gupy15
Mod
Cara Pacquiao Hormati Seniornya
/
Minggu, 7 Desember 2008 | 22:58 WIB
LAS VEGAS, MINGGU - Beberapa saat setelah memukul KO Oscar De La Hoya di MGM Grand Las vegas, Manny Pacquiao mengatakan kepada petinju AS tersebut,"Kamu tetap pujaan saya."
Jawaban Oscar De La Hoya? "Tidak, sekarang andalah petinju pujaan saya." De La Hoya mengatakan hal ini dengan mata kiri yang tertutup dan kekalahan KO pada ronde delapan.
Ini merupakan kali kedua De La Hoya mengalami kekalahan KO dalam 16 tahun karirnya di dunia tinju profesional. Di usia 35, ia tampil tidak seperti pada masa jayanya. Kecepatannya sudah jauh berkurang dan De la Hoya tidak mampu menahan pukulan-pukulan keras lawannya dari Filipina tersebut.
Sejak awal pertarungan memang tampak tidak berimbang. De La Hoya yang mencoba merangsek tidak mampu "menangkap" kepala Pacman. Pukulan-pukulannya banyak menerpa angin. Sementara pukulan-pukulan keras Pacquiao menerpa semua bagian tubuh De La Hoya. Dari perut, pipi hingga ke mata. Begitu seterusnya hingga De la Hoya menyerah memasuki ronde delapan.
Begitu naik ke atas ring, Pacquiao sudah menunjukkan respek kepada lawannya. Ia menatap mata De La Hoya bukan untuk menantang namun justru mengharap teguran bersahabat dari lawannya tersebut. Setiap kali akhir ronde Pacquiao berusaha menyentuhkan tangannya kepada De La Hoya.
Ketika bertukar pukulan pun, Pacquiao tetepa menunjukkan respeknya kepada seniornya tersebut. Sebenarnya sejak ronde keempat, situasi sudah tidak berimbang. De La Hoya tidak ubahnya menjadi semacam sand sack buat lawannya. Namun Pacquiao yang biasanya ganas terhadap lawannya, seperti tidak mau memukul jatuh lawannya. Ia selalu "memberi" angin dan kesempatan kepada lawannya untuk menarik nafas dan memulihkan kondisi.
Saat dipastikan akan menghadapi De la Hoya pada 6 Desember tersebut, Pacquiao secara terang-terangan sudah mengungkapkan kekagumannya pada petinju peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 ini. "De La Hoya adalah orang yang menjadi idaman pada awal-awal karir saya. Siapa yang pernah membayangkan saya akan berada satu ring dengan orang yang sangat saya kagumi ini?"
Apa yang dirasakan Pacquiao memang sering dihadapi petinju-petinju besar lainnya apabila menghadapi lawan yang pernah dikagumi atau bahkan menjadi bagian dalam perkembangan karirnya.
Seperti yang dihadapi juara dunia tinju kelas berat dekade 1980-an, Larry Holmes saat menghadapi Muhammad Ali pada Desember 1980. Holmes yang perkasa pada usia 30 tahun menghadapi Ali yang rapuh di usia 38 tahun. Kerikuhan Holmes terutama adalah ia sendiri pernah menjadi sparring partner Ali saat masih berjaya.
Ali pada usia 38 tahun adalah seorang yang sangat rapuh. Apalagi saat itu para pembantunya menyuntikkan semua obat-obatan untuk mengurangi lemak di tubuhnya. Semua ini dilakukan tanpa sepengetahuan pelatih Ali, Angelo Dundee. Hasilnya, Ali memang tampak langsing dan atletis, namun amat sangat rapuh. Holmes membulan-bulani petinju kelahiran 1942 ini yang menbuat matanya bengkak dan kemudian mundur di ronde 10.
Di pertandingan tersebut pun, Holmes melakukan hal serupa dengan Pacquiao. Setiapkali memukul wajah dan tubuh Ali, ia melirik ke arah wasit dan berharap wasit menghentikan pertarungan yang tak berimbang tersebut.
Di konferensi pers usai pertandingan, Ali muncul dengan kacamatan hitam. Sementara Holmes justru menangis sambil mengatakan,"Saya menyayangi Ali. saya sebenarnya tidak ingin melukainya"
Ali saat itu langsung menukas,"Mengapa kami membulan-bulani dia?" Jawab Holmes,"Saya harus melakukan hal itu, karena itulah peraturan di atas ring tinju."
Baik Holmes mau pun Pacquiao telah memperlihatkan sisi kemanusiaan mereka. Sebagai petinju di atas ring mereka sering tampil ganas dan tanpa ampun. Mereka adalah yang terbaik. Tetapi terhadap para senior yang mereka anggap pernah bersinggungan dengan keberhasilan mereka, para petinju tersebut tidak pernah kehilangan sikap hormat.
