singthung
New member
Bhimasena J?taka
"Kamu yang menyombongkan kegagahanmu."
"Kamu yang menyombongkan kegagahanmu."
Kisah ini diceritakan oleh Sang Bhagava ketika berada di Jetavana, berkenaan dengan seorang bhikkhu yang sombong di dalam persaudaraan Sangha.
Diceritakan bahwa ia biasa bersama-sama dengan para bhikkhu dari berbagai usia, dan memperdayai orang lain dengan bualannya tentang garis keturunan mulianya.
"Ah, Para bhikkhu," katanya, "Tiada keluarga yang semulia keluargaku, keluarga yang tiada bandingannya."
Saya adalah salah satu turunan dari silsilah keluarga kerajaan yang tertinggi, tiada seorangpun yang bisa menyamai garis keturunanku, benar-benar tiada habisnya semua emas, perak dan harta lainnya yang kami miliki. Budak-budak dan para pekerja kasar kami diberi makan nasi dan daging, dan dipakaikan kain Benares yang terbaik, dengan parfum Benares terbaik untuk membuat tubuh mereka wangi. Sedangkan aku, karena telah bergabung dalam Sangha, harus memuaskan diri dengan makanan yang tak sedap dan pakaian yang kotor.
Tetapi pertapa yang lainnya, setelah menyelidiki asal-usul keadaan keluarganya, mengungkapkan kepada para bhikkhu kebohongannya. Kemudian para bhikkhu berkumpul di Dhammasala, dan membicarakan tentang bagaimana bhikkhu itu memperdaya Sangha dengan bualan-bualannya daripada membicarakan tentang ucapannya bahwa untuk meninggalkan kehidupan duniawi dan hanya tertuju kepada Kebenaran Sejati. Ketika mereka sedang membicarakan hal itu, Sang Bhagava masuk dan menanyakan apa yang sedang mereka diskusikan. Dan mereka memberitahukan kepada Sang Bhagava. "Ini bukanlah pertama kalinya, Para bhikkhu," kata Sang Bhagava, "Bahwa ia telah membual; hingga kehidupannya yang sekarang juga ia masih menyombongkan diri dan menipu orang."
Berikut kisah masa lampaunya.
Pada suatu ketika, Brahmadatta memerintah di Benares. Pada saat itu Sang Bodhisatta dilahirkan sebagai seorang Brahma di kota besar, bagian utara dari negara. Dan pada saat dewasa, ia belajar di bawah naungan seorang guru yang terkenal di Takkasila. Di sana ia belajar tiga veda dan delapan belas cabang ilmu pengetahuan dan menyelesaikan pendidikannya. Ia terkenal sebagai pahlawan "Pemanah Kecil." Setelah meninggalkan Takkasila, ia menuju ke negara Andhra untuk mencari pengalaman. Pada masa kelahiran ini Sang Bodhisatta adalah seseorang yang bertubuh kecil dan pendek. Ia berpikir, "Jika saya berpenampilan seperti ini, pasti sang raja akan menanyakan pekerjaan apa yang cocok bagi seseorang yang bertubuh pendek dan kecil. Kenapa tidak saya minta seseorang yang tinggi dan kekar sebagai penggantiku dan menghasilkan penghasilan di balik penampilannya yang mengesankan?" Kemudian ia menghampiri suatu tempat, di mana ada seorang penenun di sana yang berbadan besar bernama Bhimasena dan ia menanyakan nama tukang penenun itu.
"Bhimasena adalah namaku." kata tukang penenun itu. "Dan apa yang membuatmu seorang yang berbadan kekar melakukan pekerjaan yang tak pantas ini, berdagang."
"Karena saya tidak ada pekerjaan yang lainnya." Jawab tukang penenun itu.
