fajarsany
New member
Sebuah mobil yang berisi sekumpulan remaja, merayap dalam guyuran hujan deras, menuju sebuah wilayah perbukitan yang dipenuhi pohon.
Karena jarak pandang yang terbatas, salah seorang dari mereka menyuruh untuk menepi sejenak, tapi si pengemudi menolaknya.
“Kamu ini penakut sekali sih. Nih, aku nyalakan lampu kabutnya.” Kata Bayu pada Elan.
Hujan pun berhenti, tapi jalanan tetap berkabut. Tak lama kemudian, dari arah yang berlawanan muncul sebuah mobil. Pengemudinya membunyikan klakson dan menurunkan kaca depan.
“Hey, kalian mau kemana?” Tanya bapak tersebut.
“Kami mau ke kota Kalér.” Jawab Bayu.
“Jangan lewat sini, saya juga balik arah, mau lewat jalan bawah saja, biarlah macet juga.”
“Terimakasih pak, tapi kami akan tetap lewat sini, lebih asyik daripada harus bermacet-macetan ditengah kota.”
“Ouh... yasudah, saya cuman ngasih saran.”
Kembali ke perjalanan, mereka mendapati sebuah mobil yang berhenti di pinggir jalan. Semua lampu seinnya menyala kelap-kelip.
“Maaf pak, mobilnya kenapa? Apa ada yang bisa kami bantu?” Tanya Bayu.
“Oh tidak, tidak apa-apa, tadi hanya mogok sebentar, lalu istirahat sejenak. Ini juga mau berangkat lagi.”
“Syukur kalau begitu.”
“Mmm... kalian mau kesana ya, kota Kalér?”
“Iya pak, ini kami baru lulus SMA, mau ngerayain di rumah teman kami.”
“Jangan lewat sana, makanya ini saya juga balik arah.”
“Memangnya kenapa pak?”
“Ya jangan saja, tadi saya ketemu orang sini, katanya bahaya kalo lewat sini sendirian, apalagi sekarang cuacanya hujan.”
“Tapi kami ada 7 orang pak?”
“Maksudnya, kendaraannya jangan sendirian, baiknya banyakan seperti konvoi, atau minimal 3 mobil.”
Bapak itupun kemudian berlalu.
Karena merasa aneh, Elan menyarankan Bayu untuk berbalik arah saja dan menggunakan jalan bawah, tapi ditolak.
“Kenapa harus merasa aneh, dan kenapa pula harus balik arah, terus mengambil jalan bawah?”
Di pertengahan jalan, mereka menemukan sebuah warung, kemudian berhenti untuk membeli rokok.
“Hanya kalian dalam satu mobil?” Tanya seorang ibu pemilik warung tersebut.
“Ya...”
“Sebaiknya kalian tidak lewat sini, balik arah dan ambil jalan lain. Sangat berbahaya, apalagi sekarang berkabut dan hujan.”
Bayu menggaruk-garuk kepalanya, “Bu, sebenarnya ada apa? Sebelumnya saya sudah bertemu dua orang bapak-bapak, mereka mengatakan hal yang sama pada kami.”
“Ya, tadi suami saya juga baru memberitahu seorang bapak-bapak yang menggunakan mobil sedan merah.”
“Sebenarnya ada apa sih bu?”
Ibu itu berwajah datar. Tanpa menatap Bayu, dia merapi-rapikan dagangannya.
“Aku tidak mengerti dengan mereka semua, sebenarnya ada apa?” Keluh Bayu.
“Bay, sebaiknya kita balik arah saja. Aku merasa ada yang tidak beres dengan tempat ini.” Kata Elan.
“Ah, sepertinya kamu juga terbawa omongan orang-orang tadi.”
“Kalau kamu takut kegelapan, keterlaluan, kita kan bersama-sama? Kalau sendirian wajar. Yasudah kita bersama-sama saja menuju kegelapan, hahaha!”
Mereka sampai pada tanjakan yang cukup panjang. Tiba-tiba hujan turun mengguyuri mereka.
“Weuh, makin gelap saja...” kata Elan.
Lampu kabut tetap tidak mampu untuk menembus tirai air yang menghalangi pandangan. Laju mereka menjadi melambat. Jam di dasbor menunjukkan pukul 16.50.
Setelah itu, jalanan menurun.
“Hati-hati Bay... santai saja.” Kata Elan gemetaran.
“Ya aku tahu, ini juga santai!”
Di akhir turunan, mereka mendapati pepohonan rimbun di sebelah kiri jalan yang membuat kegelapan.
Tiba-tiba Elan berteriak, “Bay, belok kiri, itu jalannya kesana, belok, belok!” Sambil menunjuk ke pepohonan tadi.
Bayu meliuk ke kiri, tapi mobil langsung menukik ke bawah, jatuh menuju kegelapan. Semuanya hanya bisa berteriak meminta tolong. Jam di dasbor menunjukkan pukul 17.00.