A Tjahjo Sasangko www.kompas.com
/
Minggu, 7 Desember 2008 | 22:58 WIB
LAS VEGAS, MINGGU - Beberapa saat setelah memukul KO Oscar De La Hoya di MGM Grand Las vegas, Manny Pacquiao mengatakan kepada petinju AS tersebut,"Kamu tetap pujaan saya."
Jawaban Oscar De La Hoya? "Tidak, sekarang andalah petinju pujaan saya." De La Hoya mengatakan hal ini dengan mata kiri yang tertutup dan kekalahan KO pada ronde delapan.
Ini merupakan kali kedua De La Hoya mengalami kekalahan KO dalam 16 tahun karirnya di dunia tinju profesional. Di usia 35, ia tampil tidak seperti pada masa jayanya. Kecepatannya sudah jauh berkurang dan De la Hoya tidak mampu menahan pukulan-pukulan keras lawannya dari Filipina tersebut.
Sejak awal pertarungan memang tampak tidak berimbang. De La Hoya yang mencoba merangsek tidak mampu "menangkap" kepala Pacman. Pukulan-pukulannya banyak menerpa angin. Sementara pukulan-pukulan keras Pacquiao menerpa semua bagian tubuh De La Hoya. Dari perut, pipi hingga ke mata. Begitu seterusnya hingga De la Hoya menyerah memasuki ronde delapan.
Begitu naik ke atas ring, Pacquiao sudah menunjukkan respek kepada lawannya. Ia menatap mata De La Hoya bukan untuk menantang namun justru mengharap teguran bersahabat dari lawannya tersebut. Setiap kali akhir ronde Pacquiao berusaha menyentuhkan tangannya kepada De La Hoya.
Ketika bertukar pukulan pun, Pacquiao tetepa menunjukkan respeknya kepada seniornya tersebut. Sebenarnya sejak ronde keempat, situasi sudah tidak berimbang. De La Hoya tidak ubahnya menjadi semacam sand sack buat lawannya. Namun Pacquiao yang biasanya ganas terhadap lawannya, seperti tidak mau memukul jatuh lawannya. Ia selalu "memberi" angin dan kesempatan kepada lawannya untuk menarik nafas dan memulihkan kondisi.
Saat dipastikan akan menghadapi De la Hoya pada 6 Desember tersebut, Pacquiao secara terang-terangan sudah mengungkapkan kekagumannya pada petinju peraih medali emas Olimpiade Barcelona 1992 ini. "De La Hoya adalah orang yang menjadi idaman pada awal-awal karir saya. Siapa yang pernah membayangkan saya akan berada satu ring dengan orang yang sangat saya kagumi ini?"
Apa yang dirasakan Pacquiao memang sering dihadapi petinju-petinju besar lainnya apabila menghadapi lawan yang pernah dikagumi atau bahkan menjadi bagian dalam perkembangan karirnya.
Seperti yang dihadapi juara dunia tinju kelas berat dekade 1980-an, Larry Holmes saat menghadapi Muhammad Ali pada Desember 1980. Holmes yang perkasa pada usia 30 tahun menghadapi Ali yang rapuh di usia 38 tahun. Kerikuhan Holmes terutama adalah ia sendiri pernah menjadi sparring partner Ali saat masih berjaya.
Ali pada usia 38 tahun adalah seorang yang sangat rapuh. Apalagi saat itu para pembantunya menyuntikkan semua obat-obatan untuk mengurangi lemak di tubuhnya. Semua ini dilakukan tanpa sepengetahuan pelatih Ali, Angelo Dundee. Hasilnya, Ali memang tampak langsing dan atletis, namun amat sangat rapuh. Holmes membulan-bulani petinju kelahiran 1942 ini yang menbuat matanya bengkak dan kemudian mundur di ronde 10.
Di pertandingan tersebut pun, Holmes melakukan hal serupa dengan Pacquiao. Setiapkali memukul wajah dan tubuh Ali, ia melirik ke arah wasit dan berharap wasit menghentikan pertarungan yang tak berimbang tersebut.
Di konferensi pers usai pertandingan, Ali muncul dengan kacamatan hitam. Sementara Holmes justru menangis sambil mengatakan,"Saya menyayangi Ali. saya sebenarnya tidak ingin melukainya"
Ali saat itu langsung menukas,"Mengapa kami membulan-bulani dia?" Jawab Holmes,"Saya harus melakukan hal itu, karena itulah peraturan di atas ring tinju."
Baik Holmes mau pun Pacquiao telah memperlihatkan sisi kemanusiaan mereka. Sebagai petinju di atas ring mereka sering tampil ganas dan tanpa ampun. Mereka adalah yang terbaik. Tetapi terhadap para senior yang mereka anggap pernah bersinggungan dengan keberhasilan mereka, para petinju tersebut tidak pernah kehilangan sikap hormat.
A Tjahjo Sasangko www.kompas.com