graphe
New member
*Menjadikan sepeda sebagai gaya hidup di Indonesia sepertinya masih sebatas
angan-angan belaka. Padahal, selain mengurangi polusi dan kemacetan,
bersepeda membuat badan jadi bugar!*
Di Belanda, Inggris, dan Jepang, bersepeda sudah menjadi gaya hidup
masyarakat. Hampir di setiap jalan terlihat orang bersepeda. Pergi ke
kantor, sekolah, belanja, atau bersantai. Selain menjadi olahraga, sepeda
juga sudah menjadi alternatif alat transportasi.
Salah seorang rekan yang pernah bertugas di London, memilih sepeda sebagai
sarana transportasi sepulang ke Jakarta. "Lebih cepat dan lebih enak. Malah
bisa sambil menikmati pemandangan, " ujarnya.
Di Indonesia, sepertinya bersepeda belum jadi bagian dan hidup sehari-hari.
Dulu, di beberapa daerah seperti di Daerah Istimewa Yogyakarta, banyak orang
memanfaatkan sepeda untuk alat transportasi. Sayangnya, kini sepeda sudah
semakin tergeser oleh sepeda motor.
Di Jakarta, sepeda sebagai sarana transportasi sama artinya dengan bertarung
melawan mobil, motor, angkot, dan bus, yang suka kebut-kebutan. Juga
tentunya dengan polusi asap kendaraan bermotor. Sebetulnya ini bisa
direduksi dengan menggunakan masker, tetapi partikel dan polutan itu mungkin
saja masih bisa terisap.
Sebenarnya banyak orang di Indonesia yang gemar sepeda sedari kecil. Toto
Sugito salah satunya. Sejak kecil ia sangat senang bersepeda. Saat kuliah,
beberapa kali ia bersepeda untuk berkencan.
"Karena saya* nggak* punya kendaraan. Yang saya punya hanya sepeda. Jadi, ya
pakai sepeda *ngapel-*nya, " kata direktur sebuah perusahaan konsultan
arsitektur ini.
Suatu saat lulusan Teknik Mesin ITB ini sakit lever. Dokter menyarankan agar
ia tak lagi bermain basket. Olahraga favoritnya sejak masa sekolah pun ia
tinggalkan.
Sembuh dari sakit lever, barulah ia menekuni *mountain bike* yang masih
terbilang *low impact*. Hampir setiap akhir pekan, berbagai tempat yang ada
"hutan kecil nya" didatangi dengan teman-teman sealiran untuk bersepeda
gunung. Setelah giat bersepeda, Toto merasakan tubuhnya makin bugar dan
sehat.
*Ditentang Istri*
Dari komunitas sepeda gunungnya ini kemudian digagas tradisi bersepeda ke
kantor yang diistilahkan sebagai *bike to work*. Jadilah penggemar basket
ini bersepeda ke kantor, mulai tahun 2004.
Walau tidak tiap hari, saat masih tinggal di Kota Wisata, Cibubur, Jakarta
Timur, ia bolak-balik ke kantornya di Tebet, naik sepeda. "Kalau naik mobil
bisa 2 jam. Dengan sepeda hanya 1,5 jam, kata ayah tiga anak ini.
Rute yang dilalui yaitu Kota Wisata-Ciangsana- Cilangkap- TMII-Halim atau
Kramat Jati- MT Haryono atau Cililitan-Tebet. "*Nggak* capek. Itu hanya
masalah kebiasaan saja dan semangat. Mesti dicoba dulu untuk merasakan
enaknya," katanya. Sekarang ia dan keluarga tinggal di Tebet. Jadinya, pria
berusia 43 tahun ini mengakali jarak yang terlalu dekat itu dengan mengubah
rute bersepeda supaya lebih jauh. Rute yang dipllih, dari rumahnya ke arah
Kuningan. Di sana Toto menyempatkan diri berenang dulu. Setelah itu sepeda
digenjot lagi menuju arah Pancoran dan berakhir di kantor.
