Kalina
Moderator
Menguak Misteri Sebukit Rama
Jadi Saksi Sejarah Dahulu Kala
Keberadaan Sebukit Rama sebagai saksi perjalanan Kerajaan Mempawah memang tak dapat dipungkiri. Terlebih, bila melihat fakta sejarah yang ada saat ini. Sudah pasti, banyak misteri sejarah yang belum berhasil terungkap oleh sejarawan setempat. Di sini, Kru Supranatural coba menguak misterinya untuk Anda.
KERAJAAN Mempawah dan keberadaan Sebukit Rama memang tak dapat dipisahkan. Bukit yang berada kurang lebih 10 Km dari Kota Mempawah itu, menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Mempawah sejak Patih Gumantar bertahta.
Tak heran bila di sana, kini banyak ditemukan situs sejarah, seperti makam Opu Daeng Menambon, Patih Gumantar dan tokoh-tokoh agama, Batu Tempat Semedi, Tongkat Kayu Belian, Kolam Batu Berbentuk Teratai, serta yang baru-baru ini ditemukan, Prasasti Balai Pertemuan.
Sebelumnya, abad 16 telah berdiri Kerajaan Bangkule Rajakng yang dipimpin oleh Ne?Rumanga dengan istana di Bahana. Seperti yang diceritakan dua penjaga Sebukit Rama, Gusti Lahmudin, 62, dan Gusti Amar, 62, yang ditemui Kru Supranatura EQUATOR, serta tertulis dalam Legenda Cerita Mempawah karya Ellyas Suryani Soren, turunan Ne? Rumaga inilah yang kemudian memimpin Kerajaan Bangkule Rajakng.
Makanya, sepeninggal Ne? Rumanga, kerajaan ini dipimpin putranya, Patih Gumantar yang beristrikan Dara Irang. Sayang sang istri lebih dulu meninggal dunia dan dikaruniani tiga anak, Patih Nyabakng, Patih Janakng dan Dara Itam.
Pikirannya terus saja gundah sepeninggal istri tercinta, makanya untuk menghibur diri dia melakukan pengembaraan untuk mencari lokasi istana Bangkule Rajakng yang baru. Sampailah akhirnya, Patih Gumantar ke sebuah bukit bernama Gunung Kandang yang ukurannya tidak terlalu besar, namun strategis letaknya, karena dikelilingi oleh sebuah sungai.
Tertarik, Patih Gumantar kemudian membangun istana di atasnya yang kemudian diberi nama Sebukit Rama, artinya bukit raya, jaya, agung dan mulia. Sayang, Patih Gumantar terbunuh saat perang kayau mengayau (memenggal kepala manusia, red) dengan Suku Bidayuh (Biaju) di dekat Sungkung kawasan Serawak, tapi makamnya tetap di Sebukit Rama.
Tak pelak, kejayaan Bangkule Rajakng pun runtuh hingga berabad kemudian bangkit lagi saat diperintah Raja Kudong yang pusat pemerintahannya di Pekana (sekarang Karangan, red). Tapi kerajaannya tersebut, tak ada hubungannya dengan Patih Gumantar. Nah, sepeninggal Raja Kudong, kerajaan ini kemudian diambil alih oleh Raja Senggaok.
Namun ada versi lain yang menyebutkan, begitu Patih Gumantar terbunuh saat perang kayau-mengkayau, kedudukannya digantikan oleh putra Patih Gumantar, Patih Nyabakng, dengan pusat kerajaan kembali di Sebukit Rama.
Saat itu lah, diadakan perjanjian dengan Ne? Riyo dari Kerajaan Lara di Sungai Raja (Raya) Negeri Sambas, yang membuat batas antara kedua kerajaannya dari lautan membelah sepanjang Sungai Raya hingga menyusuri daratan dan gunung ke perhuluan dengan ditanami batu-batuan sebagai tonggak (tanda, red) yang disebut Sungai Raja Seba?yan.
