Sebenarnya tentang sholat lima waktu al qiyadah tidak pernah mengatakan tidak mewajibkan lima waktu.....cuma memang belum saatnya untuk mengerjakan ritual 5 waktu...
mengapa bisa begitu???
itukan pertanyaanya....
Kalau kita liat akar masalah segala tuduhan kepada Al iyadah Al Islamiyah - seputar nabi, rasul. Isro’ Mi’roj, sholat dan seterusnya – sehingga disebut sesat terletak pada pemahaman : “Islam telah sempurna”, sebagaimana termaktub dalam Al Maidah 5:3
ِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِين
Pada hari ini telah Kusempurnakan Dien kalian bagi kalian dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi Dien bagi kalian (QS. Al Maidah 5:3)
Sebagian besar ummat Islam termasuk cendekiawan meyakini bahwa Islam hari ini telah sempurna, sehingga tinggal melanjutkan segala yang diajarkan Muhammad Rasulullah, baik itu aqidah, syari’at, maupun muamalat Islam. Diluar itu, serta merta mereka disebut sesat.
Untuk memahami makna Islam telah sempurna harus dilihat dari dua aspek, yakni konseptual dan aktual. Sempurna secara konseptual berarti telah lengkapnya ilmu tentang Dien Islam yang diajarkan Allah melalui RasulNya. Islam sempurna secara aktual berarti aksioma-aksioma dalam nash kitab telah diaktualisasikan dalam kehidupan secara kaffah “menyeluruh”. Secara konseptual tidak dipermasalahkan. Hari ini wahyu-wahyu yang diterima Rasul Muhammad telah lengkap dan dikodifikasikan dalam mushaf yang terjaga keautentikannya. Justru yang sekarang dipermasalahkan adalah bagaimana dengan aktualisasinya.
Sebagian besar umat Islam, lupa bahwa sebelum kata alyauma akmaltu “pada hari ini Aku sempurnakan” terdapat satu kalimat yang tidak boleh dipisahkan untuk mendapatkan pemahamanan yang utuh tentang kesempurnaan Islam itu.
ٌ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُواْ مِن دِينِكُمْ فَلاَ تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الإِسْلاَمَ دِين
Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa atas Dienmu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan Dien kalian bagi kalian dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi Dien bagi kalian. (QS. Al Maidah 5:3)
Ayat ini menunjukkan bahwa sebelum Allah menyatakan kesempurnaan Islam, Allah mendahuluinya dengan pernyataan : orang-orang kafir telah berputus asa. Artinya, kesempurnaan Islam – menurut ayat ini – memiliki prasarat kondisi, yakni apabila orang-orang kafir telah putus asa untuk mengalahkan Dien Islam sehingga umat Islam tidak perlu takut kepada orang kafir kecuali Allah.
Berdasar asbabun nuzul, ayat ini turun pada tahun 632 M. Secara kondisional Islam telah memiliki 3 intitusi yang tauhid dan independen :
1.Terdapatnya ummat tauhid yang memiliki aqidah sama dan siap untuk mengabdi hanya kepada Allah.
2.Berlaku syariat Islam secara kaffah dan independen
3.Berdirinya satu sistem kekuasaan yang menjamin berlakunya syariat serta menjamin segala hak dan kewajiban ummat tersebut.
Kemudian, geopolitik, waktu itu adalah telah ditundukkannya kota Mekkah, sehingga tidak ada kekuatan yang mengganggu kedaulatan Islam di Madinah. Maka wajar jika dikatakan orang kafir telah berputus asa untuk mengalahkan Dien Islam.
Tidak seperti kesempurnaan kesempurnaan Islam secara konseptual yang dijamin oleh Allah (Al Hijr 15:9), kesempurnaan secara aktual tidak mendapat jaminan. Dengan pendekatan bahasa, kata al yauma adalah kata yaum yang dijadikan isim ma’rifah, artinya the day “hari itu”. Dimaksud “hari itu” adalah ketika Rasulullah membacakan ayat ini dihadapan 144.000 jundullah saat haji wada’. Oleh karena Allah hanya menggunakan kata al yauma “hari itu” bukan munzul yaumi sejak hari itu”, maka kesempurnaan Islam hanya meliputi kondisi seperti hari itu.
Kondisi hari ini, tahun 2007 M, berbeda dengan kondisi saat itu. Setelah Hulaghu Khan dari Mongol meruntuhkan Khilafah Islam tahun 1258 M, tidak ada kekuasaan yang menjamin berlakunya syariah Islam secara kaffah. Hak dan kewajiban ummat pun tidak ada yang melindungi sehingga ummat menjadi berpecah belah. Jika dahulu orang kafir perputus asa kepada Islam, sekarang yang terjadi adalah sebaliknya, orang Islam selalu takut kepada orang kafir.
