Cerbung: Matahari Berjubah Awan Merah Kelabu

Kalina

Moderator
Dari Novel Nada Egan (ya Kalina Maryadi)
Session 1
Bab 1


"Namaku Catherine Iskandar. Usiaku 22 tahun. Pekerjaan.. jangan sampai ada yang tau deh.." Tulisan itu sekilas terdengar tampak lebih muda ketimbang usia si penulis.
Cath baru rampung menyelesaikan halaman pembuka web pribadinya. Ia menyisipkan foto wajahnya yang diclose up. Cantik.. menurutnya.
Lalu, telepon berdering. Secepat kilat tangan halusnya yang meraih gagang telepon, dan bicara dengan seseorang di seberang.
Cath: "Oh.. Oke. Aku segera ke sana."
Sebuah tas selempang warna biru muda ia raih dari samping tempat tidur. Tanpa merapikan penampilannya, ia segera keluar dari apartemennya, menuju tempat parkir. Ia sangat buru-buru. Setelah masuk mobil, ia langsung tancap gas. Mobil honda jazz cat biru langitnya keluar dari area sejuknya tempat parkir bawah tanah, langsung tersentuh terik matahari yang legam..

Seorang remaja berlari keluar dari rumah kecil di pinggiran kota. Ia mengenakan seragam putih abu-abu. Rupanya murid SMA. Ia tampak ketakutan. Seragamnya koyak moyak. Di belakangnya seorang berpakaian serupa mengejarnya dengan bengis.
Kemudian terjadilah peristiwa sadis itu. Pembunuhan dan pemerkosaan siswi SMU, oleh pemuda yang diduga adalah teman satu sekolah. Mayatnya ditemukan membusuk di antara tumpukan sampah di TPA Pakusari. Hampir membusuk!
Ilustrasi tadi disampaikan oleh seorang saksi mata yang sempat menyaksikan, namun tak berdaya menolong, karena diancam si pelaku yang wajahnya ditutupi kain hitam.
Untunglah, divisi orang hilang di kepolisian setempat, saat mengkonfirmasi ke divisi pembunuhan, cocok. Keluarga korban juga sudah mengidentifikasi mayat itu. Sesuai dengan hasil test DNA, dan pakaian yang dikenakan.
Sekarang, tinggal mencari pelakunya.

Divisi pembunuhan pun merekrut salah satu kelompok penyelidikan Dewantara, atau Tim D, yang dipimpin oleh Kusnandar Dewantara, alias Pak Kus.

Di kantor Tim D telah berkumpul beberapa anggota yang terkait. Andre, Anjani, Rafi, dan Dahlia. Saat mulai rapat, Cath datang. Ia langsung duduk di antara Dahlia dan Andre.
Pak Kus: "Oke. Nama siswi itu Nindy. Kelas 3 IPS. Barang bukti yang kita punya, tidak terlalu banyak. Dan belum memberikan titik terang soal pelaku. Ini tugas kalian."
Pak Kus menunjukkan beberapa barang bukti berupa kaus olahraga SMU 17 Jember.
Rafi: "Waduh, kalau cuma itu.. Gimana ketemunya?"
Andree: "Gue sih, ada usul. Tadi udah dibicarain sama Pak Kus. Tinggal menunggu persetujuan kalian."
Lalu, Pak Kus menerangkan usul Andree.
Pak Kus: "Salah satu dari kalian menyamar di sekolah itu. Dan, kita juga udah dapet nama-nama yang mesti kalian dekati."
Dahlia: "Menyamar? Jadi apa?"
Andre: "Menyamar jadi siswa. Akan lebih mudah mendekati nama-nama itu."
Anjani: "Gak salah, Ndree? Dari kita gak ada yang tampang SMU lagi. Kecuali.."
Andree: "Cath.. kamu yang akan melakukannya."
Kaget ey! Andree tanpa basa-basi menyebut nama Cath.
Cath: "Aku?"

Semuanya menatap Cath. Memperhatikan gadis yang paling muda dalam Tim D.
Rafi: "Wah iya. Kamu lebih imut dari kita semua."
Cath: "Kok aku, sih?"
Dahlia: "Siapa lagi? Kami percaya sama kamu, Cath."
Pak Kus tertawa.
Pak Kus: "Ya. Kamu cocok banget, Cath.. Saya akan trus semua perizinannya sama kepala sekolah setempat. Cath, kamu siap-siap, ya.."

Cath keluar dari ruang rapat dengan wajah lesu. Andree mengikutinya.
Cath: "Kok kamu gak tanya dulu sama aku?"
Andree: "Gimana mau tanya? Mendadak banget ambil keputusannya."
Cath: "Tapi.. susah banget jadi anak SMU di usia aku yang segini."
Andree mengelus kepala Cath, dan mengacak-acak rambut pendek gadis itu.
Andree: "Ayolah, Sayang.. Mau, ya..? Cuma kamu yang bisa."
Cath: "Ya.. mau gimana lagi.. Kan udah pada sepakat tadi."
Andree memeluk Cath, dan berbisik di telinga gadis itu.
Andree: "Jangan khawatir. Kamu gak kerja sendirian kok. Aku dan yang lain pasti bantu."

