3. Antara suami istri
Berdasarkan hadits:
Berkata Ummu Kultsum: “Tidak pernah aku mendengar dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memberi keringanan untuk berbohong kecuali pada tiga perkara. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Tidaklah aku anggap seorang itu berbohong apabila bertujuan mendamaikan di antara manusia, berkata sebuah perkataan tiada lain kecuali untuk perdamaian; orang yang bohong ketika dalam peperangan; dan suami yang berbohong kepada istrinya atau istri yang berbohong kepada suaminya.;” (HR. Abu Dawud no. 4921, dishahihkan oleh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 54).
Imam Nawawi berkata:
“Adapun bohong kepada istri, atau istri bohong kepada suami, maka yang diinginkan adalah menampakkan kasih sayang dan janji yang tidak mengikat. Adapun bohong yang tujuannya menipu dengan menahan apa yang wajib ditunaikan atau mengambil yang bukan haknya, maka hal itu diharamkan menurut kesepakatan kaum muslimin.” (Syarah Shahih Muslim, 16/121).
Syaikh al-Albani berkata:
“Bukanlah termasuk bohong yang dibolehkan, apabila suami menjanjikan kepada istrinya yang dia sebenarnya tidak ingin menepati janji tersebut, atau suami mengabarkan kepada istrinya bahwa dia telah membeli ini dan itu lebih banyak dari kenyataannya untuk mencari ridha sang istri. Perkara semacam ini bisa terbongkar, dapat menjadi sebab cekcok serta prasangka buruk seorang istri kepada suaminya, ini termasuk kerusakan bukan perbaikan. (ash-Shahihah, 1/818).