chavendish
New member
Permen Karet, Bubble Gum
Mengunyah permen karet (gum) yang bahan pemanisnya xilitol. Xilitol (C5H12O5 ) merupakan kelompok gula alkohol yang dalam penelitian selama 25 tahun terakhir ini terbukti dapat mencegah karies/ kerusakan gigi. Untuk mengurangi paparan (expose) gula baik sukrosa maupun glukosa, khususnya dari produk gula-gula (permen), kini telah ditawarkan bahan pemanis alami pelindung gigi, yaitu xilitol. Xilitol tidak dapat dimetabolisme oleh bakteri perusak gigi, maka senyawa asam tak diproduksi sehingga pH permukaan gigi terpelihara berada di atas 5,7.
Neil tetap mengunyah permen karet rasa blueberry yang sudah tidak berwarna blue lagi bahkan rasa berry nya pun tidak. Seringnya permen karet dikunyahnya selama setengah jam bahkan lebih. Juga tergantung suasana hatinya. Terkadang Neil terlampau semangat mengunyah sampai tidak sadar bahwa permen itu sudah tidak layak kunyah. Tidak jarang pula, permen karet tetap utuh berada di mulutnya, tidak dikunyah tidak pula di emut.
Sepotong artikel tentang permen karet yang didapatnya dari internet tadi siang membuatnya tersenyum lega.
“Mih, ini fakta tentang permen karet, baca dulu deh.” Ujar Neil seraya menyodorkan selembar artikel itu kepada Mamihnya.
Alis Mamih berkerut seraya mengamati artikel singkat berjudul Permen Karet,Bublle Gum.
“Jadi apa yang Mamih bilang tentang permen karet selama ini salah Mih. Sudah baca kan? Permen karet justru mencegah gigi Neil rusak Mih! Itu udah diteliti bahkan selama dua puluh lima tahun, bayangkan Mih, dua puluh lima tahun! Sejak Neil belum lahir itu. Apa Mamih masih nggak percaya? Jadi mamih tenang saja, hadiahku masih akan tujuh belas tahun lagi Mih. Undian dua puluh tahun, Ya Tuhan! Neil sangat senang! Mamih nggak perlu mengeluarkan uang untuk membelikan Neil permen karet. Bravo! Perusahaan itu baik sekali pada Neil. Hadiah yang tepat pada saat yang tepat pula.“
Mamih masih ceberut, ditingkahi polah Neil yang merajuk agar Mamih tidak jadi melarang ada permen karet di mulut Neil, di kamar Neil, di tas Neil, di saku Neil. Di hidup Neil!! Neil kesal bukan main, Mamihnya masih saja tidak merubah fatwa pengharaman permen karet bagi Neil. Sejak Neil memenangkan undian permen karet cuma-cuma selama dua puluh tahun, Mamih takut bahwa hidup Neil hanya benar-benar tentang permen karet.
“Mih! Baca nggak sih tadi?“
“Baca,” jawab Mamih datar.
“Mamih percaya kan bahwa selama ini tuh Mamih salah mengenai permen karet. Bubble gum is my life Mih!I can’t live without gum gum gum and gum!”
“Iya, tapi Mbak udah keterlaluan honey ku, boleh lah makan permen karet sehari dua atau tiga kali, nggak masalah. Nah, Mbak? Berapa kali coba?”
Neil terdiam sejenak, memikirkan jawaban apa yang bias meyakinkan Mamihnya, “banyak tapi nggak sepanjang hari Mih. Tanya aja Dek Ega, setelah sikat gigi, Neil nggak pernah makan lagi.”
Mamih merengkuh Neil untuk duduk dipelukannya, “Mbak, bagaimana kalau permen karet Mamih ganti sama main game sepanjang hari tiap akhir pekan? Mbak boleh main sepuasnya, gimana? “
Tawaran yang menggiurkan.Hmmm, maen sepuasnya?!!! Hmmm, boleh mencoba semua permainan? Bukankah itu juga hobby Neil. Hati kecil Neil bimbang. No gum?? Tidak mungkin!!!!! Neil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Neil nggak bisa Mih, jujur Mih itu tawaran yang sangat menyenangkan, tapi….without gum??? Haaaaaahhh,, Neil nggak bisa hidup Mih, sungguh.”
Mamih kembali cemberut. Rayuannya tidak berhasil meluluhkan Neil untuk meninggalkan puluhan permen karet setiap harinya. Setiap waktu Mamih melihat mulut Neil komat-kamit mengunyah permen karet, seolah-olah membaca mantra, mantra yang menyihir gadis kecilnya itu untuk terus dan terus mengunyah. Seolah mulut kecil Neil tidak pernah berhenti. Layaknya mesin yang digerakkan oleh listrik serupa robot, tidak pernah merasa capek.
“Mih, yang penting, permen karet nggak merusak gigi seperti yang Mamih bilang selama ini, Mamih tenang aja yah?“ rajuk Neil.
Mamih memeluk lengan mungil Neil, hatinya miris merasakan kurusnya lengan anak gadisnya yang beranjak lima belas.
“Tapi Mbak jadi susah makan, lihat ini tangan Mbak, kaki Mbak, duuuuhhhh anak Mamih kurus sekali.”
Neil tersenyum, “ya udah, kalau gitu sekarang Neil janji akan banyak makan! Neil akan makan semua yang Mamih taruh di piring Neil. Asalkan Mamih cabut larangan kejam itu.”
