Kalina
Moderator
Tersisih di Toilet Laki-Laki, Ditolak di Toilet Perempuan
Pelajar transeksual yang bersekolah di Kampang Secondary School (KPS) kini merasa nyaman jika hendak ke toilet sekolah. Pasalnya, sekolah di timur laut Thailand itu menyediakan toilet khusus ''jenis kelamin ketiga''. Sejumlah sekolah lain di Negeri Gajah Putih tersebut mendiskusikan dan tertarik untuk mengikuti jejaknya.
-----
Bagi kalangan transeksual alias waria, urusan buang hajat kecil maupun besar bisa membuat tersiksa. Pasalnya, hendak ke toilet perempuan, mereka ditolak. Ke toilet laki-laki pun, mereka merasa tersisih.
''Kami bukan laki-laki. Karena itu, kami tak mau menggunakan toilet laki-laki. Kami ingin orang-orang tahu bahwa kami ini transeksual,'' kata Triwate Phamanee, siswa KPS kepada BBC. Remaja 13 tahun yang terlahir sebagai kaum Adam itu kelak ingin operasi ganti kelamin.
Perasaan senada dilontarkan Vichai Saengsakul, temannya senasib. Karena itu, Triwate maupun Vichai sangat berterima kasih atas proyek keadilan yang dilakukan sekolah, yaitu membuatkan toilet khusus untuk mereka dan siswa lain yang senasib.
Awal mula kebijakan khusus itu memang tak lepas dari upaya sekolah untuk memberikan rasa keadilan sekaligus kenyamanan bagi seluruh siswa. Menurut Kepala Sekolah Sitisak Sumontha, siswa transeksual di sekolahnya cukup banyak, 10 hingga 20 persen di antara jumlah total siswa.
Selama 35 tahun dia menjadi pendidik, kondisi itu tak pernah berubah. Saat dewasa, murid-murid laki-laki tadi akhirnya memutuskan untuk operasi ganti kelamin. Bila tidak melakukan operasi, ada yang menjadi gay.
Sesuai kondisi penggunanya yang ''setengah-setengah'', toilet transeksual itu diletakkan di antara toilet untuk siswa laki-laki dan perempuan. Untuk menandainya, dipasang gambar gabungan. Separo gambar laki-laki berwarna biru dan separo lagi perempuan berwarna merah.
Di bagian depan toilet itu, dipasang wastafel dan cermin yang berjajar. Cermin memang menjadi kebutuhan bagi pelajar transeksual untuk bersolek, menorehkan maskara di bulu mata agar lentik, maupun memulaskan lipstik di bibir kemayu. Di tempat itu pula, siswa laki-laki namun berpenampilan girly tersebut dengan santai berdandan merapikan rambut atau memoleskan krim wajah.
Selain toilet, KPS memang mengizinkan siswa transeksual berpenampilan sesuai hati nurani. Jadi, mereka tetap berseragam layaknya siswa pria, namun juga dandan habis-habisan.
Inisiatif yang dilakukan KPS itu dipuji oleh aktivis kelompok transeksual. ''Mungkin, jumlah gay di negara ini sama seperti di negara-negara lain. Bedanya, masyarakat dan kultur Thailand sangat lembut dan halus sehingga memungkinkan seorang pria menjadi feminin,'' ujar Suttirat Simsiriwong, aktivis yang memperjuangkan hak-hak kaum transeksual.
Fenomena toilet bagi para pelajar transeksual itu disambut positif oleh Suttirat. Menurut dia, ''Pada usia tersebut, bagus untuk mereka bila sudah mempunyai tempat khusus. Kelak, jika sudah dewasa, mereka tidak akan mau lagi ke toilet khusus, tapi ingin ke toilet perempuan karena ingin dianggap perempuan sepenuhnya.''
Sayangnya, menurut dia, toleransi yang diberikan kepada kaum transeksual tetap belum bisa dianggap sebagai penerimaan atas kondisi mereka. Ditambah lagi, mereka masih mengeluh karena belum bisa mengubah status legal mereka. (BBC/dia/ami)
Sumber: Jawa Pos