louisiana
New member
Liputan 6
Liputan 6 - Selasa, 1 Maret
Liputan6.com, Shanghai: Sejumlah pasukan polisi yang dibekali taktik baru dengan menggunakan lengkingan peluit dan truk pembersih jalan, belum lama ini disiapkan untuk mencegah aksi protes terbuka di beberapa wilayah Cina. Terutama, menyusul gencarnya seruan menggelar aksi protes damai serupa gerakan demokrasi di Timur Tengah.
Di alun-alun rakyat di Kota Shanghai, polisi berseragam meniup peluit dan berupaya membubarkan sedikitnya 200 orang yang sudah berkumpul sejak pekan lalu. Sementara di Beijing, pihak kepolisian menggunakan truk air untuk penyemprotan air di sepanjang jalan distrik pusat perbelanjaan dalam upaya mencegah demonstran memadati jalan [baca: Aktivis Cina Serukan Revolusi Jasmine].
Seperti dilansir AP, Senin (28/2), Kepolisian Shanghai juga mengawal ketat wartawan asing yang hendak meliput dan memperingatkan mereka untuk menjauh dari lokasi protes. Di Beijing, polisi juga menahan fotografer berita asing, juru kamera dan wartawan dari AP, BBC, Voice of America, kantor berita Jerman ARD dan ZDF. Mereka dibawa ke kantor polisi dan diberitahu agar memiliki izin khusus untuk meliput dari Wangfujing. Tak hanya itu, pemerintah Beijing tampaknya akan memperluas larangan pada peliputan hingga ke Lapangan Tiananmen.
Bloomberg News melaporkan sedikitnya lima orang yang diduga polisi preman telah menyerang salah satu wartawannya. Mereka pun menyita kamera video dan menahan sang peliput di sebuah toko sampai polisi berseragam tiba untuk menyelamatkannya. Polisi juga menahan beberapa warga lokal, sedikitnya dua orang di Beijing dan empat lainnya di Shanghai. Mereka diduga terlibat aksi protes tersebut.
Sejauh ini belum jelas jumlah orang yang terlibat aksi protes tersebut meski diperkirakan tak begitu banyak seperti pekan lalu. Toh, ajakan demonstrasi terus digaungkan melalui gerakan bawah tanah.
Tak seperti Mesir dan Tunisia, di mana warganya menuntut masalah krisis ekonomi dengan menggulingkan para pemimpinnya yang otoriter. Cina justru berbanding terbalik, perekonomiannya terus berkembang pesat dan standar kehidupan warganya juga sudah meningkat. Namun, kepemimpinan Cina saat ini tengah menghadapi inflasi dan kekhawatiran mengenai gerakan demokrasi tersebut akan berlanjut.(JAY/ANS)
Liputan 6 - Selasa, 1 Maret
Liputan6.com, Shanghai: Sejumlah pasukan polisi yang dibekali taktik baru dengan menggunakan lengkingan peluit dan truk pembersih jalan, belum lama ini disiapkan untuk mencegah aksi protes terbuka di beberapa wilayah Cina. Terutama, menyusul gencarnya seruan menggelar aksi protes damai serupa gerakan demokrasi di Timur Tengah.
Di alun-alun rakyat di Kota Shanghai, polisi berseragam meniup peluit dan berupaya membubarkan sedikitnya 200 orang yang sudah berkumpul sejak pekan lalu. Sementara di Beijing, pihak kepolisian menggunakan truk air untuk penyemprotan air di sepanjang jalan distrik pusat perbelanjaan dalam upaya mencegah demonstran memadati jalan [baca: Aktivis Cina Serukan Revolusi Jasmine].
Seperti dilansir AP, Senin (28/2), Kepolisian Shanghai juga mengawal ketat wartawan asing yang hendak meliput dan memperingatkan mereka untuk menjauh dari lokasi protes. Di Beijing, polisi juga menahan fotografer berita asing, juru kamera dan wartawan dari AP, BBC, Voice of America, kantor berita Jerman ARD dan ZDF. Mereka dibawa ke kantor polisi dan diberitahu agar memiliki izin khusus untuk meliput dari Wangfujing. Tak hanya itu, pemerintah Beijing tampaknya akan memperluas larangan pada peliputan hingga ke Lapangan Tiananmen.
Bloomberg News melaporkan sedikitnya lima orang yang diduga polisi preman telah menyerang salah satu wartawannya. Mereka pun menyita kamera video dan menahan sang peliput di sebuah toko sampai polisi berseragam tiba untuk menyelamatkannya. Polisi juga menahan beberapa warga lokal, sedikitnya dua orang di Beijing dan empat lainnya di Shanghai. Mereka diduga terlibat aksi protes tersebut.
Sejauh ini belum jelas jumlah orang yang terlibat aksi protes tersebut meski diperkirakan tak begitu banyak seperti pekan lalu. Toh, ajakan demonstrasi terus digaungkan melalui gerakan bawah tanah.
Tak seperti Mesir dan Tunisia, di mana warganya menuntut masalah krisis ekonomi dengan menggulingkan para pemimpinnya yang otoriter. Cina justru berbanding terbalik, perekonomiannya terus berkembang pesat dan standar kehidupan warganya juga sudah meningkat. Namun, kepemimpinan Cina saat ini tengah menghadapi inflasi dan kekhawatiran mengenai gerakan demokrasi tersebut akan berlanjut.(JAY/ANS)