Kali ini gantian Mamih yang dilema. Neil mau makan apapun yang di taruhnya di piring??? Kedengarannya sangat menyenangkan melihat Neil mengunyah wortel, bayam, ataupun terung. Lega sekali jikalau Neil menyentuh tahu dan tempe, bukan sekedar nugget ataupun roti keju.A-ha! Alangkah nikmatnya melihat Neil menyantap pudding coklat nya bukan sekedar beberapa butir anggur ataupun strawberry.
“Gimana Mih? Neil janji akan makan!”
“Apapun yang Mamih sediakan untuk Mbak?“
Neil menganggukkan kepalanya.
“Kalau tidak mau makan berarti nggak akan ada permen karet untuk esok harinya?seharian penuh maksud Mamih!” lanjut Mamih, hmmm, lumayan lah, mungkin dengan kenyang makan, perut Neil kembung jika terus mengunyah permen karet.
Neil terdiam sejenak, berfikir tentang konsekuensi yang akan diterimanya jika melanggar kesepakatan dengan mamihnya. Neil tahu betul siapa Mamih. Tidak boleh sembarangan bilang deal sama Mamih, apalagi jika engkau ragu-ragu. Lebih baik jangan! Mamih lebih ketat di banding Guru BP di sekolah. Percayalah!
Pernah suatu ketika Neil melanggar kesepakatan dengan Mamihnya tentang Neil tidak boleh memakai telpon rumah diatas jam sepuluh malam. Hari itu, Neil sedang berusaha telpon Karina lantaran tidak sabar mendengar cerita tentang Donny, teman sekelas mereka yang memberikan lukisan Winnie the pooh di hari ulang tahun Karina. Alangkah marahnya Mamih ketika memergoki Neil sedang memegang gagang telpon, Kesepakatannya, Neil tidak boleh menggunakan telpon diatas jam sepuluh kecuali tiga hal, bayarannya, Neil mendapatkan ijin membawa permen karet ketika pergi les matematika. Pengecualiannya itu adalah, satu ; menelpon mamih ketika Mamih belum pulang kerumah, dua : menelpon dokter keluarga dan ketiga : menelpon Papih. Bagi Neil, pengecualian itu Cuma dua bukan tiga, karena pengecualian ketiga tidak akan pernah Neil lakukan! Papih sudah menyakiti Mamihnya, Papih diam-diam punya Mamih lagi diluar rumah. Akhirnya Mamih bercerai dengan papih, namun Neil heran kenapa Mamih bias memaafkan Papih, bahkan menyuruh Neil tetap memperlalukan dan mencintai Papih seperti dulu. Neil memilih tidak membuat kesepakatan apapun tentang hal itu dengan Mamihnya. Bahkan Neil sanggup menolak sekantung permen karet pemberian Papihnya! Permen karet kamu tahu??? Itu kan hidup Neil!
Neil heran, sepertiya setiap tingkannya, Mamih selalu tahu, apakah Mamih punya teropong disetiap sudut rumah?? Pertanyaaan itu sempat menggelayuti otaknya, namun semua itu tidak terbukti ketika Neil memutuskan mengecek setiap sudut rumahnya, tidak ada kamera atau CC TV di manapun!
“Mbak?”
“I-iya Mih!“
“Bagaimana?“
Neil akhirnya menganggukkan kepala, “Deal.”
Mamih tersenyum lega, “ayo makan malam honey ku.” Ujar Mamih seraya menarik lembut tangan Neil, menggiringnya menuju sayur bayam. Tadinya sayur itu untuk Ega, namun, gampanglah! Ega sedang di bawa jalan-jalan Papihnya, kemungkinan besar Ega pulang dalam keadaan tertidur pulas.
Neil menciut melihat sayur bayam yang dituang Mamih kedalam mangkuknya. Namun, begitu teringat kesepakatannya dengan mamih, Neil langsung memejamkan mata saat suapan pertamanya. Neil melewatkan senyum cantik terukir di bibir Mamihnya, lantaran Neil terus memejamkan mata sampai tidak ada sedikitpun tersisa bayam di mulutnya.
“Setelah ini ada pudding mangga Neil, besok sepertinya Mamih akan sangat senang membuatkanmu pudding vanilla, kemarin Ega minta, Mbak nggak keberatan kan pudding vanilla? Atau Mbak mau pudding lain?“
Neil menggelengkan kepalanya, “apa aja Mih.”
Belum selesai menghabiskan pudding, Ega muncul dalam gendongan Papih.
“Malam Neil, wah anak Papih makan enak nih!“ ujar Papih seraya menyerahkan Ega kedalam pelukan Mamih.
Neil tidak menyahut.
“Papih mau dong di bagi pudding nya? Rasa apa Mbak?” Tanya Papih seraya hendak membelai rambut Neil, namun Neil menangkis dengan tangan kirinya sambil memasang muka masam Neil menoleh kearah Papih.
“Neil bukan Ega yang nggak tahu apa-apa! Jangan dekat-dekat, neil nggak suka! Juga jangan sentuh Neil!” semprot Neil, meluap-luap amarah yang mengerikan.
“Mbak, jangan seperti itu bicara sama Papih.“ ujar mamih.
