JAKARTA--MIOL: Pemerintah daerah (pemda) diminta tidak memasukkan biaya berobat untuk orang miskin ke komponen pendapatan asli daerah (PAD).
Hal itu menjadi salah satu kesimpulan rapat kerja Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadillah Supari dengan Panitia Ad Hoc (PAH) III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Senin (26/2).
''PAH III dan Menkes sepakat bahwa dalam rangka pemberian layanan kesehatan untuk keluarga miskin tidak dimasukkan sebagai komponen PAD dalam APBD,'' ujar Wakil Ketua PAH III Faisal Mahmud membacakan kesimpulan itu.
Menkes menyetujui kesimpulan tersebut karena saat ini masih banyak pemda yang menjadikan rumah sakit umum daerah (RSUD) sebagai sumber pendapatan PAD. Selain itu, banyak daerah yang tetap memasukkan biaya yang dibayar dengan asuransi kesehatan orang miskin (askeskin) kepada rumah sakit ke pendapatan asli daerah. ''Saya tidak punya data persis jumlahnya. Namun, itu masih banyak terjadi di daerah-daerah.''
Bila itu terus dibiaskan, dana askeskin tidak seluruhnya sampai ke masyarakat. ''Makanya kita imbau pemda untuk tidak memasukkan askeskin ke PAD. Kenyataan selama ini, selain RSUD, puskesmas malah juga diharuskan nyetor ke PAD.''
Untuk tindak lanjut pengaturan masalah itu, menurut Siti, Depkes telah berbicara dengan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) untuk mengatur PAD.
Sementara itu, KH Nuruddin A Rahman, anggota DPD Jawa Timur, mempertanyakan kemungkinan pengelolaan dana askeskin dipindahkan ke daerah. ''Banyak rumah sakit di daerah yang mengeluh karena klaim askeskin lama cairnya. Apa tidak mungkin diotonomikan agar memudahkan pencairan?''
Menkes tetap menolak pengelolaan askeskin dialihkan ke daerah karena dikhawatirkan rawan korupsi. Menurutnya, sistem askeskin yang diterapkan saat ini lebih menjamin transparansi dan akuntabilitas.
Pembayaran seret
Salah satu kasus yang menggambarkan rumah sakit harus menjadi sumber PAD terjadi di Solo. RSUD Dr Moewardi Solo, Jawa Tengah, saat ini mendesak PT Askes untuk segera mencairkan askeskin sejak Oktober tahun lalu hingga Januari 2007, sekitar Rp11 miliar. Rata-rata setiap bulannya klaim yang diajukan RSUD Dr Moewardi ke PT Askeskin sebesar Rp2,9 miliar.
Seretnya pembayaran askeskin itu menyebabkan RSUD Dr Moewardi sampai saat ini belum bisa membayar jasa dokter hingga petugas kebersihan rumah sakit.
''Belum ada kejelasan kapan cairnya askeskin ini. Sungguh membuat manajemen RSUD Dr Moewardi kerepotan sekali. Mudah-mudahan tidak lama lagi bisa cair,'' ujar Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medik RSUD Dr Moewardi Tri Lastiti Widowati kepada Media Indonesia, Selasa (27/2).
Dia paparkan, dengan tunggakan klaim asuransi dari PT Askes sebesar Rp11 miliar lebih itu, pihaknya tidak mampu memberikan setoran ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebagai pemilik.
Lastiti menambahkan, tunggakan klaim askeskin meliputi pembayaran obat untuk pihak ketiga, jasa medik dokter dan perawat, penggunaan alat-alat kesehatan hingga akomodasi pasien seperti kamar rawat inap dan makan.
''Untungnya, untuk obat-obatan kami memakai outsourcing karena kerja sama dengan Kimia Farma. Tetapi klaim Kimia Farma juga belum dibayar sampai sekarang.''
Sementara itu, Kepala PT Askeskin Cabang Solo Handaryono mengaku klaim askeskin untuk rumah-rumah sakit di Solo belum dibayarkan. Alasannya dana dari pemerintah pusat belum turun untuk klaim sejak Oktober 2006.
Tetapi lanjut dia, klaim yang diajukan RSUD Dr Moewardi baru Oktober dan November 2006. Sebaliknya, klaim askeskin Desember 2006 dan Januari 2007 belum diserahkan ke PT Askes. ''Pencairan askeskin ke rumah sakit langsung dari pusat. PT Askes cabang hanya mengurusi operasional,'' katanya.