Mulanya, niat bersepeda ke kantor sempat ditentang oleh istrinya, seorang
dokter gigi yang punya spesialisasi di bidang kesehatan masyarakat. Sang
istri mengkhwatirkan polusi udara yang sudah jelek di Jakarta.
Toto berusaha meyakinkan istrinya dengan mengatakan kalau ia menggunakan
masker. "Berapa persen masker tersebut dapat mengurangi polutan yang masuk?"
ucap Toto menirukan tanggapan istrinya.
Perkataan istrinya tersebut ada benarnya. Ia tak menutup mata kalau masih
ada polutan yang terhirup, walau jumlahnya tidak terlalu banyak. Untuk
itulah, ia pun memesan masker berkualitas sangat baik dari London via
Internet.
Selain masker, alasan mengurangi polusi pun digunakan untuk meyakinkan
istrinya. "Kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi? Ini 'kan juga untuk
anak-cucu kita," ujar Toto mengutarakan hal tersebut.
Walau sudah tak banyak berkomentar tentang kesenangan Toto bersepeda ke
kantor, istrinya masih belum berani ikut bersepeda. Malah anak sulungnya
yang bersekolah di Kanisius mulai ikutan bersepeda. Meski tak teratur,
beberapa kali anaknya bersepeda ke sekolahnya yang terletak di Menteng.
*Berhasil Diracuni*
Bersepeda ke kantor tak hanya didominasi kaum laki-laki. Perempuan juga bisa
melakukannya. Seperti yang dijalani Nining. Sebelumnya, bersepeda ke kantor
hanya sebatas angan-angan saja.
Angan-angan itu muncul saat Nining sedang naik bus ke kantor dan terjebak
macet. Sempat terbersit dalam pikiran Nining, "Enak kali ya, naik sepeda ke
kantor."
Pikiran aneh itu segera ia enyahkan karena kemudian hal lain muncul dalam
benaknya. "Kalau naik sepeda berarti mesti bawa baju ganti terus mandi. Duh,
males juga," ucap Nining.
Namun, dua tahun kemudian, keinginan untuk bersepeda muncul lagi. Waktu itu,
Februari 2006, ia melihat komunitas pekerja bersepeda di televisi. Nining
pun teringat akan keinginannya. Selang beberapa lama, saat dibonceng motor
oleh adiknya, ia melihat seorang yang sedang asyik bersepeda melintas di
sampingnya. Ini dilihatnya selama beberapa hari berturut-turut. "Dan
ternyata, orang itu satu kantor dengan saya," ujar editor komik ini. Teman
barunya yang bernama - Joseph itu pun lantas meracuni Nining untuk mulai
bersepeda ke kantor. Dua minggu kemudian, ia diajak Joseph menemani salah
seorang teman lainnya untuk membeli sepeda di Ciputat.
"Waktu itu, nggak tahu kenapa saya pamit sama ibu mau beli sepeda. Eh, nggak
tahunya saya diracunin lagi dan akhirnya memang beli sepeda, komplet,"
ungkap perempuan berusia 37 tahun ini seraya tertawa.
Total Rp 1,7 juta dikeluarkan untuk membayar sepeda rakitan, pompa, helm.
Pokoknya komplet.
Baru dua hari kemudian Nining membulatkan tekad untuk berangkat ke kantor
naik sepeda. Jarak dari rumahnya di Lebak Bulus ke kantornya di Palmerah
ditempuh dalam waktu 50 menit.
Di sepanjang jalan, ia bisa melambaikan tangan pada kemacetan. "Ya, lumayan.
Sayangnya, gara-gara naik sepeda, di kantor seharian saya ngantuk berat,"
katanya. Untungnya, kali kedua ia bersepeda, badannya sudah kembali normal.
Ia tidak mengantuk.