Papih hanya mengacak rambut di atas tengkuknya. Maih jadi merasa bersalah atas situasi yang belum Neil mengerti. Mamih pun tidak tahu harus dengan cara apa membuat Neil mengerti bahwa keadaan jadi begini sebenarnya adalah kesalahan Mamih, bukan kesalahan Papih seperti yang Neil lihat. Penyebab Papih punya istri di luar adalah akibat kelakuan menyimpang Mamih. Dan tidak mungkin bagi Mamih untuk menceritakan bahwa mamih adalah pencinta wanita seperti Papihnya. Mamih tidak bias mencintai seorang lelaki seperti Papih yang begitu baik namun patut hidup layak dan normal, mamih pun mengijinkan Papih menikah setelah tahu bahwa diluar sana akhirnya Papih berselingkuh. Apa yang dimata Neil, Papih adalah lelaki yang mengkhianati cinta Mamihnya juga dirinya dan adiknya, Ega. Hanya tante Maria yang selalu menghibur Mamih. Tante cantik itu tempat Mamih curhat.
“Mih, jangan bodoh! Neil nggak suka Mamih bodoh, mana Mamih yang pintar? Hah! Neil nggak akan pernah mau mengakuinya meskipun satu pabrik permen karet untuk Neil, meskipun seluruh permen karet di dunia ini untuk Neil!
“Dan Mih… Neil rela tidak menyentuh permen karet lagi seumur hidup asalkan buang dia dari hidup Mamih, Neil dan Dek Ega!“ ujar Neil angkuh.
“Mbak, masuk kamar! Jangan keterlaluan! Sejak kapan Mamih ijinkan Mbak bicara kasar! Masuk kamar sekarang juga! Jangan harap ada permen karet malam ini Mbak!“ hardik Mamih.
Mata Neil berkaca-kaca, bukan lantaran tidak akan ada permen karet malam ini. Namun karena Mamih memilih membela Papih yang terang-terangan sudah menyakiti hati keluarga ini.
Neil menggelengkan kepalanya, airmatanya tumpah, “Mamih….tega marahi Neil yang nggak salah apa-apa demi dia!! Neil benci diaaaaaaaaaaaaa” lantas Neil berlari ke kamarnya. Menangis sejadi-jadinya diatas bantal mickey mouse kesayangannya.
Mamih jadi canggung. Papih tak kalah canggungnya.
“M-maafkan Neil Pih, Neil…Neil…Hiks..Hiks…” Mamih tak kuasa menahan tangisnya.
Papih langsung merengkuh Mamih kedalam pelukannya, sementara Ega terlelap di sofa ruang tengah. Tangis Mamih pecah, berserakan di dada bidang Papih. Pelukan itu tetap hangat, Mamih menjadi lebih tenang dan sanggup bicara lagi.
“Tadi Neil bersikeras berjuang untuk permen karet, tapi…karena kesalahanku, Neil mampu mengatakan bersedia meninggalkan permen karet asal Papih pergi,hiks hiks..semua kesalahanku dan sekarang nggak tahu lagi bagiamana menjelaskannya pada Neil.
Mungkin sudah saatnya Neil tahu semua Pih,” ujar mamih sambil sesenggukan.
Papih menuntun Mamih untuk duduk dekat Ega.
“Itu justru akan makin melukai Neil Mih, jangan! Biarkan saja begini, akan lebih parah jika Neil kecewa kepada kita berdua, lantas pada siapa Neil akan menurut Mih?
“Papih tidak menyalahkan Mamih, percayalah! Papih hanya ingin yang terbaik bagi anak-anak dan Mamih. Mereka tidak boleh tahu masalah itu Mih, ingat sumpah Mamih untuk tidak mengatakan maslah itu! Jangan sakiti hati mereka Mih, cukup seperti ini. Papih akui, Papih sakit sekali tiap kali ditolak Neil, namun melihatnya begitu mencintai Mamih, hingga rela mengorbankan permen karet seperti yang dia bilang, Papih bangga padanya, Neil anak yang sangat mencintai Mamihnya, Neil berusaha melindungi Mamihnya, itu hebat Mih.“
Mamih mengusap airmatanya. Menatap lekat-lekat lelaki dihadapannya. Lelaki yang telah dilukainya begitu dalam namun tetap mencintainya hingga detik ini. Matanya berkaca-kaca, “Papih adalah lelaki terbaik yang Mamih kenal. Seribu maaf Papih pun rasanya tidak akan mampu menghapus dosa Mamih.”
Papih tersenyum, “Papih hanya ingin Mamih dan anak-anak bahagia, biarkanlah Neil hanya tahu sekardus kiriman permen karet itu adalah undian dari pabriknya, bukan dari Papih, biarkan Neil hanya tahu Mamihnya lah yang sanggup melindunginya.”
“Ja-jadi, itu akal-akalan Papih aja kalau Neil menang undian? Pih…hiks.hiks…” tangis mamih kembali tumpah.
Diam-diam airmata lain telah membanjiri pipi gadis kecil di ujung anak tangga.
Airmata itu deras namun sunyi, tanpa ditingkahi rintihan luka dan cinta. Batinnya menjerit.
Apa yang terjadi? Apa dosa Mamih kepada Papih? Ya Tuhan, kenapa semua berbeda dari yang kulihat. Sekardus permen karet tiap akhir bulan itu ternyata dari Papih? Yang kupercaya bahwa aku menang undian untuk mendapatkan permen karet tiap bulan selama dua puluh tahun? Semua itu rekayasa Papih.