Eksistensi Rasul setelah Muhammad SAW
Meskipun 700 tahun yang lalu telah dikalahkan, Islam tidak akan terpuruk selamanya. Dia akan kembali bangkit menguasai dunia untuk mengolah dan memakmurkan bumi sehingga kesejahteeraan meliputi seluruh alam.
وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُم فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْناً يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئاً وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka Dien yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang yang fasik. (QS.An Nur 24:55)
Janji Allah tidak hanya untuk orang-orang beriman pada masa Rasulullah Muhammad, tetapi juga untuk orang-orang beriman pada masa ini. Janji Allah kepada Rasulullah Muhammad dan sahabat telah dipenuhi 14 abad silam. Adapun janji Allah kepada orang-orang beriman hari ini belum dipenuhi, namun pasti akan dipenuhi.
Pada ayat lain, Allah berfirman bahwa tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sehingga mereka mengubah apa yang ada pada mereka ( Ar Radu 13:11). Maka, kebangkitan Islam tidak mungkin terjadi secara tiba-tiba. Ia harus diperjuangkan. Al Qiyadah Al Islamiyah mengimani janji kebangkitan Islam itu, dan sedang berupaya memperjuangkannya.
Setiap kebangkitan Islam diawali oleh the founding father seperti Musa untuk kebangkitan Islam pertama dari generasi Israel, Isa untuk kebangkitan Islam kedua dari generasi Israel, Muhammad untuk kebangkitan Islam pertama dari generasi Ismail, demikian pula untuk kebangkitan Islam selanjutnya – yang hari ini sedang berlangsung.
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Dia-lah yang mengutus Rasulnya dengan membawa petunjuk dan Dien yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala Dien meskipun orang-orang musyrik benci. (QS. Ash Shoff 61:9)
Surat Ash Shoff 61:9 diatas secara tegas menyatakan bahwa untuk memenangkan dien-Nya, Allah mengutus seorang Rasul. Begitulah sunatullah di sepanjang sejarah kehidupan manusia. Apabila kita mengimani Islam akan tegak kembali, maka aksioma Ash Shoff 61:9 harus kembali berlaku. Keberadaan Al Ahzab 33:40 (Muhammad sebagai khataman nabiyin “penutup para nabi”) atau hadist-hadist sejenisnya tidak bisa mengubah makna Ash Shoff 61:9, tetapi juga tidak bertentangan. Dalam arti, ada benang merah yang menghubungkan pernyataan Al Ahzab 33:40 dengan Al Shoff 61:9
Sebelum Muhammad Rasulullah dibangkitkan, Allah “mencintai” bangsa Israel. Bahkan dua kali mereka diberi kesempatan untuk mempimpin kebangkitan Dien Islam. Masa itu, setiap kali Allah membangkitkan nabi atau rasul pasti dari bangsa Israel. Setelah nabi Isa, Allah tidak lagi membangkitkan nabi atau rasul dari bangsa Israel. Dalam hal ini, Rasulullah Isa disebut sebagai penutup nabi bagi bangsa Israel. Hal serupa juga terjadi pada bangsa Arab. Muhammad Rasulullah adalah seorang khataman nabiyin bagi bangsa Arab, sehingga tidak ada nabi atau rasul lagi dari bangsa Arab. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan dibangkitkannya nabi atau Rasul dari bangsa selain Arab.
هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِن كَانُوا مِن قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُّبِينٍ وَآخَرِينَ مِنْهُمْ لَمَّا يَلْحَقُوا بِهِمْ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
Dialah yang mengutus kepada kaum yang umiyin (Arab) seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan aya-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka Kitab dan hikmah.Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata., dan (juga) kepada kaum yang lain dari mereka yang belum berhubungan dengan mereka. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (QS. Al Jumu'ah 62:2-3)
Sholat lima Waktu dan Isra’ Mi’raj
Untuk menetapkan seseorang disebut sesat ataupun tidak bukan hak manusia, Allah yang menentukan. Allah akan lebih paham siapa-siapa yang sesat dari jalanNya dan Dia lebih paham tentang orang-orang yang berpetunjuk. Berbicara Allah tentu bersama RasulNya. Standar untuk menetapkan kesesatan, tiada lain harus menggunakan Kitabullah dan Sunnah Rasul
تَتَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ لَنْ تَضِلُّوْا مَا إِنْ تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا كِتَابَ الله وَسُنَّةَ رَسُوْلِهِ
Aku tinggalkan bagi kalian dua perkara yang jika kalian berpegang kepada keduanya maka tidak akan tersesat selamanya, yaitu Kitabullah dan Sunah Rasul/ku (Al Hadist)
Istillah sunnah maknanya adalah jalan hidup, tradisi atau kebiasaan. Sehingga, kata “sunnah” yang dipadukan dengan kata “rasul” maknanya adalah semua yang menjadi kebiasaan (akhlak) Rasulullah, baik berupa : pikir, kata maupun perbuatan. Kerangka sunnah adalah dalam konteks rasulullah melaksanakan tugasnya, yakni menegakkan Dien Islam diatas segala dien yang ada, sehingga syariah Allah berlaku seluas-luasnya bagi umat manusia. Makna sunnah Rasul tidak boleh keluar dari frame seperti ini, sebab memang untuk itulah para Rasul diutus oleh Allah, termasuk Muhammad SAW
هُوَ الَّذِي أَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدَى وَدِينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّينِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُونَ
Dia-lah yang mengutus Rasulnya dengan membawa petunjuk dan Dien yang benar agar Dia memenangkannya di atas segala Dien meskipun orang-orang musyrik benci. (QS.Ash Shoff 61:9)
Segala seusatu yang menjadi sunnah rasul merupakan kebenaran haqiqi dan tidak terbantahkan, karena seluruh ucapan rasulullah tidak berasal dari hawa nafsu melainkan wahyu yang diwahyukan. Lebih dari itu, sunnah rasul juga harus menjadi teladan bagi siapapun yang mengaku sebagai pengikut Rasul. Dengan tegas Rasulullah Muhammad mengatakan : “Barangsiapa tidak menyukai sunnahku, maka dia bukan ummatku”
Sunnah Rasulullah menjelaskan bahwa kehidupan Rasul dibagi menjadi dua tahap, yakni makiyyah dan madaniyah. Makiyah artinya periode sebelum hijrah, ketika mu’min dalam tekanan daulat Mekkah. Madaniyah artinya periode setelah hijrah, ketika mukmin lepas dari daulat Mekkah. Pembagian periode ini menjadi sangat penting untuk keberhasilan menegakkan Dien Islam, itu mengapa ayat-ayat Al Quran terbagi menjadi ayat makiyah dan ayat madaniyah. Ayat makiyah-madaniyah bukan soal tempat, tetapi kondisi. Sebagai contoh, Al Maidah 5:3 tergolong ayat madaniyah, tetapi turunnya di Mekkah.
Semasa periode makiyah, Perjuangan Rasul terfokus pada pembenahan aqidah ummat. Rasul tidak memberlakukan syariat praktis seperti sholat lima waktu, karena berbicara Islam harus kaffah. Apabila satu syariat telah diterapkan, maka yang lainnya harus diterapkan tanpa pilih-pilih. Apabila pilih-pilh, sama saja iman sebagian kafir sebagian, itulah sebenar-benarnya kafir
إِنَّ الَّذِينَ يَكْفُرُونَ بِاللّهِ وَرُسُلِهِ وَيُرِيدُونَ أَن يُفَرِّقُواْ بَيْنَ اللّهِ وَرُسُلِهِ وَيقُولُونَ نُؤْمِنُ بِبَعْضٍ وَنَكْفُرُ بِبَعْضٍ وَيُرِيدُونَ أَن يَتَّخِذُواْ بَيْنَ ذَلِكَ سَبِيل أُوْلَـئِكَ هُمُ الْكَافِرُونَ حَقّاً وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ عَذَاباً مُّهِيناً
Sesungguhnya orang-orang kafir kepada Allah dan rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan:"Kami beriman kepada yang sebahagian dan kafir terhadap sebahagian (yang lain)", serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah) di antara yang demikian (iman atau kafir), merekalah orang-orang yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang yang kafir itu siksaan yang menghinakan. (QS. An Nissa 4:150-151)