Setelah mencapai kesepakatan, antara Pak Kus dan Kepala Sekolah, maka Cath pun sudah disiapkan.
Cath berlatih menjadi siswi SMU mulai dari sifat, hingga penampilannya.
Kepala Sekolah meminjamkan satu set seragam sekolah, lengkap beserta buku-bukunya. Ia bersedia merahasiakan hal ini dari siapa pun. Termasuk para guru.

Hari pertama penyamaran..
Cath bangun pagi-pagi sekali. Ia mendandani dirinya seremaja mungkin.
Kemudian Andree datang.
Andree: "Udah siap?"
Cath: "Udah."
Saat Cath keluar kamar dengan penampilannya yang teen banget..
Andree: "Wow.. Sayang.. Look at you.."
Cath: "Kenapa?"
Andree: "Almost Perfect.."
Cath tersenyum dan berputar-putar.
Andree: "Ayo, cepet berangkat. Siswi baru gak boleh terlambat."

SMU 17 Jember adalah salah satu sekolah negeri favorit di kotanya. Siswa siswinya berprestasi. Heran juga, bisa ada pelaku kriminal di sekolah sebagus ini.
Andree: "Nanti kamu temui dulu kepala Sekolahnya. Dan ini nama-nama yang mesti kamu dekati."

Saat Cath mau membawa catatan itu, Andree melarang.
Andree: "Dihafalin aja satu-satu."
Lalu, ia mencium kening Cath.
Andree: "Hati-hati ya. Utamakan keselamatan."
Cath mengangguk.

Wow! Back to school!
Seperti anak SMU yang baru berlibur panjang, lalu diharuskan kembali ke sekolah. Cath merasa.. kembali ke masa lalu, saat dirinya pertama kali masuk SMU di Surabaya. Semoga saja tidak ada yang mengenalinya sebagai gadis 22 tahun.

Ruang kepala sekolah terletak berseberangan dengan ruang guru. Hanya berjarak dua meter, dipisah dengan bangsal berlantaikan keramik warna biru tua.
Cath mengetuk pintu beberapa kali. Lalu, seorang wanita membukakannya. Diakah kepala sekolahnya? Wow! Cantik sekali, dan juga sangat anggun. Ia tidak mengenakan baju seperti kepala sekolah pada umumnya. Ruangannya juga cenderung lebih santai. Banyak tanaman hias yang asri dan segar.
"Kamu Cath yang.. itu kan?"
Teguran Bu Yasmin membangkitkan Cath dari lamunan sesaatnya.
Cath: "Iya. Saya Cathy Iskandar dari.."

Sebelum Cath menyebutkan pekerjaannya, Bu Yasmin menghentikan.
Yasmin: "Ops.. bentar.."
Ia memeriksa pintu dan jendela. Takut ada yang mendengar, barangkali.
Yasmin: "Oke. Lanjutkan.."
Cath: "Saya dari divisi penyelidikan Tim D. Yang ditugaskan untuk menyelidiki pembunuhan dan pemerkosaan yang menimpa saudari Nindy Mirasih.
Yasmin: "Memang, sebenernya Nindy bukan siswi yang baik. Nilainya jumpalitan menurun. Pergaulannya sangat bebas. Kebanyakan dengan siswa. Sikapnya ketus dan angkuh."
Cath: "Bu Kepala Sekolah tenang saja. Saya akan berusaha keras mencari pelakunya. Dan, kalau anda tau sesuatu, apa pun itu, segera beritau saya."
Yasmin: "Ya. Kita kerja sama saja. Dan, jangan panggil saya Bu. Tapi Mami Yas."
Mami? Agak aneh kalau memanggil seorang kepala sekolah dengan sebutan mami. Apa boleh buat..
Cath: "Oke. Mami Yas.."

Lalu, Mami Yas memanggil seorang guru, yang bersiap mengajar di kelas 3 IPS B, supaya mengajak Cath masuk kelas.

3 IPS B
Ruang kelas yang bersih. Siswa siswinya tertib. Jauh dari kesan kriminal.
Oh.. Hari yang sulit akan segera Cath mulai. Semoga usahanya tidak sia-sia.
Cath menatap satu per satu murid di kelas itu. Semuanya bertampang anak baik-baik. Tapi tetap harus ingat. PENAMPILAN DAPAT MENIPU!
 
Last edited:
BAB 2

Guru mata pelajaran akuntansi memberi waktu pada Cath untuk memperkenalkan diri.
Ayo, tenang, Cath..
Cath: "Perkenalkan, nama saya Cath. Saya pindahan dari Surabaya. Di Jember ini, saya tinggal bersama kakak saya."
Perhatian seluruh siswa siswi di kelas itu, tengah tertuju pada Cath, yang terlihat berbeda dari siswi kebanyakan. Sebelum mereka mulai berpikir yang aneh-aneh, Cath mengakhiri perkenalan dirinya.
Cath: "Semoga kita bisa belajar bersama dengan baik."
Kemudian, guru itu memilihkan tempat duduk untuk Cath. Kebetulan, satu-satunya bangku yang kosong itu terletak di pojok belakang. Bangku berdua itu hanya diisi oleh seorang siswa.
Guru: "Doni, Cath satu bangku sama kamu, ya."
Doni: "Iya, Bu.."

Syukurlah, Doni lebih tinggi dari Cath. Jadi, bisa menyembunyikan postur tubuh dewasanya di balik tirai-tirai anak remaja.
Cath tersenyum pada Doni.
Cath: "Hai! Aku Cath.."
Doni: "Aku Doni.."
Mereka berkenalan di sela-sela pelajaran berlangsung.