Airmata Neil makin menjadi, hatinya antara terluka dan melukai. Terluka atas kesalahpahaman menilai Papihnya. Melukai Papihnya yang begitu mengisi kehidupannya. Neil tidak pernah menyangka bahwa selama ini permen karet yang dianggap sebagai hidupnya tak lain maksud hatinya adalah pengganti Papihnya, Gum is my life tak ubahnya Papih is in my life. Namun, Neil hanya menyimpan itu seorang diri demi keangkuhan hatinya setelah melihat Mamih yang baginya adalah pihak yang terluka atas pengkhianatan Papih.
Mungkin Papih lupa, kenapa Neil begitu jatuh cinta sama permen karet. Mungkin Papih lupa akan cerita Gadis Penjual Korek Api versi Papih sendiri. Gadis itu selalu mengunyah permen karet karena gadis kecil itu mengumpamakan gelembung permen karet adalah gelembung cinta kasih dari semua orang yang dirindukannya, Mama, Papa, saudara, dan Tuhan. Neil pun begitu. Setiap gelembung adalah kerinduan akan pelukan hangat Papih, kebersamaan yang mustahil lagi karena Papih sudah punya keluarga kecil sendiri.
Ketika hendak kembali ke kamar, sialnya kaki Neil menyandung vas kecil di anak tangga hingga menimbulkan kegaduhan lantaran vas itu pecah. Itu juga yang menyebabkan Neil tertangkap basah.
“Neil….” Ujar Mamih terkejut.
Neil hanya terdiam dan tidak berani melangkah selangkahpun meninggalkan tempatnya berdiri sekarang.
“Neil nggak mau permen karet lagi! Hentikan semua itu, Neil mohon.“ kata Neil datar, tanpa mengangkat mukanya, pandangannya lurus ke anak tangga yang dipijaknya.
“Neil…” rajuk Mamih.
“Mulai detik ini, nggak akan ada lagi permen karet, gum isn’t my life…
Neil nggak akan pernah menyentuh permen karet lagi karena…
“Karena Neil tidak perlu gelembung sebagai pengganti cinta kasih Papih, seperti Gadis Penjual Korek Api yang dulu selalu Papih ceritakan itu. Neil bukan gadis kecil yang kesepian, Neil bukan gadis kecil yang tidak dicintai Papihnya, Neil…Neil…” Neil tidak sanggup lagi bicara, suaranya parau terbekap oleh isak tangisnya sendiri.
Papih dan Mamih berpandangan haru, tidak lama kemudian Papih menghambur memeluk Neil. Dugaannya selama ini benar, Papih tahu alasan Neil menganggap gum is my life. Papih yakin, di dasar lubuk hatinya, gadis kecil itu mencintainya. Maka, Papih merekayasa undian dua puluh tahun permen karet itu untuk Neil. Papih menganggap kelak dewasa, Neil baru bisa memahami situasi. Papih tidak menyangka secepat ini gadis kecinya mengerti.
Sedetik kemudian lolongan tangis manja Neil memecah kesunyian, jauh lebih gaduh dari suara pecahnya vas bunga tadi. Pelukan hangat papih mengaliri sekujur tubuhnya. Sudut beku di hatinya langsung mencair.
“Papiiiiiiiiiiiiiiiiiihhhhhhhh…hu hu hu hu hu…”
Mamih mengusap airmata kebahagian. Airmata yang sangat melegakan setelah empat tahun menyaksikan penolakan Neil pada Papihnya.
“Neil nggak butuh permen karet lagi Pih, jangan gantikan pelukan Papih sama permen karet lagi, Neil nggak mau,” ujar Neil.
“Nggak akan Mbak, Papih akan selalu memeluk Mbak, Neil bukan Gadis Penjual Korek Api yang merindukan gelembung cinta kasih. Neil akan dipenuhi cinta kasih Mamih, Papih dan juga Dek Ega, kami semua mencintai Daniella.” Jawab Papih.
Neil erat memeluk Papihnya, “Love you, Pih,” bisiknya.
Airmata lelaki empat puluh itu mengalir mendengar bisikan yang sangat dirindukannya selama empat tahun terakhir. Love you, Pih. Kata-kata Neil itu adalah penyembuh semua luka yang menghujam ulu hatinya. Bisikan itu yang menguatkannya selam bertahun-tahun didera dilema rumah tangga selama hidup sebagai suami Mamih yang tidak pernah dianggap sebagia suami. Love you, Pih yang selalu dikatakan Neil sejak umur dua tahun itu benar-benar obat, penyembuh segala luka.
“Love you too, Mbak…” balas Papih lirih tepat di telinga Neil.
Mamih terharu melihat Bapak anak itu terlarut dalam pelukan yang hangat dan panjang. Angannya terbang menuju keluarga kecil di luar sana. Santika dan jagoan kecilnya, Rajezh.
Kami tidak akan mengambil Papih untuk Kami lagi Mbak, bairkan Papih dan dua gadis kecilnya tetap pelukan seperti itu, karena begitulah mereka seharusnya.
Airmata Mamih kembali menetes, kali ini lantaran bangga akan Neil, kedewasaanya akan memaknai cinta. Mamih sama sekali tidak menyangka arti dibalik permen karet itu, karena memang sewaktu Neil kecil, Papih lah yang membacakan dongeng untuk Neil, sementara dirinya bersimbah dosa dengan wanita lain, bahkan sampai detik ini, Maria. Detak jantungnya masih tentang Maria. Gelembung cinta yang memusingkan namun menelusup indah bagai kuncup mawar putih, yang tanpa pernah disadari Mamih, duri tajam siap menusuknya setiap saat.