Setelah rutin bersepeda ke kantor, Nining mengaku tubuhnya terasa lebih
bugar dan enteng. Ia memang belum mengukur berat badannya turun seberapa
banyak. "Tetapi, celana saya banyak yang longgar. Kata teman-teman, saya
terlihat kurus," ujarnya.
Sekarang, paling tidak tiga kali seminggu Nining bersepeda ke kantor.
Beberapa kali ia bersama Joseph, tetapi kadang kala mesti bersepeda sendiri.
Kalau sendirian, biasanya telinganya dijejali musik yang keluar dari pemutar
MP3.
"Lebih enak, bisa nyanyi-nyanyi sendiri," katanya. Nining mengaku masih suka
bandel. "Kadang-kadang saya nggak pakai masker. Karena kebiasaan saja kali,
ya. Masker tuh kadang bikin ngos-ngosan, jadi malah saya gantungkan di
leher. Kalau banyak asap, baru saya pakai. Ya, s?ya tahu, nggak bagus sih"
tuturnya.
Untuk itu, sedapat mungkin ia menghindari asap kendaraan bermotor yang
ngebul, dengan tidak berada di belakang bus atau motor. Saat ini Nining
sedang belajar mengganti ban sendiri. "Biar nggak ngrepotin orang kalau ban
kempes," ucapnya.
Kalau mereka sudah menjadikan sepeda sebagai bagian dari gaya hidup, kapan
giliran Anda? Jika setengah saja dari kita beralih ke sepeda, dijamin
kemacetan dan polusi di kota bakal turun, Yuk, mulai bersepeda! @ Diana
Yunita Sari
*Alamat Sekretariat Bike to Work*:
JI. Duren Tiga Barat No.5
Mampang Prapatan - Jakarta 12760
Telp. (021) 915-1923, Faks. (021) 791-80944
E-mail: info@b2w-indonesia. org
Mailing list: http://yahoogroups. com/group/ b2w-indonesia
Website: http://www.b2w- indonesia. org
angan-angan belaka. Padahal, selain mengurangi polusi dan kemacetan,
bersepeda membuat badan jadi bugar!*
Di Belanda, Inggris, dan Jepang, bersepeda sudah menjadi gaya hidup
masyarakat. Hampir di setiap jalan terlihat orang bersepeda. Pergi ke
kantor, sekolah, belanja, atau bersantai. Selain menjadi olahraga, sepeda
juga sudah menjadi alternatif alat transportasi.
Salah seorang rekan yang pernah bertugas di London, memilih sepeda sebagai
sarana transportasi sepulang ke Jakarta. "Lebih cepat dan lebih enak. Malah
bisa sambil menikmati pemandangan, " ujarnya.
Di Indonesia, sepertinya bersepeda belum jadi bagian dan hidup sehari-hari.
Dulu, di beberapa daerah seperti di Daerah Istimewa Yogyakarta, banyak orang
memanfaatkan sepeda untuk alat transportasi. Sayangnya, kini sepeda sudah
semakin tergeser oleh sepeda motor.
Di Jakarta, sepeda sebagai sarana transportasi sama artinya dengan bertarung
melawan mobil, motor, angkot, dan bus, yang suka kebut-kebutan. Juga
tentunya dengan polusi asap kendaraan bermotor. Sebetulnya ini bisa
direduksi dengan menggunakan masker, tetapi partikel dan polutan itu mungkin
saja masih bisa terisap.
Sebenarnya banyak orang di Indonesia yang gemar sepeda sedari kecil. Toto
Sugito salah satunya. Sejak kecil ia sangat senang bersepeda. Saat kuliah,
beberapa kali ia bersepeda untuk berkencan.
"Karena saya* nggak* punya kendaraan. Yang saya punya hanya sepeda. Jadi, ya
pakai sepeda *ngapel-*nya, " kata direktur sebuah perusahaan konsultan
arsitektur ini.
