui MOS (Masa Orientasi Siswa). Katanya, agar siswa baru mengenal dengan lingkungan sekolah barunya. Saat itulah Haris pertama kali berjumpa dengan Sintya. Gadis cantik itu, ditemuinya waktu KBO (Kemah Bakti Osis). Saat itu juga, Haris baru merasakan berkemah di alam terbuka. Walaupun sebenarnya dia hanya ingin memandang gadis cantik itu dengan lebih lama.
Sekarang Haris sudah besar, dia sudah duduk di kelas tiga dan sebentar lagi lulus dari SMA itu. Perasaan Haris bercampur aduk antara senang atau bingung. Dengan lulusnya dia dari sana itu berarti putusnya rasa cintanya pada gadis itu. Ini sudah terlambat, Haris mesti benar-benar mengatakan itu pada Sintya, jika tidak dia akan kehilangan apa yang dia inginkan. Perasaan cinta yang sudah membeludak, membuat Haris mengambil suatu keputusan untuk mengatakan itu pada Sintya. Ia memikirkan betul cara agar Sintya tahu isi hatinya. Bagaimanakah cara mengungkapkannya? Itulah yang sedang dipikirkan Haris. Kalau tidak sekarang kapan lagi, itulah yang ada di benaknya. Hal itu membawanya pada satu cara, yaitu dia akan mencoba katakan itu pada Sintya melalui surat. Ya, hanya dengan surat yang dapat dia lakukan. Bukan apa-apa, dia malu kalau semisal minta nomer telepon atau pin BB gadis itu.
Gadis cantik itulah yang menjadikan Haris betah di sana, setiap dia malas untuk ke sekolah, yang dia ingat adalah gadis manis itu. Dalam benaknya, “Rugi kalau tak melihat senyumnya itu,” Ya, memang senyum gadis itulah yang membuat Haris jatuh cinta padanya. Selain itu, walaupun dia gadis yang cantik, dia tidak seperti teman-temannya, dia tak suka hura-hura, justru gadis cantik itu lebih suka di rumah dan mendekatkan diri kepada sang pencipta. Itulah yang menambah Haris kesemsem pada gadis itu. Memang banyak gadis yang secantik Sintya. Tapi yang se-sholeh Sintya tidak ada. Hanya dia yang sejauh ini mampu membuat Haris tak berkedip ketika melihatnya, apalagi Sintya yang sering membuat Haris tersenyum karena kecantikannya. Saat Haris di rumah, dia siapkan surat itu dengan matang-matang. Dia menuliskan semua isi hatinya dan juga pujiannya pada gadis itu.
Hari ini adalah hari senin, seperti biasa Haris bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah pagi-pagi, dan dia berharap agar Sintya sudah sampai di sana. Dia ingin meletakkan surat itu di motornya. Memang Haris anak yang pemalu, apalagi harus berhadapan dengan gadis secantik Sintya. Namun, hal itu tidak terjadi. Dia berangkat terlalu pagi. Dan di sana belum ada motor gadis itu. Dan terpaksa dia tunda sampai pulang sekolah. Karena, dalam benaknya pasti dia pulang lebih dulu dari gadis itu, karena dia IPS, biasanya kelas IPS pulang lebih cepat. Dan itu momen yang tepat meletakkan surat itu di sana. Di sekolah, pada waktu jam istirahat, seperti biasa Haris duduk di kantin belakang bersama teman-temannya, saat itu juga Sintya gadis pujaannya lewat dan membuat Haris tak ingin melewatkan sedetik pun memandang wajah cantik Sintya, namun teman sebelahnya menegurnya.
“Wuihh, ada yang sedang kasmaran nih,” kata Besdan, teman Haris.
“Ayo, jangan malu-malu, langsung tembak saja Ris!” kata Genta, dengan memaksa Haris. Seketika saat itu juga, wajah Haris berubah kemerah-merahan, dan dia didorong temannya sampai menyenggol Sintya yang sedang lewat. Suara siulan teman-teman Haris bergemuruh saat itu. Wajahnya berubah merah pucat.