Mengunyah permen karet (gum) yang bahan pemanisnya xilitol. Xilitol (C5H12O5 ) merupakan kelompok gula alkohol yang dalam penelitian selama 25 tahun terakhir ini terbukti dapat mencegah karies/ kerusakan gigi. Untuk mengurangi paparan (expose) gula baik sukrosa maupun glukosa, khususnya dari produk gula-gula (permen), kini telah ditawarkan bahan pemanis alami pelindung gigi, yaitu xilitol. Xilitol tidak dapat dimetabolisme oleh bakteri perusak gigi, maka senyawa asam tak diproduksi sehingga pH permukaan gigi terpelihara berada di atas 5,7.
Neil tetap mengunyah permen karet rasa blueberry yang sudah tidak berwarna blue lagi bahkan rasa berry nya pun tidak. Seringnya permen karet dikunyahnya selama setengah jam bahkan lebih. Juga tergantung suasana hatinya. Terkadang Neil terlampau semangat mengunyah sampai tidak sadar bahwa permen itu sudah tidak layak kunyah. Tidak jarang pula, permen karet tetap utuh berada di mulutnya, tidak dikunyah tidak pula di emut.
Sepotong artikel tentang permen karet yang didapatnya dari internet tadi siang membuatnya tersenyum lega.
“Mih, ini fakta tentang permen karet, baca dulu deh.” Ujar Neil seraya menyodorkan selembar artikel itu kepada Mamihnya.
Alis Mamih berkerut seraya mengamati artikel singkat berjudul Permen Karet,Bublle Gum.
“Jadi apa yang Mamih bilang tentang permen karet selama ini salah Mih. Sudah baca kan? Permen karet justru mencegah gigi Neil rusak Mih! Itu udah diteliti bahkan selama dua puluh lima tahun, bayangkan Mih, dua puluh lima tahun! Sejak Neil belum lahir itu. Apa Mamih masih nggak percaya? Jadi mamih tenang saja, hadiahku masih akan tujuh belas tahun lagi Mih. Undian dua puluh tahun, Ya Tuhan! Neil sangat senang! Mamih nggak perlu mengeluarkan uang untuk membelikan Neil permen karet. Bravo! Perusahaan itu baik sekali pada Neil. Hadiah yang tepat pada saat yang tepat pula.“
Mamih masih ceberut, ditingkahi polah Neil yang merajuk agar Mamih tidak jadi melarang ada permen karet di mulut Neil, di kamar Neil, di tas Neil, di saku Neil. Di hidup Neil!! Neil kesal bukan main, Mamihnya masih saja tidak merubah fatwa pengharaman permen karet bagi Neil. Sejak Neil memenangkan undian permen karet cuma-cuma selama dua puluh tahun, Mamih takut bahwa hidup Neil hanya benar-benar tentang permen karet.
“Mih! Baca nggak sih tadi?“
“Baca,” jawab Mamih datar.
“Mamih percaya kan bahwa selama ini tuh Mamih salah mengenai permen karet. Bubble gum is my life Mih!I can’t live without gum gum gum and gum!”
“Iya, tapi Mbak udah keterlaluan honey ku, boleh lah makan permen karet sehari dua atau tiga kali, nggak masalah. Nah, Mbak? Berapa kali coba?”
Neil terdiam sejenak, memikirkan jawaban apa yang bias meyakinkan Mamihnya, “banyak tapi nggak sepanjang hari Mih. Tanya aja Dek Ega, setelah sikat gigi, Neil nggak pernah makan lagi.”
Mamih merengkuh Neil untuk duduk dipelukannya, “Mbak, bagaimana kalau permen karet Mamih ganti sama main game sepanjang hari tiap akhir pekan? Mbak boleh main sepuasnya, gimana? “
Tawaran yang menggiurkan.Hmmm, maen sepuasnya?!!! Hmmm, boleh mencoba semua permainan? Bukankah itu juga hobby Neil. Hati kecil Neil bimbang. No gum?? Tidak mungkin!!!!! Neil menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Neil nggak bisa Mih, jujur Mih itu tawaran yang sangat menyenangkan, tapi….without gum??? Haaaaaahhh,, Neil nggak bisa hidup Mih, sungguh.”
Mamih kembali cemberut. Rayuannya tidak berhasil meluluhkan Neil untuk meninggalkan puluhan permen karet setiap harinya. Setiap waktu Mamih melihat mulut Neil komat-kamit mengunyah permen karet, seolah-olah membaca mantra, mantra yang menyihir gadis kecilnya itu untuk terus dan terus mengunyah. Seolah mulut kecil Neil tidak pernah berhenti. Layaknya mesin yang digerakkan oleh listrik serupa robot, tidak pernah merasa capek.
“Mih, yang penting, permen karet nggak merusak gigi seperti yang Mamih bilang selama ini, Mamih tenang aja yah?“ rajuk Neil.
Mamih memeluk lengan mungil Neil, hatinya miris merasakan kurusnya lengan anak gadisnya yang beranjak lima belas.
“Tapi Mbak jadi susah makan, lihat ini tangan Mbak, kaki Mbak, duuuuhhhh anak Mamih kurus sekali.”
Neil tersenyum, “ya udah, kalau gitu sekarang Neil janji akan banyak makan! Neil akan makan semua yang Mamih taruh di piring Neil. Asalkan Mamih cabut larangan kejam itu.”