Suatu saat lulusan Teknik Mesin ITB ini sakit lever. Dokter menyarankan agar
ia tak lagi bermain basket. Olahraga favoritnya sejak masa sekolah pun ia
tinggalkan.
Sembuh dari sakit lever, barulah ia menekuni *mountain bike* yang masih
terbilang *low impact*. Hampir setiap akhir pekan, berbagai tempat yang ada
"hutan kecil nya" didatangi dengan teman-teman sealiran untuk bersepeda
gunung. Setelah giat bersepeda, Toto merasakan tubuhnya makin bugar dan
sehat.
*Ditentang Istri*
Dari komunitas sepeda gunungnya ini kemudian digagas tradisi bersepeda ke
kantor yang diistilahkan sebagai *bike to work*. Jadilah penggemar basket
ini bersepeda ke kantor, mulai tahun 2004.
Walau tidak tiap hari, saat masih tinggal di Kota Wisata, Cibubur, Jakarta
Timur, ia bolak-balik ke kantornya di Tebet, naik sepeda. "Kalau naik mobil
bisa 2 jam. Dengan sepeda hanya 1,5 jam, kata ayah tiga anak ini.
Rute yang dilalui yaitu Kota Wisata-Ciangsana- Cilangkap- TMII-Halim atau
Kramat Jati- MT Haryono atau Cililitan-Tebet. "*Nggak* capek. Itu hanya
masalah kebiasaan saja dan semangat. Mesti dicoba dulu untuk merasakan
enaknya," katanya. Sekarang ia dan keluarga tinggal di Tebet. Jadinya, pria
berusia 43 tahun ini mengakali jarak yang terlalu dekat itu dengan mengubah
rute bersepeda supaya lebih jauh. Rute yang dipllih, dari rumahnya ke arah
Kuningan. Di sana Toto menyempatkan diri berenang dulu. Setelah itu sepeda
digenjot lagi menuju arah Pancoran dan berakhir di kantor.
Mulanya, niat bersepeda ke kantor sempat ditentang oleh istrinya, seorang
dokter gigi yang punya spesialisasi di bidang kesehatan masyarakat. Sang
istri mengkhwatirkan polusi udara yang sudah jelek di Jakarta.
Toto berusaha meyakinkan istrinya dengan mengatakan kalau ia menggunakan
masker. "Berapa persen masker tersebut dapat mengurangi polutan yang masuk?"
ucap Toto menirukan tanggapan istrinya.
Perkataan istrinya tersebut ada benarnya. Ia tak menutup mata kalau masih
ada polutan yang terhirup, walau jumlahnya tidak terlalu banyak. Untuk
itulah, ia pun memesan masker berkualitas sangat baik dari London via
Internet.
Selain masker, alasan mengurangi polusi pun digunakan untuk meyakinkan
istrinya. "Kalau tidak dimulai sekarang, kapan lagi? Ini 'kan juga untuk
anak-cucu kita," ujar Toto mengutarakan hal tersebut.
Walau sudah tak banyak berkomentar tentang kesenangan Toto bersepeda ke
kantor, istrinya masih belum berani ikut bersepeda. Malah anak sulungnya
yang bersekolah di Kanisius mulai ikutan bersepeda. Meski tak teratur,
beberapa kali anaknya bersepeda ke sekolahnya yang terletak di Menteng.
*Berhasil Diracuni*
Bersepeda ke kantor tak hanya didominasi kaum laki-laki. Perempuan juga bisa
melakukannya. Seperti yang dijalani Nining. Sebelumnya, bersepeda ke kantor
hanya sebatas angan-angan saja.
Angan-angan itu muncul saat Nining sedang naik bus ke kantor dan terjebak
macet. Sempat terbersit dalam pikiran Nining, "Enak kali ya, naik sepeda ke
kantor."