Raja Senggaok sendiri, dengan sebutan Panembahan Senggaok, menikah dengan Puteri Cermin, yaitu salah satu puteri Raja Qahar dari Kerajaan Baturizal (Pagaruyung) Indragiri, Sumatera, yang mengungsi karena terjadi perang saudara di sana. Mereka dikaruniani seorang anak perempuan yang diberi nama Mas Indrawati.
Saat dewasa, Mas Indrawati dinikahkan dengan Sultan Muhammad Zainudin dari Kerajaan Matan di Ketapang dan mendapatkan seorang putri cantik, Puteri Kesumba. Namun di kerajaan ini, sempat terjadi perang saudara. Sultan Muhammad Zainal akhirnya tersingkir dari tahta oleh adiknya sendiri, Sultan Agung.
Ia sempat mengirim surat meminta bantuan ke lima Opu bersaudara untuk merebut kerajaannya lagi. Keberhasilan lima Opu yang dipimpin Opu Daeng Menambon ini lah, yang kemudian menjadikannya dinikahkan dengan Puteri Kesumba. Dari perkawinan ini, mereka mendapat putra-putri. Tetapi yang menonjol kepopulerannya adalah Utin Chandramidi dan Gusti Jamiril atau Panembahan Adijaya Kesuma Jaya.
Beberapa tahun kemudian, Opu Daeng Menambon, istrinya dan Mas Indrawati (mertuanya, red) serta neneknya, Puteri Cermin dan langsung ke Senggaok. Setelah diadakan serah terima dari Pengeran Adipati (sepupu yang memangku sementara tahta kerajaan, red), Opu Daeng Menambon yang merupakan cucu menantu Panembahan Senggaok, kemudian memangku jabatan Raja mempawah yang ketiga.
Dia kemudian memindahkan pusat kerajaan ke Sebukit Rama lagi. Cara pemerintahannya berjalan lancar, karena bijaksana dan taat memeluk agama Islam serta selalu bermusyawarah. Sedangkan Utin Chandramidi kemudian menikah dengan Sultan Abdurahman Alkadrie, raja pertama Kerajaan Pontianak.
Sedangkan Gusti Jamiril menggantikan tahta Kerajaan Matan di Ketapang.
Jadi Saksi Sejarah Dahulu Kala
Keberadaan Sebukit Rama sebagai saksi perjalanan Kerajaan Mempawah memang tak dapat dipungkiri. Terlebih, bila melihat fakta sejarah yang ada saat ini. Sudah pasti, banyak misteri sejarah yang belum berhasil terungkap oleh sejarawan setempat. Di sini, Kru Supranatural coba menguak misterinya untuk Anda.
KERAJAAN Mempawah dan keberadaan Sebukit Rama memang tak dapat dipisahkan. Bukit yang berada kurang lebih 10 Km dari Kota Mempawah itu, menjadi pusat pemerintahan Kerajaan Mempawah sejak Patih Gumantar bertahta.
Tak heran bila di sana, kini banyak ditemukan situs sejarah, seperti makam Opu Daeng Menambon, Patih Gumantar dan tokoh-tokoh agama, Batu Tempat Semedi, Tongkat Kayu Belian, Kolam Batu Berbentuk Teratai, serta yang baru-baru ini ditemukan, Prasasti Balai Pertemuan.
Sebelumnya, abad 16 telah berdiri Kerajaan Bangkule Rajakng yang dipimpin oleh Ne?Rumanga dengan istana di Bahana. Seperti yang diceritakan dua penjaga Sebukit Rama, Gusti Lahmudin, 62, dan Gusti Amar, 62, yang ditemui Kru Supranatura EQUATOR, serta tertulis dalam Legenda Cerita Mempawah karya Ellyas Suryani Soren, turunan Ne? Rumaga inilah yang kemudian memimpin Kerajaan Bangkule Rajakng.
Makanya, sepeninggal Ne? Rumanga, kerajaan ini dipimpin putranya, Patih Gumantar yang beristrikan Dara Irang. Sayang sang istri lebih dulu meninggal dunia dan dikaruniani tiga anak, Patih Nyabakng, Patih Janakng dan Dara Itam.