Doni..
Cath baru ingat. Nama itu ada dalam catatan yang Andree tunjukkan tadi pagi. Doni Pramana. Nama itu sama persis dengan yang Cath lihat di halaman pertama buku paket akuntansinya.

Pada jam istirahat, beberapa siswa dan siswi menghampiri Cath dan mengajak berkenalan. Bagas, Indra, Hakim, Rina, Hilang, dan Budi. Itulah nama-nama mereka yang menghampiri Cath.
Rina: "Wah.. Cath beruntung banget. Baru dateng, dah duduk sama Doni."
Cath: "Kok gitu? Tadinya di sini kosong. Kenapa kamu gak pindah duduk di sini?"
Rina: "Gak dibolehin."
Cath: "Kok gak dibolehin? Siapa yang gak ngebolehin?"
Rina: "Ya Doni. Siapa lagi..?"
Cath menoleh pada Doni.
Cath: "Memangnya kenapa, Don?"

Doni diam sejenak. Lalu..
Doni: "Kapan juga gue ngelarang lo duduk sini?"
Rina: "Yee.. Malah gak ngaku.."
Kemudian, yang lainnya menyahut.
Bagas: "Dulu, yang duduk di samping Doni, itu pacarnya Doni. Namanya Nindy."
Wow! Cath langsung menekan mini recorder di balik bajunya. Siap merekam pembicaraan ini.
Cath: "Oh, gitu. Trus, sekarang Nindy-nya ke mana..?"
Seolah tak mau ada misteri yang terungkap, Doni membubarkan kerumunan itu.
Doni: "Ah.. Udah deh.. Gak usah dibahas lagi. Sana bubar! Bubar!"
Mungkin memang bukan saatnya untuk terungkap. Tapi paling tidak terlihat sedikit celah cahaya di ujung lorong gelap dan panjang ini.

Pulang sekolah, Cath tidak langsung pulang. Dengan alasan ingin belajar beberapa materi yang belum ia pahami, Cath coba menyisir sekolah, dimulai dengan bangku Doni. Sudah jelas. Dulu Nindy satu bangku sama Doni. Pasti ada petunjuk. Walau tidak banyak.

Di meja ini banyak coretan-coretan, yang dirasa.. pasti ada maksud.

Tanpa buang waktu, Cath segera memotret setiap tulisan atau gambar yang ada di meja.
Lalu, saat Cath merogoh dua laci di mejameja itu, ia menyentuh sesuatu. Saat ia keluarkan, ternyata bola-bola kertas yang sudah kusut. Cath memasukkan semuanya ke dalam tas.
Setelah semuanya beres, ia segera pulang.

Andree menelpon..
Andree: "Sayang, aku di apartement nih."
Cath: "Iya. Aku lagi di jalan. Bentar lagi sampe."

Sampai di rumah, Cath mengeluarkan semua barang yang ada di tasnya. Menumpahkan semuanya di meja ruang tamu.
Andree: "Apaan, nih?"
Cath: "Aku nemuin ini semua di laci mejanya Doni Pramana. Kebetulan, aku duduk sebangku sama dia, dan bangku aku, adalah bekas bangku Nindy Mirasih. Seru, kan?"
Andree: "Ya udah. Kamu ganti baju dulu sana. Aku mau cek kertas-kertas ini."
Cath: "Oke.."

Memang agak tidak klop mengingat Doni adalah siswa SMU. Tapi gulungan kertas itu, isinya juga tidak biasa. Gambar perempuan. Lebih tepatnya wajah seorang perempuan, yang akhirnya Dahlia bilang..

Dahlia: "Gak mirip sama sekali dengan Nindy. Kalo Nindy, dia berambut pendek. Sedangkan yang di gambar, rambutnya panjang."
Anjani: "Atau.. ini.. si Doni cuma iseng ngegambar gitu?"
Rafi: "Gak mungkin juga sih, Jan. Kalo dia ngegambar cewek lain, pastinya Nindy akan marah."
Cath menyambung.
Cath: "Dan, gak akan disimpan sedalam itu di lacinya."
Andree mengamati gambar-gambar itu.
Andree: "Jadi, Cath.. selain nama-nama itu, kamu cari juga ya, siswi yang mirip dengan gadis di gambar ini."
Cath: "Oke, aku coba. Oh ya, apa.. Tim nyimpen foto-foto orang yang mesti aku dekati? Aku merasa kesulitan di bagian ini. Kalau cuma namanya yang tau, pasti kerjaanku akan lamban. Kalo ada dua orang dengan nama yang sama gimana?"
Semua paham kesulitan Cath.
Andree: "Itulah tantangan kamu, Cath. Pihak keluarga gak punya foto-foto mereka. Cuma foto si Doni Pramana."
Cath: "Ya deh, aku usahain yang terbaik sebisa aku.."
Kemudian rapat diakhiri.

Cath tampak lesu. Ia keluar paling akhir dari ruang rapat, dan.. ia melihat Andree dan Anjani di lorong depan ruang rapat. Keduanya bersenda gurau dan tertawa-tawa.
Cath tidak mengganggu mereka. Walau mendadak tingkah mereka mengusik batin Cath. Ia pun ngeloyor pergi ke lobi.

