nurcahyo
New member
Bung Hatta, Proklamator Kemerdekaan RI
Waktu Bangsa Indonesia sedang berjuang melawan Belanda, Hatta masih sekolah tinggi di Belanda. Di sini ia ikut aktif berjuang bagi bangsanya, menggalang perkumpulan sesama pemuda yang cinta tanah air. Karenanya ia sering berurusan dengan pengadilan Belanda. Tetapi karena tak ada bukti yang kuat, ia dan kawan seperjuangannya dibebaskan.
Sementara itu partai politik yang ada di tanah air, diawasi dengan ketat, bahkan pemimpinnya dipenjarakan dengan tuduhan mengganggu ketertiban dan keamanan pemerintahan Belanda. Yang ditahan antara lain Sukarno, pemimpin Partai Nasional Indonesia atau PNI yang berdiri tahun 1927 dan berhaluan non-kooperatif dengan Belanda.
Mendekati keruntuhan pemerintah Hindia Belanda, Hatta yang terkenal dengan sebutan Bung Hatta pulang ke Indonesia. Di sini ia memimpin Partai Pendidikan Nasional Indonesia menggantikan PNI lama, tetapi tetap dengan haluannya. Akibatnya ia ditangkap Belanda dan dibuang ke Digul, Irian Jaya, kemudian dipindahkan ke Banda Neira, dan akhirnya dipindahkan ke Sukabumi.
Tahun 1941, ketika Jepang menguasai Indonesia, Bung Hatta memimpin kantor Pusat Tenaga Rakyat bersama Bung Karno, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur. Tahun 1945, Jepang menyerah kalah pada sekutu. Tanggal 17 Agustus 1945, Hatta dan Sukarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Pengumuman proklamasi ini tidak diakui Belanda yang ingin tetap menjajah Indonesia. Tapi dengan gigih para pemimpin bersama rakyat mengusirnya. Selama agresi militer Belanda dan beberapa bulan sesudahnya, Hatta berkedudukan di Bukit Tinggi. Dari sini ia memimpin perjuangan untuk seluruh Sumatera.
Hatta kemudian kembali ke Yogyakarta, ketika Yogyakarta menjadi ibu kota pada tahun 1946. Di sini ia menjabat sebagai perdana menteri merangkap menteri pertahanan. Pada waktu agresi militer Belanda ke-2 terjadi tahun 1948, Sukarno, Hatta, dan beberapa pejabat tinggi pemerintah Indonesia ditangkap Belanda. Beberapa hari kemudian mereka diasingkan ke Sumatera. Dengan adanya Perjanjian 'Roem-Roejen' pada tanggal 7 Mei 1949, mereka dikembalikan ke Yogyakarta.
Selanjutnya Bung Hatta tetap menjadi Wakil Presiden Presiden Republik Indonesia yang pertama, sampai akhirnya ia mengundurkan diri tahun 1956. Meskipun demikian ia tetap memperhatikan perkembangan dan sedapat mungkin memberikan saran untuk mengatasi kemelut. Ia ikut dalam Musyawarah Nasional dan Musyawarah Nasional Pembangunan, dalam rangka meredakan ketegangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pada masa Orde Baru, Hatta menjadi anggota Panitia Lima yang bertugas membahas Pancasila dan menempatkannya pada tempat yang sebenarnya. Selain itu ia merupakan tokoh utama perkoperasian Indonesia.
Hatta meninggal dunia sebelum sempat menyelesaikan otobiografinya. Sesuai amanatnya, ia dimakamkan di tengah rakyat, yaitu di Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta. Bung dari Bukit Tinggi yang lahir pada 12 Agustus 1902 ini, meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 14 Maret 1980.
sumber : KapanLagi.com: Kalau Bukan Sekarang, Kapan Lagi?
Waktu Bangsa Indonesia sedang berjuang melawan Belanda, Hatta masih sekolah tinggi di Belanda. Di sini ia ikut aktif berjuang bagi bangsanya, menggalang perkumpulan sesama pemuda yang cinta tanah air. Karenanya ia sering berurusan dengan pengadilan Belanda. Tetapi karena tak ada bukti yang kuat, ia dan kawan seperjuangannya dibebaskan.
Sementara itu partai politik yang ada di tanah air, diawasi dengan ketat, bahkan pemimpinnya dipenjarakan dengan tuduhan mengganggu ketertiban dan keamanan pemerintahan Belanda. Yang ditahan antara lain Sukarno, pemimpin Partai Nasional Indonesia atau PNI yang berdiri tahun 1927 dan berhaluan non-kooperatif dengan Belanda.
Mendekati keruntuhan pemerintah Hindia Belanda, Hatta yang terkenal dengan sebutan Bung Hatta pulang ke Indonesia. Di sini ia memimpin Partai Pendidikan Nasional Indonesia menggantikan PNI lama, tetapi tetap dengan haluannya. Akibatnya ia ditangkap Belanda dan dibuang ke Digul, Irian Jaya, kemudian dipindahkan ke Banda Neira, dan akhirnya dipindahkan ke Sukabumi.
Tahun 1941, ketika Jepang menguasai Indonesia, Bung Hatta memimpin kantor Pusat Tenaga Rakyat bersama Bung Karno, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur. Tahun 1945, Jepang menyerah kalah pada sekutu. Tanggal 17 Agustus 1945, Hatta dan Sukarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Pengumuman proklamasi ini tidak diakui Belanda yang ingin tetap menjajah Indonesia. Tapi dengan gigih para pemimpin bersama rakyat mengusirnya. Selama agresi militer Belanda dan beberapa bulan sesudahnya, Hatta berkedudukan di Bukit Tinggi. Dari sini ia memimpin perjuangan untuk seluruh Sumatera.
Hatta kemudian kembali ke Yogyakarta, ketika Yogyakarta menjadi ibu kota pada tahun 1946. Di sini ia menjabat sebagai perdana menteri merangkap menteri pertahanan. Pada waktu agresi militer Belanda ke-2 terjadi tahun 1948, Sukarno, Hatta, dan beberapa pejabat tinggi pemerintah Indonesia ditangkap Belanda. Beberapa hari kemudian mereka diasingkan ke Sumatera. Dengan adanya Perjanjian 'Roem-Roejen' pada tanggal 7 Mei 1949, mereka dikembalikan ke Yogyakarta.
Selanjutnya Bung Hatta tetap menjadi Wakil Presiden Presiden Republik Indonesia yang pertama, sampai akhirnya ia mengundurkan diri tahun 1956. Meskipun demikian ia tetap memperhatikan perkembangan dan sedapat mungkin memberikan saran untuk mengatasi kemelut. Ia ikut dalam Musyawarah Nasional dan Musyawarah Nasional Pembangunan, dalam rangka meredakan ketegangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pada masa Orde Baru, Hatta menjadi anggota Panitia Lima yang bertugas membahas Pancasila dan menempatkannya pada tempat yang sebenarnya. Selain itu ia merupakan tokoh utama perkoperasian Indonesia.
Hatta meninggal dunia sebelum sempat menyelesaikan otobiografinya. Sesuai amanatnya, ia dimakamkan di tengah rakyat, yaitu di Pemakaman Umum Tanah Kusir, Jakarta. Bung dari Bukit Tinggi yang lahir pada 12 Agustus 1902 ini, meninggal dunia di Jakarta pada tanggal 14 Maret 1980.
sumber : KapanLagi.com: Kalau Bukan Sekarang, Kapan Lagi?