Hal itu menjadi salah satu kesimpulan rapat kerja Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadillah Supari dengan Panitia Ad Hoc (PAH) III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) di Jakarta, Senin (26/2).
''PAH III dan Menkes sepakat bahwa dalam rangka pemberian layanan kesehatan untuk keluarga miskin tidak dimasukkan sebagai komponen PAD dalam APBD,'' ujar Wakil Ketua PAH III Faisal Mahmud membacakan kesimpulan itu.
Menkes menyetujui kesimpulan tersebut karena saat ini masih banyak pemda yang menjadikan rumah sakit umum daerah (RSUD) sebagai sumber pendapatan PAD. Selain itu, banyak daerah yang tetap memasukkan biaya yang dibayar dengan asuransi kesehatan orang miskin (askeskin) kepada rumah sakit ke pendapatan asli daerah. ''Saya tidak punya data persis jumlahnya. Namun, itu masih banyak terjadi di daerah-daerah.''
Bila itu terus dibiaskan, dana askeskin tidak seluruhnya sampai ke masyarakat. ''Makanya kita imbau pemda untuk tidak memasukkan askeskin ke PAD. Kenyataan selama ini, selain RSUD, puskesmas malah juga diharuskan nyetor ke PAD.''
Untuk tindak lanjut pengaturan masalah itu, menurut Siti, Depkes telah berbicara dengan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) untuk mengatur PAD.
Sementara itu, KH Nuruddin A Rahman, anggota DPD Jawa Timur, mempertanyakan kemungkinan pengelolaan dana askeskin dipindahkan ke daerah. ''Banyak rumah sakit di daerah yang mengeluh karena klaim askeskin lama cairnya. Apa tidak mungkin diotonomikan agar memudahkan pencairan?''
Menkes tetap menolak pengelolaan askeskin dialihkan ke daerah karena dikhawatirkan rawan korupsi. Menurutnya, sistem askeskin yang diterapkan saat ini lebih menjamin transparansi dan akuntabilitas.
Pembayaran seret
Salah satu kasus yang menggambarkan rumah sakit harus menjadi sumber PAD terjadi di Solo. RSUD Dr Moewardi Solo, Jawa Tengah, saat ini mendesak PT Askes untuk segera mencairkan askeskin sejak Oktober tahun lalu hingga Januari 2007, sekitar Rp11 miliar. Rata-rata setiap bulannya klaim yang diajukan RSUD Dr Moewardi ke PT Askeskin sebesar Rp2,9 miliar.
Seretnya pembayaran askeskin itu menyebabkan RSUD Dr Moewardi sampai saat ini belum bisa membayar jasa dokter hingga petugas kebersihan rumah sakit.
''Belum ada kejelasan kapan cairnya askeskin ini. Sungguh membuat manajemen RSUD Dr Moewardi kerepotan sekali. Mudah-mudahan tidak lama lagi bisa cair,'' ujar Wakil Direktur Bidang Pelayanan Medik RSUD Dr Moewardi Tri Lastiti Widowati kepada Media Indonesia, Selasa (27/2).
Dia paparkan, dengan tunggakan klaim asuransi dari PT Askes sebesar Rp11 miliar lebih itu, pihaknya tidak mampu memberikan setoran ke Pemerintah Provinsi Jawa Tengah sebagai pemilik.
Lastiti menambahkan, tunggakan klaim askeskin meliputi pembayaran obat untuk pihak ketiga, jasa medik dokter dan perawat, penggunaan alat-alat kesehatan hingga akomodasi pasien seperti kamar rawat inap dan makan.
''Untungnya, untuk obat-obatan kami memakai outsourcing karena kerja sama dengan Kimia Farma. Tetapi klaim Kimia Farma juga belum dibayar sampai sekarang.''
Sementara itu, Kepala PT Askeskin Cabang Solo Handaryono mengaku klaim askeskin untuk rumah-rumah sakit di Solo belum dibayarkan. Alasannya dana dari pemerintah pusat belum turun untuk klaim sejak Oktober 2006.
Tetapi lanjut dia, klaim yang diajukan RSUD Dr Moewardi baru Oktober dan November 2006. Sebaliknya, klaim askeskin Desember 2006 dan Januari 2007 belum diserahkan ke PT Askes. ''Pencairan askeskin ke rumah sakit langsung dari pusat. PT Askes cabang hanya mengurusi operasional,'' katanya.