"Tenun sudah tidak pada jamannya lagi, temanku. Di seluruh daratan tidak ada pemanah sebaik aku, tapi sang raja akan memarahiku karena aku pendek. Demikian kamu, teman, seharusnya kamu membanggakan kegagahanmu dengan panah dan sang raja akan membayarmu dan memperkerjakanmu. Sedangkan aku yang mengerjakan semua tugas-tugas yang diberikan kepadamu sehingga dapat mendapatkan penghasilan. Dalam hal ini kita berdua akan kaya dan makmur. Hanya dengan melakukan apa yang saya katakan kepadamu."
"Baiklah" Kata sang penenun.
Sesuai rencana, Sang Bodhisatta mengajak penenun itu bersama-sama ke kota Benares. Sang Bodhisatta dengan menyandang busur di depan dan anak panah di belakang, ia berpura-pura sebagai kurir pembawa panah. Ketika ia tiba di gerbang pintu raja, Bhimasena menyuruhnya menyampaikan kedatangannya kepada raja. Setelah diperintah untuk memasuki ruang kerajaan, keduanya masuk dan memberi hormat kepada raja.
"Ada keperluan apa?" kata sang raja.
"Saya adalah pemanah yang ulung," kata Bhimasena.
"Pemanah tiada duanya di daerah ini."
"Berapa upah yang kamu minta untuk melayaniku?"
"Seratus keping, Tuan."
"Apakah orang ini adalah temanmu."
"Ia adalah kurirku, Tuan."
"Baiklah, layanilah aku."
Demikianlah Bhimasena melayani raja tetapi Sang Bodhisattalah yang melakukan semuanya. Belakangan ini ada seekor macan di hutan, Kasi, yang mengganggu jalan menuju kerajaan dan telah memakan banyak korban. Ketika berita ini sampai di telinga raja, ia menyuruh Bhimasena untuk menangkap macan itu.
"Bagaimana mungkin saya dijuluki pemanah ulung jika tidak dapat menangkap seekor macan?" Raja memberinya hadiah dan menyuruhnya langsung menuju ke tempat kejadian. Bhimasena pulang dan memberitahu Sang Bodhisatta.
"Baiklah," kata Sang Bodhisatta, "Pergilah, temanku."
"Tapi tidakkah kamu ikut besertaku juga?"
"Tidak, Saya tidak pergi bersamamu, tapi Saya akan memberitahumu rencana."
"Tolong beritahukan, temanku."
"Baik, janganlah kamu terburu-buru dan mendatangi sarang macan sendirian.Yang harus kamu lakukan adalah mengumpulkan orang-orang yang kuat mengepung tempat itu dengan seribu atau dua ribu panah. Ketika kamu tahu bahwa macan itu sedang terbangun, kamu bersembunyi di semak-semak. Para penduduk akan membunuh macan itu dan begitu ia sudah benar-benar mati, hampirilah macan yang mati kemudian ancamlah orang yang membunuh macan itu. Dengan melihat macan yang mati itu, kamu menggertak dengan berkata, `Siapa yang membunuh sang macan?' Saya bermaksud untuk menangkapnya dengan seorang mata-mata untuk raja. Saya harus tahu siapa yang membunuh macan itu sebelum saya kembali dengan mata-mataku. Kemudian penduduk setempat akan sangat ketakutan dan akan menyuapmu supaya untuk tidak melaporkan mereka kepada raja. Kamu akan terkenal dengan membunuh macan, dan raja akan memberimu banyak uang."
"Bagus sekali," kata Bhimasena.
Kemudian ia berangkat dan membunuh macan itu sesuai dengan rencana Bodhisatta. Setelah mengamankan jalan sehingga aman bagi para pengguna jalan, ia kembali beserta banyak pengikut ke Benares dan memberi tahu kepada raja, "Saya telah membunuh macan itu, Tuan, hutan itu sekarang aman bagi para pengguna jalan."
Merasa puas akan kerja Bhimasena, dan memberinya banyak hadiah.