“Maaf yah,” kata Haris sambil menundukkan kepalanya di hadapan Sintya.
“Tembak Ris, ayo,” kata Besdan sambil tersenyum.
Saat itu juga siswa lain memperhatikan mereka berdua, dan menyorakinya. Wajah Haris semakin memerah, dan mau tidak mau ini adalah kesempatan emas untuk mengungkapkan perasaannya pada Sintya. Belum sempat mengatakan itu, bel masuk berbunyi, dengan segera Sintya masuk kelas, karena guru sudah menuju kelas, biasanya anak IPA tidak boleh terlambat masuk. Saat itu juga, siswa lain pun meninggalkan kantin itu. Dengan perasaan sedikit menyesal dan malu, Haris pun masuk ke kelasnya, karena ini waktunya guru killer. Di dalam kelas, dia masih memikirkan gadis itu, apa yang mungkin dirasakan gadis itu setelah bersenggolan dengannya. Senyumnya tadi, bisa jadi hanya penerima maaf, tidak lebih. Atau saja, itu pertanda bahwa gadis itu juga suka dengan Haris.
Waktu berlangsung cukup lama, karena hari ini pelajaran dari guru killer, saat istirahat kedua yang ditunggu-tunggu tak kunjung tiba. Akhirnya, waktu sudah menunjukkan pukul 12 siang, waktunya salat duhur, Haris tak menyiakan waktu istirahatnya itu untuk salat duhur. Entah yang dia lakukan itu, semata-mata untuk ibadah atau karena Sintya juga ikut salat duhur. Gadis cantik itu, benar-benar sempurna, selain cantik dia juga pandai memanfaatkan waktu, seperti sekarang ini. Dia lebih memilih salat dibanding ke kantin. Inilah yang membedakan dirinya dengan gadis cantik lain di sekolah itu. Suara adzan yang disetel sekolah bersenandung merdu di telinga Haris, seakan dia bahagia ditambah dengan senyuman dan wajah cantik Sintya yang sedang melepas sepatu itu, tak luput dari pandangan Haris.
Namun, mau tak mau Haris harus berhenti memikirkan gadis itu sejenak, karena dia harus fokus dan khusyuk menghadap sang pencipta. Setelah selesai bermunajat kepada sang pencipta, waktu istirahat kedua habis. Betapa terkejutnya dan bahagianya semua siswa, tapi, kenapa bahagia? Bukankah bel masuk? Ternyata di luar dugaan, itu bel pulang sekolah. Hari ini memang pulang lebih cepat karena guru-guru akan mengadakan rapat. Senang, itulah yang harusnya dirasakan semua siswa, tapi tidak untuk Haris, bel itu justru bertanda buruk. Karena ketika pulang dengan bersama-sama kelas lain dia tidak bisa menaruh surat itu, jika ketahuan Haris menaruh surat itu, dan yang mengetahui itu Sintya. Wah, sangat tidak lucu kalau begitu.
Oleh karena itu, Haris mesti bersabar lagi, mungkin ini belum hari keberuntungannya. Masih ada besok, dan besok pasti tak ada lagi rapat, karena tak mungkin rapat itu tiap hari. Haris pulang bukan dengan perasaan senang, malah dia justru cemas. Sesampainya di rumah, dia pasti ke kamar mandi dulu, untuk apa? Kebiasaannya itu tidak ada seorang pun bisa mencegahnya. Saat itu, dia berpikir, mungkinkah Sintya itu on facebook? dia langsung mencoba untuk melihat facebook miliknya. Benar saja, gadis cantik itu baru saja posting di facebooknya. Dan gadis itu menulis: “Sedang apa nih… yang di sana?” Itu yang Sintya tulis di status facebooknya. Tak sia-siakan waktu, Haris mengetikkan pesan padanya.