Di lobi ada Dahlia dan Rafi, duduk di sofa sambil menikmati kopi.
Cath duduk di sebelah Dahlia.
Rafi: "Cath.. Aku pinjam Andree dong besok siang.."
Cath: "Mo ngapain?"
Rafi: "Biasa.."
Cath: "Hari gini.. masih bela-belain ngopi darat.. minta ditemenin lagi."
Mereka tertawa.
Dahlia: "Andree-nya mana?"
Cath: "Lagi sama Anjani.."

Andree mengantar Cath pulang.
Andree: "Sayang, kamu gak ada tugas sekolah?"
Cath: "Gak ada, tuh.."
Andree: "Hmm.. ya udah. Langsung istirahat, ya.."
Cath mengangguk. Lalu turun dari mobil Andree, dan segera masuk ke apartementnya.

Hari ke dua..
Menurut Cath, Doni sangat dingin. Ia tertutup dan pendiam. Tapi, Cath tidak kehabisan cara untuk mengakrabi siswa ini.
Cath juga berusaha cari tau siapa Nindy, dari beberapa siswi seperti Rina.

Seperti istirahat sekolah hari itu. Cath sudah siap dengan mini recordernya.
Rina: "Nindy itu pacarnya Doni. Tapi, Nindy gak serius sama Doni. Baginya, pacaran sama Doni cuma dibuat gaya-gayaan. Tau kan, Doni cakep dan keren. Juga tajir. Siapa pun yang jadi pacarnya Doni, pasti dihormati, ditakuti. Sayang, sikap dan sifat Nindy emang jelek banget. Mungkin, hal ini yang bikin Doni jadi berpaling ke cewek lain."
Cath: "Cewek lain? Siapa?"
Rina: "Gosipnya sih Nadine. Anak kelas dua jurusan bahasa."
Cath langsung ingat nama itu. Nadine Anasya kah?
 
Last edited:
Bls: Cerbung: Matahari Berjubah Awan Merah Kelabu

hem..........lagi seru nih........
jgn lupa yah cpt d post lgi smbganx.........^_~
 
BAB 3

Cath pura-pura tersesat di daerah kelas dua bahasa. Sambil melihat-lihat, apakah Nadine Anasya yang ada di gambar itu?
Tiba-tiba..
Seorang siswi keluar dari kelas dengan buru-buru. Tanpa sengaja menabrak Cath.
"Aduh, sorry..sorry.. aku gak sengaja."
Cath: "Gak pa-pa, kok.."
Cath memperhatikan wajah siswi ini. Ya ampun! Dia kah Nadine? Untuk memastikan, dia membaca atribut nama di baju seragamnya. Nadine Anasya.
Nadine: "Aku baru lihat kamu di sekolah ini. Kamu anak baru, ya?"
Cath: "Ng.. iya. Aku baru. Namaku Cath."
Nadine: "Aku Nadine. Kelas dua bahasa. Kamu?"
Cath: "Aku kelas 3 IPS."
Nadine: "Wah.. aku panggil kamu kakak, dong."
Cath: "Ya.. terserah kamu aja."
Nadine adalah gadis yang periang. Ia mudah bergaul dengan siapa saja.

Sementara itu..
Andree diajak Rafi pergi ngopi dapat!
Andree: "Kenapa sih, nyari cewek selalu dari internet dulu?"
Rafi: "Seru aja gitu.."
Andree: "Ya ampun.."
Gadis yang mau bertemu Rafi memang cantik. Tapi, perokok. Saat ngobrol, ia sudah habis 4 batang rokok.
Rafi benar-benar kecewa. Andree tersenyum menahan tawa.
Rafi: "Ya ampun.. Cantik-cantik kok gitu, sih..?"
Andree: "Cari lagi sana..!"
Mereka kembali ke kantor.

Anjani menyambut Andree dan Rafi.
Anjani: "Andree, Rafi.. kalian udah makan siang? Ndree, aku udah dapet tiketnya nih. Jadi nonton, kan?"
Andree: "Jadi, dong. Nanti malem, kan?"
Anjani: "Pulang kantor kita nonton, ya.."

Mendadak, perasaan Cath tidak nyaman. Tiba-tiba ingat Andree. Kenapa, ya?
Cath mencoba menepis segala perasaan tak nyamannya. Ia harus konsentrasi. Fokus pada pekerjaan. Ia mulai ada ide untuk akrab dengan Doni.
Cath: "Ng.. Don, aku gak paham nih, yang ini. Bisa bantu jelasin, gak?"

Awalnya, Doni tidak mau. Dia cuekin Cath. Tapi, Cath terus memaksa.
Doni: "Ya udah. Ntar aja, pulang sekolah, gue jelasin."
Cath: "Di rumah kamu, ya.. Biar belajar kita jadi lebih nyaman."
Doni: "Iya, iya.."

Maka, pulang sekolah. Doni mempersilahkan Cath bonceng motor dengannya.
Rumah Doni terletak di sebuah perumahan elit. Semua yang ada di rumah itu, serba mewah. Siswa satu ini memang tajir. Selain itu juga tampan, dan berprestasi. Wanita mana yang gak ingin jadi kekasihnya? Nindy pun ingin. Sayang, ia tak bisa bersyukur.