Pada suatu hari, terdengarlah berita bahwa di jalan tertentu diserang oleh seekor banteng dan sang raja mengutus Bhimasena untuk membunuhnya. Dengan mengikuti petunjuk Bodihsatta, ia membunuh banteng itu dengan cara yang sama untuk membunuh macan. Lalu, ia kembali ke hadapan raja dan sekali lagi mendapat banyak uang. Ia seorang bangsawan sekarang. Terpengaruh akan kedudukan dan jabatan, ia memperlakukan Sang Bodhisatta dengan rasa jijik dan memaki-maki Sang Bodhisatta. "Saya dapat bekerja tanpa dirimu. Kamu pikir tiada orang lain selain dirimu sendiri?" makinya. Ini adalah salah satu dari sekian kata-kata makiannya yang dikatakan kepada Sang Bodhisatta.
Beberapa hari yang akan datang, seorang raja yang kejam beserta pasukannya datang ke Benares dan mengirim pesan kepada raja dengan tujuan mengancam raja untuk menyerahkan kerajaannya atau berperang. Dan raja Benares mengutus Bhimasena untuk bertarung dengannya. Kemudian Bhimasena bersiap-siap; dengan mengenakan baju perang, mempersenjatai dirinya dengan senjata yang lengkap dan mengendarai gajah perang. Sang Bodhisatta memperingati Bhimasena, bahwa ia mungkin terbunuh. Ia juga ikut dalam medan perang dan berada di belakang Bhimasena. Gajah melewati pintu gerbang kota dan berada di barisan depan perang. Pada saat terdengar drum perang pertama kali, Bhimasena gemetar ketakutan. "Jika kamu turun sekarang, kamu akan terbunuh," kata Sang Bodhisatta, dan Bhimasena mengikatkan tali sekitarnya kuat-kuat guna mencegahnya jatuh dari gajah. Tapi pemandangan perang memberi kesan bagi Bhimasena, dan perasaan takutnya begitu kuat sehingga ia memegang punggung gajah.
"Ah," kata Sang Bodhisatta, "Keadaan sekarang tidak cocok dengan keadaan masa lalu. Kamu mempengaruhi para pahlawan, sekarang kegagahanmu hilang dengan memegang erat punggung gajah yang kamu kendarai."
Dan ia mengucapkan kata-kata berikut:
Kamu membanggakan kegagahanmu dan bualanmu yang nyaring;
Kamu bersumpah bahwa kamu akan melenyapkan musuh!
Tapi apakah kamu teguh, ketika berhadapan dengan musuhmu,
Buanglah perasaan takutmu, Tuan.
Ketika Sang Bodhisatta telah selesai dengan ejekannya, ia berkata, "Tapi janganlah kamu takut, temanku. Tidakkah saya di sini untuk melindungimu?" Kemudian ia menyuruh Bhimasena turun dan pulang.
"Dan sekarang saatnya untuk memenangkan perang hari ini," kata Sang Bodhisatta, berteriak seiring dengan berlangsung perang. Setelah sampai di kemah raja, ia menarik raja itu dan membawanya hidup-hidup ke Benares. Dengan penuh sukacita, Ia diberi gelar kebangsawanan atas jasa-jasaNya. Sejak itu di India terkenal akan pahlawan Pemanah Kecil. Ia memberi hadiah kepada Bhimasena dan menyuruhnya pulang ke kampung halamannya, sedangkan Ia sendiri terkenal akan kemurahan hati dan semua pekerjaan yang diselesaikan dengan baik.
"Demikianlah, para Bhikkhu," kata Sang Bhagava, "Ini bukanlah pertama kalinya saudara ini telah menjadi seorang pembual, ia masih saja sama sampai kehidupan yang sekarang ini." Dhamma telah selesai dibabarkan dan ia menunjukkan hubungan dan mengidentifikasikan kelahiran dengan berkata, "Saudara pembual ini adalah Bhimasena pada masa lampau dan Saya sendiri adalah Pahlawan Pemanah Kecil."