“Hai, Sintya. Sedang apa kamu?”
“E… Hai juga. Aku, sedang rindu nih,”
“Rindu sama siapa?”
“Kok, kamu mau tahu sih?”
“Lah kenapa? Gak boleh?”
“Gimana yah,”
“Udahlah cerita aja,”
“Tapi, Ris, kamu jangan cerita ke siapa-siapa ya! Janji loh!”
“Iya deh,”
“Ok. Aku tuh suka sama orang tapi aku kok malu ya?”
“Kenapa malu?”
“Malu mengatakan padanya, menurutmu gimana?”
“Ya, katakan saja!”
“Masa, cewek yang bilang duluan harusnya dia yang bilang dulu dong,”
“Kan sekarang, sudah gak zaman cowok dulu yang mengatakan, cewek dulu juga banyak kok?”
“Malu, apalagi dia satu sekolah denganku,”
“Oh, kalau begitu, sebaiknya kamu kasih tanda kalau kamu suka dengannya,”
“Gimana kalau dia gak peka?”
“Coba dulu aja, aku yakin kok, dia juga suka sama kamu,”
“Serius?”
“Iyalah, kamu kan orangnya cantik, baik, saleha, pinter. Kenapa harus malu?”
“Jelas, aku malu Ris. Dia itu orangnya ganteng dan pinter. Toh, mungkin tidak hanya aku yang suka dengan orang itu, mungkin ada orang lain yang suka dengannya,”
“Perjuangin aja! Cinta itu harus diperjuangkan,”
Sintya memutus obrolan itu di facebook dengan me-logout-nya. Haris pun tersenyum, karena dia mengira orang yang dibicarakan Sintya adalah dia. Dan dia juga beranggapan bahwa Sintya memang suka dengannya. Sungguh senang hati Haris, mengetahui perasaan Sintya itu. Akhirnya, dia juga menutup facebooknya dan pergi makan. Keesokan harinya, Haris sangat bahagia. Hari ini adalah hari yang dinanti-nantikannya. Dia mencoba untuk bangun pagi, dan juga agak sedikit mengulur waktu agar berangkat tepat pada saat Sintya sudah ada di sekolah. Surat itu disiapkan dan dimasukkan ke kantong celananya. Dia siap untuk berangkat sekolah, hari ini cuaca sangat cerah secerah wajah Haris. Dia siapkan motornya dan langsung berangkat. Di perjalanan dia sudah membayangkan bagaimana wajah Sintya menerima surat ini.
Sampai sekolah, Haris melihat motor putih matic milik Sintya sudah terparkir di halaman depan sekolah. Haris sangat bahagia melihat itu. Dia langsung memasukkan motor bebeknya ke halaman depan sekolah dan memarkirnya pas di sebelah motor matic itu. Dia letakkan di tempat di bawah kunci motor, yang memang tempat itu hanya ada pada motor matic. Haris pun melanjutkan melangkah masuk ke dalam sekolah. Tak lama kemudian bel masuk berbunyi nyaring. Semua siswa berlarian masuk ke dalam kelas mereka. Jam pertama, adalah pelajaran yang paling disukai Haris, yaitu Bahasa Indonesia. Hari ini, Haris mengerjakan tugas mengarang. Ya, Haris memang suka mengarang. Dia akan membuat sebuah cerita tentang perasaannya pada gadis itu.
Pelajaran berlangsung cukup lama. Bel istirahat berbunyi dan semua siswa berhamburan ke kantin belakang. Sedangkan Haris seperti biasa duduk sebentar di depan kelas, menunggu Sintya ke luar baru dia ke kantin. Semua teman Haris sudah pergi ke kantin dan tinggallah dia seorang di depan kelas. Tak lama kemudian, gadis itu muncul dan seperti terlihat orang bingung. Tiba-tiba saja dia melangkah menghampiri Haris yang sedang pura-pura memalingkan pandangannya. Ternyata, gadis itu mengajak ke perpustakaan. Dengan senang, tentu Haris mau. Ini adalah kesempatan. Setelah bertemu Haris, gadis itu pergi bersama temannya yang mengajaknya ke kantin. Dengan senang, Haris membuntuti Sintya dan juga menuju kantin.