Pikiran aneh itu segera ia enyahkan karena kemudian hal lain muncul dalam
benaknya. "Kalau naik sepeda berarti mesti bawa baju ganti terus mandi. Duh,
males juga," ucap Nining.
Namun, dua tahun kemudian, keinginan untuk bersepeda muncul lagi. Waktu itu,
Februari 2006, ia melihat komunitas pekerja bersepeda di televisi. Nining
pun teringat akan keinginannya. Selang beberapa lama, saat dibonceng motor
oleh adiknya, ia melihat seorang yang sedang asyik bersepeda melintas di
sampingnya. Ini dilihatnya selama beberapa hari berturut-turut. "Dan
ternyata, orang itu satu kantor dengan saya," ujar editor komik ini. Teman
barunya yang bernama - Joseph itu pun lantas meracuni Nining untuk mulai
bersepeda ke kantor. Dua minggu kemudian, ia diajak Joseph menemani salah
seorang teman lainnya untuk membeli sepeda di Ciputat.
"Waktu itu, nggak tahu kenapa saya pamit sama ibu mau beli sepeda. Eh, nggak
tahunya saya diracunin lagi dan akhirnya memang beli sepeda, komplet,"
ungkap perempuan berusia 37 tahun ini seraya tertawa.
Total Rp 1,7 juta dikeluarkan untuk membayar sepeda rakitan, pompa, helm.
Pokoknya komplet.
Baru dua hari kemudian Nining membulatkan tekad untuk berangkat ke kantor
naik sepeda. Jarak dari rumahnya di Lebak Bulus ke kantornya di Palmerah
ditempuh dalam waktu 50 menit.
Di sepanjang jalan, ia bisa melambaikan tangan pada kemacetan. "Ya, lumayan.
Sayangnya, gara-gara naik sepeda, di kantor seharian saya ngantuk berat,"
katanya. Untungnya, kali kedua ia bersepeda, badannya sudah kembali normal.
Ia tidak mengantuk.
Setelah rutin bersepeda ke kantor, Nining mengaku tubuhnya terasa lebih
bugar dan enteng. Ia memang belum mengukur berat badannya turun seberapa
banyak. "Tetapi, celana saya banyak yang longgar. Kata teman-teman, saya
terlihat kurus," ujarnya.
Sekarang, paling tidak tiga kali seminggu Nining bersepeda ke kantor.
Beberapa kali ia bersama Joseph, tetapi kadang kala mesti bersepeda sendiri.
Kalau sendirian, biasanya telinganya dijejali musik yang keluar dari pemutar
MP3.
"Lebih enak, bisa nyanyi-nyanyi sendiri," katanya. Nining mengaku masih suka
bandel. "Kadang-kadang saya nggak pakai masker. Karena kebiasaan saja kali,
ya. Masker tuh kadang bikin ngos-ngosan, jadi malah saya gantungkan di
leher. Kalau banyak asap, baru saya pakai. Ya, s?ya tahu, nggak bagus sih"
tuturnya.
Untuk itu, sedapat mungkin ia menghindari asap kendaraan bermotor yang
ngebul, dengan tidak berada di belakang bus atau motor. Saat ini Nining
sedang belajar mengganti ban sendiri. "Biar nggak ngrepotin orang kalau ban
kempes," ucapnya.
Kalau mereka sudah menjadikan sepeda sebagai bagian dari gaya hidup, kapan
giliran Anda? Jika setengah saja dari kita beralih ke sepeda, dijamin
kemacetan dan polusi di kota bakal turun, Yuk, mulai bersepeda! @ Diana
Yunita Sari
*Alamat Sekretariat Bike to Work*:
JI. Duren Tiga Barat No.5
Mampang Prapatan - Jakarta 12760
Telp. (021) 915-1923, Faks. (021) 791-80944
E-mail: info@b2w-indonesia. org
Mailing list: http://yahoogroups. com/group/ b2w-indonesia
Website: http://www.b2w- indonesia. org