Kamar Doni yang luas itu terletak di lantai dua. Ia memiliki rak buku yang menutupi salah satu dinding di ruangan itu.
Di samping tempat tidur, ada meja belajar lesehan. Sangat nyaman.
Cath melihat, beberapa foto gadis cantik di rak-rak hiasan. Itu foto Nindy.
Kemudian, mulailah mereka belajar. Dengan telaten Doni mengajari Cath.

Saat Cath sibuk dengan penyelidikan yang memakan waktu hingga malam hari, Andree menikmati acara nonton bareng Anjani.

Mereka nonton Twilight.
Anjani: "Robert Pattinson emang ganteng. Wajarlah kalo tiap kali muncul, cewek-cewek teriak histeris gitu."
Andree: "Tapi, Cath bilang, aku lebih ganteng loh."
Anjani: "Ah.. Cath. Ya iyalah dia bilang gitu. Kamu kan pacarnya."
Andree tertawa.

Doni menawarkan untuk mengantar Cath pulang.
Doni: "Mau dianterin gak?"
Cath: "Oh.. gak usah. Tempat tinggal aku deket, kok."
Doni: "Yakin?"
Cath: "Yakin. Sampai ketemu di sekolah, ya.."

Cath menelpon Andree dari tadi. Tapi, ponsel Andree tidak aktif.
Cath: "Andree.. kamu ke mana sih..?"

Ou! Andree masih nonton bareng Anjani. Ponsel sengaja ia non aktifkan. Supaya tidak mengganggu.

Film berakhir pukul 11 malam. Andree mengantar Anjani pulang. Saat ia mengaktifkan ponselnya, langsung deh masuk telpon Cath.
Andree: "Iya, Sayang..?"
Cath: "Kamu di mana?"
Andree: "Aku lagi di jalan. Ini dalam perjalanan ke tempat kamu."

Cath tampak cemberut saat menyambut kedatangan Andree.
Cath: "Kok susah banget telpon kamu?"
Andree: "Iya. Tadi ponsel aku matiin. Aku ketiduran. Pas bangun.. trus nyalain ponsel, baru ada telpon kamu."
Andree tidak jujur!
Tapi, Cath masih cemberut. Agaknya, ia masih tidak percaya.
Andree: "Sorry ya.."
Andree mengelus kepala Cath.
Andree: "Udah makan belom?"
Cath: "Udah."
Suara Cath masih terdengar sebal.
Andree: "Ada tugas sekolah, gak?"
Cath: "Ada. Tapi udah beres tadi."
Andree: "Lebih baik, sekarang kamu tidur ya. Istirahat. Besok kan masih sekolah."
Cath menatap Andree.
Cath: "Ndree, aku bukan siswi SMA beneran. Jangan perlakukan aku seperti itu."
Andree terkejut mendengar omongan Cath.
Andree: "Aku gak gitu, kok.. Perasaan kamu aja, kali.."
Cath: "Kamu pulang aja, deh.."
Suara Cath memelan. Padahal, malam ini, Cath mau mendiskusikan hasil kerjanya. Namun, bad mood mendadak menyerang.
Andree: "Sayang, maafin aku, ya.."

Cath tidak peduli lagi. Ia masuk kamar. Meninggalkan Andree yang masih mematung dengan banyak penyesalan di ruang tamu.

Paginya, Nadine melihat Cath baru datang.
Nadine: "Hai, Kak! Kok lesu sih? Pagi-pagi gini.."
Cath berusaha senyum. Segera ia pupuk lagi prinsip. Masalah pekerjaan tidak boleh diganggu dengan masalah pribadi. Harus profesional!
Cath: "Gak papa.. Belom sarapan, nih. Ke kantin, yuk.."
Nadine: "Hm.. Ayo.."

Cath memesan semangkuk bubur ayam dan segelas teh hangat.
Nadine: "Jadi inget Kak Nindy.."
Cath: "Nindy?"
Langsung ia menelan mini recordernya.
Nadine: "Iya. Kak Nindy. Dulu, aku akrab banget sama dia. Kami makan bareng di kantin, dan ketawa ketiwi. Dia juga anggap aku seperti adiknya sendiri."
Cath: "Sekarang.. Kak Nindy-nya ke mana?"
Nadine: "Dia meninggal. Dibunuh. Aku yakin, pasti Kak Doni yang ngelakuin ini semua."
Cath: "Loh.. Kak Doni siapa lagi?"
Nadine: "Kak Doni itu pacarnya Kak Nindy."

Cath: "Oh.. Doni yang satu kelas sama aku?"
Nadine: "Oh.. Kakak satu kelas sama dia?"
Cath: "Satu bangku malah. Aku duduk di bangkunya Nindy."
Nadine: "Pantes.. Aku ngerasa nyaman dengan Kak Cath.."
Cath: "Memangnya.. kamu ada bukti kalo Doni yang membunuh Nadine?"
Nadine terdiam sejenak. Lalu.. menarik tangan Cath. Mengajaknya bicara di suatu tempat.
Nadine: "Kakak mau dengar cerita aku? Tentang Kak Nindy, Kak Doni, dan aku."
Cath: "Kalau kamu gak keberatan, sih.."
Akhirnya titik demi titik terang mulai muncul, dan mengerucut pada permasalahan sebenarnya.
Mulut Nadine masih terkatup rapat. Berkali-kali ia menelan ludah. Jelas kelihatan, dia ragu mau cerita. Atau mungkin.. takut?
Nadine: "Kak Doni.. mencintai aku. Dan, Kak Nindy.. marah besar. Dia ancam aku. Kak Doni juga marah. Ia berusaha melindungiku. Hingga suatu hari, saat Kak Doni dan Kak Nindy pergi berdua.. sejak itu, aku gak lihat Kak Nindy lagi. Tau-tau beredar kabar Kak Nindy meninggal dunia.."
Nadine mulai menangis. Cath memeluknya.
 