Setelah puas makan di kantin, ini saatnya. Haris mengira Sintya sudah menunggunya di perpustakaan. Dia segera berlari menuju perpustakaan. Dan betapa terkejutnya dia, Sintya tidak ada di situ. Hah!! Lalu di mana kah Sintya? Haris memutuskan untuk melihat kelas Sintya. Tak terduga ternyata sudah bel masuk, Haris tahu dia terlambat. Tapi, dia sempat melirik Sintya yang ada di dalam lewat jendela kelas, sepertinya Sintya mengatakan sesuatu. Dari kejauhan teman sekelas Haris memanggilnya untuk segera masuk. Hari sudah siang dan waktu menunjukkan pukul 2 siang. Haris melangkah ke luar dan melihat Sintya yang sudah mengambil surat itu dan memasukkannya ke dalam tas. Hari ini, memang hari keberuntungan seorang Haris, surat yang ia buat tak sia-sia. Dia langsung tancap gas menuju rumahnya untuk menanyakannya itu pada Sintya melalui facebook. Benar saja, Sintya sudah mengiriminya pesan.
“Akhirnya, Ris,”
“Kenapa?”
“Dia menyukaiku!”
“Siapa?”
“Soal seseorang yang kemarin aku ceritain. Masa kamu lupa sih?”
“Oh ya, tahu dari mana kamu?”
“Dia kasih aku surat,”
“Oh… gimana isi surat itu? Bagus?”
“Bagus banget… tulisannya rapi, dan desainnya bagus,”
“Lalu, kamu mau menerimanya?”
“Iya, iyalah,”
Senangnya hati Haris, ketika dia tahu cintanya diterima. Dan dia melanjutkan chatting dengan Sintya.
“Lalu, selanjutnya gimana Ris?”
“Kamu ajak jalan aja, pasti dia mau!”
“Masa cewek yang ngajak jalan, harusnya cowok dong!”
“Gak apa-apa sih, eh… ngomong-ngomong orang itu namanya siapa? Dari kemarin kita bahas tapi aku gak tahu namanya. Kasih tahu dong. Kita kan temen!”
“Iya..ya sabar,”
“Siapa? Tak akan ku sebarin ke temen-temen kok nyantai aja,”
“Ok. Perhatikan ya,”
“Iya,”
“Dia anak kelas IPS,”
“Aku tanya namanya, bukan kelasnya!”
“Bumi. Namanya itu. Gimana orangnya menurutmu?”
Ternyata pria yang menjadi idaman Sintya adalah Bumi teman sekelas Haris, sungguh tersayat hati Haris mengetahuinya. Semua yang diharapkannya pupus seketika. Tapi, Haris tak putus asa, dia lanjutkan pembicaraannya lewat facebook.
“Baik, cakep juga sih,”
“Memang,”
“Lalu kamu mau apa dengannya?”
“Begini, Ris. Aku ingin bertemu dengannya. Kamu ada nomor hpnya kan?”
“Iya,”
“Tolong bilang sama dia, kalau entar sore datang ke sekolah,”
“Baik.” Sesaat setelah mengetik kata itu, Haris menutup pembicaraannya.
Dengan berat hati dia tetap melakukan apa yang di inginkan gadis itu. Dia menghubungi Bumi melalui telepon. Dan Bumi bersedia untuk datang, namun dengan bingung Bumi mengiyakan itu, karena Haris hanya mengatakan untuk datang ke sekolah sore nanti dan tidak memberi alasannya. Dengan rasa penasaran, dia ingin melihat pertemuan Sintya dan Bumi. Tanpa memberitahu mereka berdua.
Bersambung
 
Back
Top