Kali ini gantian Mamih yang dilema. Neil mau makan apapun yang di taruhnya di piring??? Kedengarannya sangat menyenangkan melihat Neil mengunyah wortel, bayam, ataupun terung. Lega sekali jikalau Neil menyentuh tahu dan tempe, bukan sekedar nugget ataupun roti keju.A-ha! Alangkah nikmatnya melihat Neil menyantap pudding coklat nya bukan sekedar beberapa butir anggur ataupun strawberry.
“Gimana Mih? Neil janji akan makan!”
“Apapun yang Mamih sediakan untuk Mbak?“
Neil menganggukkan kepalanya.
“Kalau tidak mau makan berarti nggak akan ada permen karet untuk esok harinya?seharian penuh maksud Mamih!” lanjut Mamih, hmmm, lumayan lah, mungkin dengan kenyang makan, perut Neil kembung jika terus mengunyah permen karet.
Neil terdiam sejenak, berfikir tentang konsekuensi yang akan diterimanya jika melanggar kesepakatan dengan mamihnya. Neil tahu betul siapa Mamih. Tidak boleh sembarangan bilang deal sama Mamih, apalagi jika engkau ragu-ragu. Lebih baik jangan! Mamih lebih ketat di banding Guru BP di sekolah. Percayalah!
Pernah suatu ketika Neil melanggar kesepakatan dengan Mamihnya tentang Neil tidak boleh memakai telpon rumah diatas jam sepuluh malam. Hari itu, Neil sedang berusaha telpon Karina lantaran tidak sabar mendengar cerita tentang Donny, teman sekelas mereka yang memberikan lukisan Winnie the pooh di hari ulang tahun Karina. Alangkah marahnya Mamih ketika memergoki Neil sedang memegang gagang telpon, Kesepakatannya, Neil tidak boleh menggunakan telpon diatas jam sepuluh kecuali tiga hal, bayarannya, Neil mendapatkan ijin membawa permen karet ketika pergi les matematika. Pengecualiannya itu adalah, satu ; menelpon mamih ketika Mamih belum pulang kerumah, dua : menelpon dokter keluarga dan ketiga : menelpon Papih. Bagi Neil, pengecualian itu Cuma dua bukan tiga, karena pengecualian ketiga tidak akan pernah Neil lakukan! Papih sudah menyakiti Mamihnya, Papih diam-diam punya Mamih lagi diluar rumah. Akhirnya Mamih bercerai dengan papih, namun Neil heran kenapa Mamih bias memaafkan Papih, bahkan menyuruh Neil tetap memperlalukan dan mencintai Papih seperti dulu. Neil memilih tidak membuat kesepakatan apapun tentang hal itu dengan Mamihnya. Bahkan Neil sanggup menolak sekantung permen karet pemberian Papihnya! Permen karet kamu tahu??? Itu kan hidup Neil!
Neil heran, sepertiya setiap tingkannya, Mamih selalu tahu, apakah Mamih punya teropong disetiap sudut rumah?? Pertanyaaan itu sempat menggelayuti otaknya, namun semua itu tidak terbukti ketika Neil memutuskan mengecek setiap sudut rumahnya, tidak ada kamera atau CC TV di manapun!
“Mbak?”
“I-iya Mih!“
“Bagaimana?“
Neil akhirnya menganggukkan kepala, “Deal.”
Mamih tersenyum lega, “ayo makan malam honey ku.” Ujar Mamih seraya menarik lembut tangan Neil, menggiringnya menuju sayur bayam. Tadinya sayur itu untuk Ega, namun, gampanglah! Ega sedang di bawa jalan-jalan Papihnya, kemungkinan besar Ega pulang dalam keadaan tertidur pulas.
Neil menciut melihat sayur bayam yang dituang Mamih kedalam mangkuknya. Namun, begitu teringat kesepakatannya dengan mamih, Neil langsung memejamkan mata saat suapan pertamanya. Neil melewatkan senyum cantik terukir di bibir Mamihnya, lantaran Neil terus memejamkan mata sampai tidak ada sedikitpun tersisa bayam di mulutnya.
“Setelah ini ada pudding mangga Neil, besok sepertinya Mamih akan sangat senang membuatkanmu pudding vanilla, kemarin Ega minta, Mbak nggak keberatan kan pudding vanilla? Atau Mbak mau pudding lain?“
Neil menggelengkan kepalanya, “apa aja Mih.”
Belum selesai menghabiskan pudding, Ega muncul dalam gendongan Papih.
“Malam Neil, wah anak Papih makan enak nih!“ ujar Papih seraya menyerahkan Ega kedalam pelukan Mamih.
Neil tidak menyahut.
“Papih mau dong di bagi pudding nya? Rasa apa Mbak?” Tanya Papih seraya hendak membelai rambut Neil, namun Neil menangkis dengan tangan kirinya sambil memasang muka masam Neil menoleh kearah Papih.
“Neil bukan Ega yang nggak tahu apa-apa! Jangan dekat-dekat, neil nggak suka! Juga jangan sentuh Neil!” semprot Neil, meluap-luap amarah yang mengerikan.
“Mbak, jangan seperti itu bicara sama Papih.“ ujar mamih.