Setelah itu suara-suara teriakan tersebut berhenti, menyisakan suara hujan dan beberapa hewan yang menjadi saksi bisu.
Karena jarak pandang yang terbatas, salah seorang dari mereka menyuruh untuk menepi sejenak, tapi si pengemudi menolaknya.
“Kamu ini penakut sekali sih. Nih, aku nyalakan lampu kabutnya.” Kata Bayu pada Elan.
Hujan pun berhenti, tapi jalanan tetap berkabut. Tak lama kemudian, dari arah yang berlawanan muncul sebuah mobil. Pengemudinya membunyikan klakson dan menurunkan kaca depan.
“Hey, kalian mau kemana?” Tanya bapak tersebut.
“Kami mau ke kota Kalér.” Jawab Bayu.
“Jangan lewat sini, saya juga balik arah, mau lewat jalan bawah saja, biarlah macet juga.”
“Terimakasih pak, tapi kami akan tetap lewat sini, lebih asyik daripada harus bermacet-macetan ditengah kota.”
“Ouh... yasudah, saya cuman ngasih saran.”
***
Kembali ke perjalanan, mereka mendapati sebuah mobil yang berhenti di pinggir jalan. Semua lampu seinnya menyala kelap-kelip.
“Maaf pak, mobilnya kenapa? Apa ada yang bisa kami bantu?” Tanya Bayu.
“Oh tidak, tidak apa-apa, tadi hanya mogok sebentar, lalu istirahat sejenak. Ini juga mau berangkat lagi.”
“Syukur kalau begitu.”
“Mmm... kalian mau kesana ya, kota Kalér?”
“Iya pak, ini kami baru lulus SMA, mau ngerayain di rumah teman kami.”
“Jangan lewat sana, makanya ini saya juga balik arah.”
“Memangnya kenapa pak?”
“Ya jangan saja, tadi saya ketemu orang sini, katanya bahaya kalo lewat sini sendirian, apalagi sekarang cuacanya hujan.”
“Tapi kami ada 7 orang pak?”
“Maksudnya, kendaraannya jangan sendirian, baiknya banyakan seperti konvoi, atau minimal 3 mobil.”
Bapak itupun kemudian berlalu.
Karena merasa aneh, Elan menyarankan Bayu untuk berbalik arah saja dan menggunakan jalan bawah, tapi ditolak.
“Kenapa harus merasa aneh, dan kenapa pula harus balik arah, terus mengambil jalan bawah?”
***
Di pertengahan jalan, mereka menemukan sebuah warung, kemudian berhenti untuk membeli rokok.
“Hanya kalian dalam satu mobil?” Tanya seorang ibu pemilik warung tersebut.
“Ya...”
“Sebaiknya kalian tidak lewat sini, balik arah dan ambil jalan lain. Sangat berbahaya, apalagi sekarang berkabut dan hujan.”
Bayu menggaruk-garuk kepalanya, “Bu, sebenarnya ada apa? Sebelumnya saya sudah bertemu dua orang bapak-bapak, mereka mengatakan hal yang sama pada kami.”
“Ya, tadi suami saya juga baru memberitahu seorang bapak-bapak yang menggunakan mobil sedan merah.”
“Sebenarnya ada apa sih bu?”
Ibu itu berwajah datar. Tanpa menatap Bayu, dia merapi-rapikan dagangannya.
“Aku tidak mengerti dengan mereka semua, sebenarnya ada apa?” Keluh Bayu.
“Bay, sebaiknya kita balik arah saja. Aku merasa ada yang tidak beres dengan tempat ini.” Kata Elan.
“Ah, sepertinya kamu juga terbawa omongan orang-orang tadi.”
“Kalau kamu takut kegelapan, keterlaluan, kita kan bersama-sama? Kalau sendirian wajar. Yasudah kita bersama-sama saja menuju kegelapan, hahaha!”
***
Mereka sampai pada tanjakan yang cukup panjang. Tiba-tiba hujan turun mengguyuri mereka.
“Weuh, makin gelap saja...” kata Elan.
Lampu kabut tetap tidak mampu untuk menembus tirai air yang menghalangi pandangan. Laju mereka menjadi melambat. Jam di dasbor menunjukkan pukul 16.50.
Setelah itu, jalanan menurun.
“Hati-hati Bay... santai saja.” Kata Elan gemetaran.
“Ya aku tahu, ini juga santai!”
Di akhir turunan, mereka mendapati pepohonan rimbun di sebelah kiri jalan yang membuat kegelapan.
Tiba-tiba Elan berteriak, “Bay, belok kiri, itu jalannya kesana, belok, belok!” Sambil menunjuk ke pepohonan tadi.
Bayu meliuk ke kiri, tapi mobil langsung menukik ke bawah, jatuh menuju kegelapan. Semuanya hanya bisa berteriak meminta tolong. Jam di dasbor menunjukkan pukul 17.00.
Setelah itu suara-suara teriakan tersebut berhenti, menyisakan suara hujan dan beberapa hewan yang menjadi saksi bisu.