nurcahyo
New member
Cegah Komplikasi dan Tekan Virus Hepatitis B
Pada simposium nasional "Perkembangan Terkini Penanganan Hepatitis B Kronis" di Jakarta, Sabtu (11/11), terungkap pengidap hepatitis B di Indonesia cukup banyak. Di kota- kota besar, seperti Jakarta, prevalensinya mencapai 8-10 persen. Penyakit ini 50-100 kali lebih menular daripada HIV. Di daerah endemis, banyak orang terinfeksi ketika masih kecil karena penularan dari ibu ke anak pada saat melahirkan.
"Penularan virus itu juga bisa terjadi melalui transfusi darah, penggunaan bersama jarum untuk injeksi atau tato, dan berhubungan seks tidak aman," kata LA Lesmana, Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, saat ditemui di sela-sela simposium.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus hepatitis B kronis diperkirakan menyerang sekitar 350 juta orang di dunia, terutama di Asia Tenggara dan Afrika, dan menyebabkan kematian sekitar 1,2 juta orang per tahun. Dari jumlah itu, 15-25 persen yang terinfeksi kronis meninggal dunia karena komplikasi dari penyakit lever, seperti sirosis dan kanker hati.
Kanker hati
Peningkatan jumlah virus secara terus-menerus dapat berakibat sirosis, kanker hati, dan gagal hati. Karena itu, jumlah virus hepatitis B harus ditekan serendah mungkin. "Ini menunda perkembangan menuju sirosis, perbaikan daya tahan, peningkatan antibodi terhadap penyakit terdeteksi, jaringan lever yang rusak diperbaiki dan fungsi enzim lever kembali normal," ujarnya.
Hepatitis B termasuk ?pembunuh diam-diam? karena banyak orang tak tahu terinfeksi sehingga terlambat ditangani dan terinfeksi seumur hidup.
Oleh karena itu, pengobatan baru yang lebih kuat, aman, dan nyaman dibutuhkan untuk memaksimalkan penekanan virus pada fase awal pengobatan dan menjaganya tetap rendah untuk mengurangi risiko kematian dari penyakit ini. "Supresi virus yang lebih banyak mengurangi risiko berkembangnya penyakit. Ini tujuan utama pengobatan hepatitis B kronis," kata Lesmana.
Menurut hasil penelitian klinis secara global yang melibatkan 1.367 pasien, obat telbivudine secara signifikan menurunkan jumlah virus dalam darah ke level yang tidak terdeteksi. Pasien yang diberi obat itu mengalami supresi virus lebih cepat dan kuat daripada yang memakai dua obat lain yang banyak dipakai saat ini, yakni lamivudine dan adefovir.
Anuchit Chutaputti, pakar hati dari Rumah Sakit Phramongkutklao Bangkok, Thailand, menyatakan, satu hal penting dari studi global ini adalah adanya data yang menunjukkan bahwa dengan berhasil ditekannya virus pada minggu ke-24 dapat mengarah pada manfaat klinis yang lebih baik dalam dua tahun. Telbivudine sejauh ini telah mendapat izin dari Pemerintah Amerika Serikat pada Oktober 2006.
Lim Seng Gee, hepatolog dari Universitas Nasional Singapura, menambahkan, pengembangan obat telbivudine ini butuh penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektivitas obat itu pada penderita hepatitis B kronis dalam jangka panjang.
Sumber : Kompas Cyber Media - KCM - Bukan Sekadar Berita
Pada simposium nasional "Perkembangan Terkini Penanganan Hepatitis B Kronis" di Jakarta, Sabtu (11/11), terungkap pengidap hepatitis B di Indonesia cukup banyak. Di kota- kota besar, seperti Jakarta, prevalensinya mencapai 8-10 persen. Penyakit ini 50-100 kali lebih menular daripada HIV. Di daerah endemis, banyak orang terinfeksi ketika masih kecil karena penularan dari ibu ke anak pada saat melahirkan.
"Penularan virus itu juga bisa terjadi melalui transfusi darah, penggunaan bersama jarum untuk injeksi atau tato, dan berhubungan seks tidak aman," kata LA Lesmana, Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, saat ditemui di sela-sela simposium.
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), virus hepatitis B kronis diperkirakan menyerang sekitar 350 juta orang di dunia, terutama di Asia Tenggara dan Afrika, dan menyebabkan kematian sekitar 1,2 juta orang per tahun. Dari jumlah itu, 15-25 persen yang terinfeksi kronis meninggal dunia karena komplikasi dari penyakit lever, seperti sirosis dan kanker hati.
Kanker hati
Peningkatan jumlah virus secara terus-menerus dapat berakibat sirosis, kanker hati, dan gagal hati. Karena itu, jumlah virus hepatitis B harus ditekan serendah mungkin. "Ini menunda perkembangan menuju sirosis, perbaikan daya tahan, peningkatan antibodi terhadap penyakit terdeteksi, jaringan lever yang rusak diperbaiki dan fungsi enzim lever kembali normal," ujarnya.
Hepatitis B termasuk ?pembunuh diam-diam? karena banyak orang tak tahu terinfeksi sehingga terlambat ditangani dan terinfeksi seumur hidup.
Oleh karena itu, pengobatan baru yang lebih kuat, aman, dan nyaman dibutuhkan untuk memaksimalkan penekanan virus pada fase awal pengobatan dan menjaganya tetap rendah untuk mengurangi risiko kematian dari penyakit ini. "Supresi virus yang lebih banyak mengurangi risiko berkembangnya penyakit. Ini tujuan utama pengobatan hepatitis B kronis," kata Lesmana.
Menurut hasil penelitian klinis secara global yang melibatkan 1.367 pasien, obat telbivudine secara signifikan menurunkan jumlah virus dalam darah ke level yang tidak terdeteksi. Pasien yang diberi obat itu mengalami supresi virus lebih cepat dan kuat daripada yang memakai dua obat lain yang banyak dipakai saat ini, yakni lamivudine dan adefovir.
Anuchit Chutaputti, pakar hati dari Rumah Sakit Phramongkutklao Bangkok, Thailand, menyatakan, satu hal penting dari studi global ini adalah adanya data yang menunjukkan bahwa dengan berhasil ditekannya virus pada minggu ke-24 dapat mengarah pada manfaat klinis yang lebih baik dalam dua tahun. Telbivudine sejauh ini telah mendapat izin dari Pemerintah Amerika Serikat pada Oktober 2006.
Lim Seng Gee, hepatolog dari Universitas Nasional Singapura, menambahkan, pengembangan obat telbivudine ini butuh penelitian lebih lanjut untuk mengetahui efektivitas obat itu pada penderita hepatitis B kronis dalam jangka panjang.
Sumber : Kompas Cyber Media - KCM - Bukan Sekadar Berita