Papih hanya mengacak rambut di atas tengkuknya. Maih jadi merasa bersalah atas situasi yang belum Neil mengerti. Mamih pun tidak tahu harus dengan cara apa membuat Neil mengerti bahwa keadaan jadi begini sebenarnya adalah kesalahan Mamih, bukan kesalahan Papih seperti yang Neil lihat. Penyebab Papih punya istri di luar adalah akibat kelakuan menyimpang Mamih. Dan tidak mungkin bagi Mamih untuk menceritakan bahwa mamih adalah pencinta wanita seperti Papihnya. Mamih tidak bias mencintai seorang lelaki seperti Papih yang begitu baik namun patut hidup layak dan normal, mamih pun mengijinkan Papih menikah setelah tahu bahwa diluar sana akhirnya Papih berselingkuh. Apa yang dimata Neil, Papih adalah lelaki yang mengkhianati cinta Mamihnya juga dirinya dan adiknya, Ega. Hanya tante Maria yang selalu menghibur Mamih. Tante cantik itu tempat Mamih curhat.
“Mih, jangan bodoh! Neil nggak suka Mamih bodoh, mana Mamih yang pintar? Hah! Neil nggak akan pernah mau mengakuinya meskipun satu pabrik permen karet untuk Neil, meskipun seluruh permen karet di dunia ini untuk Neil!
“Dan Mih… Neil rela tidak menyentuh permen karet lagi seumur hidup asalkan buang dia dari hidup Mamih, Neil dan Dek Ega!“ ujar Neil angkuh.
“Mbak, masuk kamar! Jangan keterlaluan! Sejak kapan Mamih ijinkan Mbak bicara kasar! Masuk kamar sekarang juga! Jangan harap ada permen karet malam ini Mbak!“ hardik Mamih.
Mata Neil berkaca-kaca, bukan lantaran tidak akan ada permen karet malam ini. Namun karena Mamih memilih membela Papih yang terang-terangan sudah menyakiti hati keluarga ini.
Neil menggelengkan kepalanya, airmatanya tumpah, “Mamih….tega marahi Neil yang nggak salah apa-apa demi dia!! Neil benci diaaaaaaaaaaaaa” lantas Neil berlari ke kamarnya. Menangis sejadi-jadinya diatas bantal mickey mouse kesayangannya.
Mamih jadi canggung. Papih tak kalah canggungnya.
“M-maafkan Neil Pih, Neil…Neil…Hiks..Hiks…” Mamih tak kuasa menahan tangisnya.
Papih langsung merengkuh Mamih kedalam pelukannya, sementara Ega terlelap di sofa ruang tengah. Tangis Mamih pecah, berserakan di dada bidang Papih. Pelukan itu tetap hangat, Mamih menjadi lebih tenang dan sanggup bicara lagi.
“Tadi Neil bersikeras berjuang untuk permen karet, tapi…karena kesalahanku, Neil mampu mengatakan bersedia meninggalkan permen karet asal Papih pergi,hiks hiks..semua kesalahanku dan sekarang nggak tahu lagi bagiamana menjelaskannya pada Neil.
Mungkin sudah saatnya Neil tahu semua Pih,” ujar mamih sambil sesenggukan.
Papih menuntun Mamih untuk duduk dekat Ega.
“Itu justru akan makin melukai Neil Mih, jangan! Biarkan saja begini, akan lebih parah jika Neil kecewa kepada kita berdua, lantas pada siapa Neil akan menurut Mih?
“Papih tidak menyalahkan Mamih, percayalah! Papih hanya ingin yang terbaik bagi anak-anak dan Mamih. Mereka tidak boleh tahu masalah itu Mih, ingat sumpah Mamih untuk tidak mengatakan maslah itu! Jangan sakiti hati mereka Mih, cukup seperti ini. Papih akui, Papih sakit sekali tiap kali ditolak Neil, namun melihatnya begitu mencintai Mamih, hingga rela mengorbankan permen karet seperti yang dia bilang, Papih bangga padanya, Neil anak yang sangat mencintai Mamihnya, Neil berusaha melindungi Mamihnya, itu hebat Mih.“
Mamih mengusap airmatanya. Menatap lekat-lekat lelaki dihadapannya. Lelaki yang telah dilukainya begitu dalam namun tetap mencintainya hingga detik ini. Matanya berkaca-kaca, “Papih adalah lelaki terbaik yang Mamih kenal. Seribu maaf Papih pun rasanya tidak akan mampu menghapus dosa Mamih.”
Papih tersenyum, “Papih hanya ingin Mamih dan anak-anak bahagia, biarkanlah Neil hanya tahu sekardus kiriman permen karet itu adalah undian dari pabriknya, bukan dari Papih, biarkan Neil hanya tahu Mamihnya lah yang sanggup melindunginya.”
“Ja-jadi, itu akal-akalan Papih aja kalau Neil menang undian? Pih…hiks.hiks…” tangis mamih kembali tumpah.
Diam-diam airmata lain telah membanjiri pipi gadis kecil di ujung anak tangga.
Airmata itu deras namun sunyi, tanpa ditingkahi rintihan luka dan cinta. Batinnya menjerit.
Apa yang terjadi? Apa dosa Mamih kepada Papih? Ya Tuhan, kenapa semua berbeda dari yang kulihat. Sekardus permen karet tiap akhir bulan itu ternyata dari Papih? Yang kupercaya bahwa aku menang undian untuk mendapatkan permen karet tiap bulan selama dua puluh tahun? Semua itu rekayasa Papih.