demikianlah untuk menjalankan Islam harus melihat kondisi. Tidak bisa karena ada ayatnya serta merta langsung diterapkan. Jika metode melaksanakan Al Quran seperti itu,mengapa tidak menerapkan syariat qisas juga qital? Jika kita menerapkan syariat saat ini juga, berarti kita membenarkan dan mendukung perbuatan Amrozi dan kawan-kawan karena ingin menerapkan surat At Taubah 9:120
مَا كَانَ لِأَهْلِ الْمَدِينَةِ وَمَنْ حَوْلَهُم مِّنَ الأَعْرَابِ أَن يَتَخَلَّفُواْ عَن رَّسُولِ اللّهِ وَلاَ يَرْغَبُواْ بِأَنفُسِهِمْ عَن نَّفْسِهِ ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ لاَ يُصِيبُهُمْ ظَمَأٌ وَلاَ نَصَبٌ وَلاَ مَخْمَصَةٌ فِي سَبِيلِ اللّهِ وَلاَ يَطَؤُونَ مَوْطِئاً يَغِيظُ الْكُفَّارَ وَلاَ يَنَالُونَ مِنْ عَدُوٍّ نَّيْلاً إِلاَّ كُتِبَ لَهُم بِهِ عَمَلٌ صَالِحٌ إِنَّ اللّهَ لاَ يُضِيعُ أَجْرَ الْمُحْسِنِينَ
Tidaklah sepatutnya bagi penduduk Madinah dan orang-orang Arab yang berdiam di sekitar mereka, tidak turut menyertai Rasulullah (pergi berperang) dan tidak patut (pula) bagi mereka lebih mencintai diri mereka daripada mencintai diri Rasul. Yang demikian itu ialah karena mereka tidak ditimpa kehausan, kepayahan dan kelaparan pada jalan Allah. Dan tidak (pula) menginjak suatu tempat yang membangkitkan amarah orang-orang kafir, dan tidak menimpakan suatu bencana kepada musuh, melainkan dituliskanlah bagi mereka dengan yang demikian itu suatu amal saleh. Sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat baik, (QS At Taubah. 9:120)
Tidak demikian, Al Qiyadah Al islamiyah tidak membenarkan tindakan teror. Sekali lagi, untuk menjalankan Islam kaffah harus berdasarkan kondisi, step by step menurut contoh Rasulullah, khususnya Muhammad SAW. Kemudian apabila anda bertanya, mengapa untuk menjalankan ritual sholat lima waktu musti menunggu di madaniyah ? Apa susahnya sholat lima waktu diperiode makiyah? Kami tidak bisa menjawab. Tanyakan saja kepada Allah dan Rasulullah Muhammad ! Mengapa Rasulullah Muhammad tidak shalat lima waktu semasa kondisi makiyah? Kami hanya mencontoh sunnah yang ditinggalkan beliau
Pada intinya, Al Qiyadah Al Islamiyah tidak mengkafiri perintah wajib sholat lima waktu,AL Qiyadah hanya ingin menjalankan Al Quran seperti sunnah yang ditinggalkan para Rasul, khususnya Muhammad.
وَقَالَ الَّذِينَ كَفَرُوا لَوْلَا نُزِّلَ عَلَيْهِ الْقُرْآنُ جُمْلَةً وَاحِدَةً كَذَلِكَ لِنُثَبِّتَ بِهِ فُؤَادَكَ وَرَتَّلْنَاهُ تَرْتِيلا
Berkatalah orang-orang yang kafir:"Mengapa al-Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?", demikianlah supaya Kami perkuat “fuada/akal” kamu dengannya dan Kami membacakanya sekelompok demi sekelompok (QS. Al Furqon 25:32)
Berkaitan Isra’-Mi’raj, Al Qiyadah Al Islamiyah juga tidak mengkafirinya. Tetapi kami menolak pemahaman dengan versi Israiliyat maupun buatan Majusi Persia. Bagaimana mungkin terjadi tawar-menawar antara Allah dan RasulNya berkaitan dengan kewajiban sampai sembilan kami berkaitan shalat, dari 50 waktu menjadi 5 waktu dalam sehari semalam
Pertama tidak mungkin Allah mewajibkan ummat sholat 50 waktu dalam sehari semalam, yang berarti dia harus sholat tiap ? jam. Kapan waktu buat tidur, bekerja, menuntut ilmu, dan lain sebagainya ? Tidak demikian, Allah tidak akan membenani manusia diluar kesanggupannya
لاَ يُكَلِّفُ اللّهُ نَفْساً إِلاَّ وُسْعَهَا لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ
Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Al Baqarah 2:286)
Kedua, seandainya Allah benar mewajibkan sholat 50 waktu, maka tidak mungkin Rasulullah Muhammad akan menawar. Beliau tidak punya hak. Akhlaq beliau selalu tunduk atuh kepada perintah-perintah Allah
وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْراً أَن يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ وَمَن يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالاً مُّبِينا
Dan tidakkah patut bagi laki-laki yang mu'min dan tidak (pula) bagi perempuan yang mu'min, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetappkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka.Dan barang siapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (QS. Al Ahzab 33:36)
Salam