Last edited:
BAB 4

Semuanya mendengar dengan seksama suara Nadine yang direkam Cath tadi siang.
Dahlia: "Berarti.. yang terakhir pergi bareng Nindy itu.. Doni. Tapi.. masa cuma untuk melindungi Nadine, Doni setega itu membunuh Nindy? Memperkosa juga. Huft.."
Anjani: "Ini, hasil visum yang baru keluar. Ada cairan sperma di kemaluan Nindy. Menurut aku, mesti dicocokkan dengan punya Doni. Kalau memang cocok, baru kita tangkap dia."
Lalu Pak Kus bicara.
Pak Kus: "Ndree, kamu yang bertugas jemput Doni, ya."
Andree: "Baik, Pak."

Selesai rapat, lagi-lagi Cath keluar belakangan. Ia mesih membereskan barang-barangnya. Ketika keluar, sayup-sayup terdengar suara orang mengobrol di lorong depan toilet. Suara Anjani.
Anjani: "Aku.. cinta kamu, Ndree.."
Bagai petir menggelegar membelah mendung. Jantung Cath.. sakit. Ia segera pergi dari situ. Berarti selama ini dugaannya benar. Anjani menyukai Andree. Lantas, bagaimana dengan Andree sendiri?

Cath menghampiri Dahlia di lobi.
Cath: "Kak Lia.. inget tawaran Bu De Ita gak? Yang beasiswa ke Belanda."
Dahlia: "Oh itu. Iya. Kenapa?"
Cath: "Apa masih berlaku, ya?"
Dahlia: "Iya, masih. Kenapa, sih?"
Cath: "Kakak bilang sama Bu De. Aku terima tawaran itu. Setelah kasus Nindy selesai, aku mau ambil S1 di sana."
Dahlia terkejut dengan pernyataan Cath. Begitu juga Rafi.
Tanpa disangka, Andree dan Anjani juga dengar. Mereka berdiri di belakang Cath.
Andree: "Cath.. kamu kok ngomong begitu?"
Cath menoleh.
Cath: "Setau aku, hidupku ini, adalah urusanku sendiri. Bukan kamu."
Lalu, ia pergi ke ruang parkir. Andree mengejarnya.
Andree: "Cath! Sayang, tunggu..!"
Cath: "Gak usah panggil aku Sayang lagi!"
Andree berhasil menarik lengan Cath.
Andree: "Kamu ini kenapa, sih?"
Cath menatap Andree. Mata gadis itu mulai basah.
Cath: "Aku tau.. Cepat atau lambat, hal ini pasti terjadi. Antara kamu dan Anjani. Aku hanya sedang belajar untuk menerima kenyataan ini."
Andree tidak bicara. Ia memeluk Cath erat.

Andree: "Aku sangat mencintai kamu, Catherine.."
Cath: "Tapi.. Anjani mencintai kamu.."
Andree: "Aku tau.. Tapi, aku gak mencintai dia. Aku ini.. mencintai kant, Cath.."
Cath melepaskan diri dari pelukan Andree. Lalu pergi. Pulang ke apartement.

Keesokan harinya, SMU 17 ramai sekali. Seorang anggota Tim D. Ia menuju kelas 3 IPS. Ia lah.. Andree.
Saat Andree menghampiri meja Doni dan Cath.. Sayang, Cath terus memalingkan wajah. Tapi, mereka berdua harus profesional.
Andree: "Saya ditugaskan untuk menjemput kamu. Guna penyelidikan kasus yang menimpa Nindy Mirasih."
Tanpa perlawanan apapun, Doni ikut. Seluruh kelas menatap pada Andree, yang menurut mereka ternyata lebih ganteng dari cowok-cowok paling ganteng di sekolah ini.
Hal itu diungkapkan oleh Rina.
Rina: "Gue mau dong jadi ceweknya."
Kalau bukan demi suksesnya penyamaran ini, Cath pasti sudah marah-marah.

Doni terlihat murung di ruang pemeriksaan. Ia baru dari rumah sakit bersama Andree untuk pencocokan sperma.

Di ruang pemeriksaan, Andree ditugaskan untuk menginterogasi.
Andree: "Kapan terakhir kali kamu bertemu Nindy?
Doni menjawab dengan tenang dan lancar.
Doni: "Kafe Mulia, sehari sebelum dia ditemukan meninggal."
Andree: "Apakah.. kamu tidak melihat ada yang mencurigakan?"
Doni: "Tidak. Karena hari itu, saya dan Nindy bertengkar hebat. Saya ninggalin Nindy di kafe itu. Selanjutnya.. saya gak ketemu lagi."
Andree: "Kamu dan Nindy sering berantem, ya?"
Doni: "Belakangan ini aja."
Andree: " Boleh tau penyebabnya?"
Doni: "Macem-macem. Dia mudah marah. Temperamennya buruk. Dan, akhirnya saya gak sabar lagi. Dia mencemburui semua cewek yang dekat sama saya. Kalau dia masih hidup, pasti temen sebangku saya yang baru juga kena, deh.."
Teman sebangku? Cath kah itu? Siapa lagi..?
Andree: "Oke. Jadi, Doni.. sebelum penyelidikan ini selesai, saya harap, kamu tidak melakukan perjalanan ke luar kota. Kalau kamu menemukan informasi yang terkait, lapor saja ke sini."
Doni: "Baik, Pak.."