Airmata Neil makin menjadi, hatinya antara terluka dan melukai. Terluka atas kesalahpahaman menilai Papihnya. Melukai Papihnya yang begitu mengisi kehidupannya. Neil tidak pernah menyangka bahwa selama ini permen karet yang dianggap sebagai hidupnya tak lain maksud hatinya adalah pengganti Papihnya, Gum is my life tak ubahnya Papih is in my life. Namun, Neil hanya menyimpan itu seorang diri demi keangkuhan hatinya setelah melihat Mamih yang baginya adalah pihak yang terluka atas pengkhianatan Papih.
Mungkin Papih lupa, kenapa Neil begitu jatuh cinta sama permen karet. Mungkin Papih lupa akan cerita Gadis Penjual Korek Api versi Papih sendiri. Gadis itu selalu mengunyah permen karet karena gadis kecil itu mengumpamakan gelembung permen karet adalah gelembung cinta kasih dari semua orang yang dirindukannya, Mama, Papa, saudara, dan Tuhan. Neil pun begitu. Setiap gelembung adalah kerinduan akan pelukan hangat Papih, kebersamaan yang mustahil lagi karena Papih sudah punya keluarga kecil sendiri.
Ketika hendak kembali ke kamar, sialnya kaki Neil menyandung vas kecil di anak tangga hingga menimbulkan kegaduhan lantaran vas itu pecah. Itu juga yang menyebabkan Neil tertangkap basah.
“Neil….” Ujar Mamih terkejut.
Neil hanya terdiam dan tidak berani melangkah selangkahpun meninggalkan tempatnya berdiri sekarang.
“Neil nggak mau permen karet lagi! Hentikan semua itu, Neil mohon.“ kata Neil datar, tanpa mengangkat mukanya, pandangannya lurus ke anak tangga yang dipijaknya.
“Neil…” rajuk Mamih.
“Mulai detik ini, nggak akan ada lagi permen karet, gum isn’t my life…
Neil nggak akan pernah menyentuh permen karet lagi karena…
“Karena Neil tidak perlu gelembung sebagai pengganti cinta kasih Papih, seperti Gadis Penjual Korek Api yang dulu selalu Papih ceritakan itu. Neil bukan gadis kecil yang kesepian, Neil bukan gadis kecil yang tidak dicintai Papihnya, Neil…Neil…” Neil tidak sanggup lagi bicara, suaranya parau terbekap oleh isak tangisnya sendiri.
Papih dan Mamih berpandangan haru, tidak lama kemudian Papih menghambur memeluk Neil. Dugaannya selama ini benar, Papih tahu alasan Neil menganggap gum is my life. Papih yakin, di dasar lubuk hatinya, gadis kecil itu mencintainya. Maka, Papih merekayasa undian dua puluh tahun permen karet itu untuk Neil. Papih menganggap kelak dewasa, Neil baru bisa memahami situasi. Papih tidak menyangka secepat ini gadis kecinya mengerti.
Sedetik kemudian lolongan tangis manja Neil memecah kesunyian, jauh lebih gaduh dari suara pecahnya vas bunga tadi. Pelukan hangat papih mengaliri sekujur tubuhnya. Sudut beku di hatinya langsung mencair.
“Papiiiiiiiiiiiiiiiiiihhhhhhhh…hu hu hu hu hu…”
Mamih mengusap airmata kebahagian. Airmata yang sangat melegakan setelah empat tahun menyaksikan penolakan Neil pada Papihnya.
“Neil nggak butuh permen karet lagi Pih, jangan gantikan pelukan Papih sama permen karet lagi, Neil nggak mau,” ujar Neil.
“Nggak akan Mbak, Papih akan selalu memeluk Mbak, Neil bukan Gadis Penjual Korek Api yang merindukan gelembung cinta kasih. Neil akan dipenuhi cinta kasih Mamih, Papih dan juga Dek Ega, kami semua mencintai Daniella.” Jawab Papih.
Neil erat memeluk Papihnya, “Love you, Pih,” bisiknya.
Airmata lelaki empat puluh itu mengalir mendengar bisikan yang sangat dirindukannya selama empat tahun terakhir. Love you, Pih. Kata-kata Neil itu adalah penyembuh semua luka yang menghujam ulu hatinya. Bisikan itu yang menguatkannya selam bertahun-tahun didera dilema rumah tangga selama hidup sebagai suami Mamih yang tidak pernah dianggap sebagia suami. Love you, Pih yang selalu dikatakan Neil sejak umur dua tahun itu benar-benar obat, penyembuh segala luka.
“Love you too, Mbak…” balas Papih lirih tepat di telinga Neil.
Mamih terharu melihat Bapak anak itu terlarut dalam pelukan yang hangat dan panjang. Angannya terbang menuju keluarga kecil di luar sana. Santika dan jagoan kecilnya, Rajezh.
Kami tidak akan mengambil Papih untuk Kami lagi Mbak, bairkan Papih dan dua gadis kecilnya tetap pelukan seperti itu, karena begitulah mereka seharusnya.
Airmata Mamih kembali menetes, kali ini lantaran bangga akan Neil, kedewasaanya akan memaknai cinta. Mamih sama sekali tidak menyangka arti dibalik permen karet itu, karena memang sewaktu Neil kecil, Papih lah yang membacakan dongeng untuk Neil, sementara dirinya bersimbah dosa dengan wanita lain, bahkan sampai detik ini, Maria. Detak jantungnya masih tentang Maria. Gelembung cinta yang memusingkan namun menelusup indah bagai kuncup mawar putih, yang tanpa pernah disadari Mamih, duri tajam siap menusuknya setiap saat.