Pikirannya terus saja gundah sepeninggal istri tercinta, makanya untuk menghibur diri dia melakukan pengembaraan untuk mencari lokasi istana Bangkule Rajakng yang baru. Sampailah akhirnya, Patih Gumantar ke sebuah bukit bernama Gunung Kandang yang ukurannya tidak terlalu besar, namun strategis letaknya, karena dikelilingi oleh sebuah sungai.
Tertarik, Patih Gumantar kemudian membangun istana di atasnya yang kemudian diberi nama Sebukit Rama, artinya bukit raya, jaya, agung dan mulia. Sayang, Patih Gumantar terbunuh saat perang kayau mengayau (memenggal kepala manusia, red) dengan Suku Bidayuh (Biaju) di dekat Sungkung kawasan Serawak, tapi makamnya tetap di Sebukit Rama.
Tak pelak, kejayaan Bangkule Rajakng pun runtuh hingga berabad kemudian bangkit lagi saat diperintah Raja Kudong yang pusat pemerintahannya di Pekana (sekarang Karangan, red). Tapi kerajaannya tersebut, tak ada hubungannya dengan Patih Gumantar. Nah, sepeninggal Raja Kudong, kerajaan ini kemudian diambil alih oleh Raja Senggaok.
Namun ada versi lain yang menyebutkan, begitu Patih Gumantar terbunuh saat perang kayau-mengkayau, kedudukannya digantikan oleh putra Patih Gumantar, Patih Nyabakng, dengan pusat kerajaan kembali di Sebukit Rama.
Saat itu lah, diadakan perjanjian dengan Ne? Riyo dari Kerajaan Lara di Sungai Raja (Raya) Negeri Sambas, yang membuat batas antara kedua kerajaannya dari lautan membelah sepanjang Sungai Raya hingga menyusuri daratan dan gunung ke perhuluan dengan ditanami batu-batuan sebagai tonggak (tanda, red) yang disebut Sungai Raja Seba?yan.
Raja Senggaok sendiri, dengan sebutan Panembahan Senggaok, menikah dengan Puteri Cermin, yaitu salah satu puteri Raja Qahar dari Kerajaan Baturizal (Pagaruyung) Indragiri, Sumatera, yang mengungsi karena terjadi perang saudara di sana. Mereka dikaruniani seorang anak perempuan yang diberi nama Mas Indrawati.
Saat dewasa, Mas Indrawati dinikahkan dengan Sultan Muhammad Zainudin dari Kerajaan Matan di Ketapang dan mendapatkan seorang putri cantik, Puteri Kesumba. Namun di kerajaan ini, sempat terjadi perang saudara. Sultan Muhammad Zainal akhirnya tersingkir dari tahta oleh adiknya sendiri, Sultan Agung.
Ia sempat mengirim surat meminta bantuan ke lima Opu bersaudara untuk merebut kerajaannya lagi. Keberhasilan lima Opu yang dipimpin Opu Daeng Menambon ini lah, yang kemudian menjadikannya dinikahkan dengan Puteri Kesumba. Dari perkawinan ini, mereka mendapat putra-putri. Tetapi yang menonjol kepopulerannya adalah Utin Chandramidi dan Gusti Jamiril atau Panembahan Adijaya Kesuma Jaya.
Beberapa tahun kemudian, Opu Daeng Menambon, istrinya dan Mas Indrawati (mertuanya, red) serta neneknya, Puteri Cermin dan langsung ke Senggaok. Setelah diadakan serah terima dari Pengeran Adipati (sepupu yang memangku sementara tahta kerajaan, red), Opu Daeng Menambon yang merupakan cucu menantu Panembahan Senggaok, kemudian memangku jabatan Raja mempawah yang ketiga.
Dia kemudian memindahkan pusat kerajaan ke Sebukit Rama lagi. Cara pemerintahannya berjalan lancar, karena bijaksana dan taat memeluk agama Islam serta selalu bermusyawarah. Sedangkan Utin Chandramidi kemudian menikah dengan Sultan Abdurahman Alkadrie, raja pertama Kerajaan Pontianak.
Sedangkan Gusti Jamiril menggantikan tahta Kerajaan Matan di Ketapang.