Andree mengantar Doni kembali ke sekolah. Langsung ke kelas. Seperti ia menjemput tadi. Dan lagi-lagi ia melihat Cath masih marah.

Cath coba terus menggali informasi dari Nadine.
Nadine: "Perasaan Kak Doni ke aku cuma sepihak. Aku sendiri, sebenarnya lebih memilih untuk fokus ke sekolah, dari pada ngurusin cowok."
Cath: "Apa kamu ada bukti kuat, kalau Doni yang membunuh Nindy?"
Nadine menggeleng.
Nadine: "Andai aku punya, udah ku serahin ke polisi."
Aduh, buntu lagi.

Tibalah jadwal pelajaran olahraga. Salah satu bukti adalah baju olahraga. Apakah Doni kehilangan baju olahraga?
Doni belum ganti baju, saat yang lain sudah siap di lapangan.
Cath coba tanya pada Rina.
Cath: "Kenapa Doni gak ikut olahraga?"
Rina: "Gak tau. Udah dari dulu."

Pulang sekolah..
Cath buru-buru ke kantor dan menemui timnya.
Cath: "Apa.. di baju olahraga itu udah diperiksa?"
Dahlia: "Periksa apaan?"
Cath: "Sidik jari!"
Rafi: "Udah. Ada tiga sidik jari berbeda. Yang satu punya Nindy sendiri."

Cath mengeluarkan beberapa buku.
Cath: "Di buku-buku ini terdapat sidik jari Doni. Coba cocokin ya, Mas Rafi."
Rafi: "Oke."

Rapat evaluasi dimulai. Cath duduk di samping Rafi dan Dahlia. Ia terus memalingkan muka dari Andree. Masih marah.
Pak Kus: "Oke. Ini hasil pencocokan sperma Doni Pramana, dengan sperma yang ada di kemaluan Nindy Mirasih. Masih segelan."
Semuanya tegang. Terutama Cath.
Pak Kus: "Ndree, kamu yang baca."
Ia menyerahkan hasil test itu pada Andree. Dengan cepat, Andree membuka tutup amplopnya, dan mengeluarkan hasil test itu.
Andree: "Di sini dinyatakan, bahwa 99% sperma milik Doni Pramana dan sperma Mr. X adalah.. TIDAK COCOK!!"
Semakin buntu! Ya ampun!
Cath: "Ada satu nama lagi yang belum saya temukan orangnya. Yaitu.. Riko."
Dahlia: "Saya akan interogasi lagi keluarga Nindy. Untuk cari tau siapa Riko."
Cath: "Makasih ya, Kak Lia.."

Selesai rapat, Cath masih tinggal dalam ruangan. Ia membereskan ruangan itu. Tiba-tiba, Andree masuk, dan menutup pintu rapat-rapat.

Andree: "Cath.. kita harus bicara.."
Cath: "Aku gak mau.."
Saat Cath hendak merah knob pintu, Andree menarik lengannya.
Andree: "Cath.. aku mohon.."
Cath tampak berusaha menahan air matanya. Meski akhirnya tumpah juga.
Andree: "Tatap mata aku! Lihat..! Apa aku kelihatan seperti pria pengobral cinta pada setiap wanita? Apa selama ini aku mempermainkan kamu? Apa selama ini aku sudah membohongi kamu? Enggak!"
Cath menatap Andree. Menelusuri pandangan tajam di mata kekasihnya. Mencari celah menuju ke dalam kalbunya.
Akhirnya, Cath memeluk Andree.
Cath: "Maafin aku.. Aku.. cuma takut kehilangan kamu.."
Andree: "Aku sayang kamu, Cath.. Aku mencintai kamu.. Lebih dari apapun di dunia ini.."
Tanpa mereka tau, Anjani di depan pintu. Mendengar itu semua.
Maka, hubungan Cath dan Andree pun kembali membaik.

Dahlia datang ke rumah keluarga Nindy bersama Rafi. Paman Nindy yang menjadi juru bicara keluargalah, yang bisa ditemui. Namanya Erry.

Erry: "Riko.. ada sih, temen Nindy namanya Riko. Tapi, kata Nindy, Riko di DO dari SMU 17. Karena terlalu banyak melanggar aturan sekolah."
Rafi: "Kira-kira, Mas Erry tau gak, di mana kita bisa menemui Riko?"
Erry: "Wah.. saya sih kurang tau kalau soal itu. Tapi, Nindy pernah bilang, Riko suka main **** di pasar preman."
Dahlia: "Oke. Kalau gitu, kami akan cari dia di sana."
Erry: "Tolong, temukan pembunuh Nindy."
Dahlia: "Mas Erry jangan khawatir. Saat ini, kami sedang berusaha. Tolong, nanti kalau Mas Erry punya informasi lagi, segera hubungi kami."
Erry: "Iya, Mbak."

Dahlia dan Rafi segera meluncur ke pasar preman, yang tidak terlalu jauh dari rumah Nindy.
Dahlia: "Menurut laporan yang masuk, Riko sangat dekat dengan Nindy. Sahabat, malah."
Rafi: "Hm.. aku jadi penasaran, sama tiga sidik jari yang ada di baju olahraga itu. Yang satu sih punya Nindy sendiri. Yang dua lagi Mr. X. Tapi, Cath ngasih contoh sidik jari Doni. Semoga ada titik terang."

Tidak sulit menemukan Riko. Orang satu pasar mengenalnya. Siapa sebenarnya dia?

Seorang pemuda, usianya.. Kira-kira 18 tahun. Sedang serius dengan dua kartu di tangannya. Sebatang rokok yang hampir habis, terselip di antara jari telunjuk dan jari tengahnya. Penampilannya, sungguh tidak menarik.
Itulah.. Riko.
 
Last edited:
BAB 5

Rafi meminta Dahlia tidak ikut masuk.
Rafi: "Biar aku aja yang ajak dia keluar."
Dahlia: "Oke."

Riko begitu serius mengamati kartu-kartu. Tanpa berkedip. Sejumlah uang berceceran di sela-sela kakinya.
Rafi: "Ng.. permisi. Saya Rafi.."
Semua orang, termasuk Riko mengalihkan perhatian pada Rafi. Mereka seolah terganggu. Sehingga bersikap tidak ramah. Apalagi kondisi mereka berada di bawah pengaruh alkohol, dan obat-obatan terlarang.
Rafi: "Saya cari.. Riko."
Riko nyahut.
Riko: "Riko? Gue Riko. Lo siapa?"
Rafi: "Bisa kita bicara di luar aja, gak?"
Riko: "Lo gak liat gue lagi sibuk, ya?"
Rafi: "Sekali lagi maaf. Tapi.. ini ada yang sangat-sangat penting."
Dengan tidak ikhlas, Riko menuruti permintaan Rafi.

Riko: "Mau ngomong apa, sih? Lo siapa?"
Rafi: "Nama saya Rafi. Ini rekan saya, Dahlia. Kami ingin bicara soal Nindy. Kamu kenal Nindy, kan?
Ekspresi Riko berubah jadi ketakutan, saat mendengar nama Nindy.
Belum sempat Rafi bertanya lebih lanjut, tiba-tiba Riko kabur..!!

Terang saja Rafi dan Dahlia mengejarnya. Blusukan dalam pasar dan gang-gang kecil.
Rafi: "Woee!! Berhenti!!"
Riko sangat gesit. Tau-tau, ia sudah hilang di tikungan gang.
Dahlia: "Aduh! Sial! Padahal kan udah hampir banget!"
Rafi: "Tapi, kenapa dia lari? Apa hubungannya sama kematian Nindy?"
Dahlia: "Duh.. gak tau, deh.."
Mereka pun memutuskan untuk kembali ke kantor.

Sementara itu, Cath masih aman dengan penyamarannya. Ia juga coba menggali informasi lebih dalam dari Nadine.
Nadine: "Kak Cath kenapa sih, tany-tanya soal Kak Nindy terus?"
Aduh!
Cath: "Kakak ngerasa kasihan sama Nindy. Siapa tau, dengan informasi yang lengkap, kakak bisa bantu."
Nadine tertawa centil.
Nadine: "Oke oke. Aku ceritain deh."
Mini recorder Cath sudah menambah kapasitas. Jadi tidak perlu khawatir overload, menampung obrolan mereka yang sangat banyak.

Andree sedang mempelajari rekaman interogasinya dengan Doni. Andree merasa ada yang tidak beres.
Saat ia serius berpikir itulah, Rafi dan Dahlia datang.

Dahlia: "Ndree.. segera kumpulin tim. Aku sama Rafi ada laporan penting."
Andree: "Laporan apa dulu?"
Rafi: "Tentang Riko. Rasanya, kita harus tangkap dia!"
Andree: "Loh, kenapa? Kalian dapat keterangan apa?"
Dahlia: "Belom, sih. Tapi, pas kita tanya soal Nindy, dia langsung kabur!"
Andree: "Oke oke. Aku paham. Tapi, kita juga gak bisa langsung tangkap dia. Butuh bukti."
Rafi: "Ya. Andree ada benernya. Kita mesti cari Riko lebih ekstra lagi. Oke?!"
Dahlia: "Ya udah kalau gitu."

Jam istirahat sekolah..
Cath baru dari toilet sekolah. Kemudian, ia melihat.. Doni pergi ke belakang lab kimia yang.. ditumbuhi semak ilalang.
Cath: "Ngapain tuh?"
Ia tidak mau buang kesempatan ini. Ia pun segera mengikuti Doni.

Ternyata, di sana Doni tidak sendiri. Ia bersama seseorang berkaos hitam. Sedang bicara sangat serius.
"Don, bangkenya udah gak bisa ditutupi lagi, nih. Gimana?"
Doni: "Iya nih. Kayaknya, gue juga ngerasa lagi diintai orang."
"Kalo gitu, kita musuh cepet kabur dari sini."
 
Last edited:
Back
Top