Kalina
Moderator
LANGIT telah beranjak malam. Namun, cukup terang untuk dapat melihat sesosok gadis yang berjalan ke sana-ke mari di gedung kampus yang sepi itu. Ia putar pandangannya menyapu setiap jengkal areal parkir dan pelataran kampus. Ia paksakan matanya untuk berakomodasi sekuat-kuatnya agar mampu melihat petunjuk sekecil apa pun. Raut wajahnya mulai cemas.
"Aduuuhhh di mana ya? Kalo nggak ada di mana-mana terus gimana?" tanya gadis berambut panjang itu. Dari kejauhan, terlihat sosok lain tengah berlari ke arahnya. "Lin, gimana, ada?" tanya cowok yang tadi berlari mendekatinya.
"Gak ada A'. Trus, gimana dong A', nggak kebayang deh gimana nasib aku ntar di rumah," jawab Lintang kepada Arya.
"Tadi Aa' juga udah nyari di dalam juga nggak ada. Bagaimana kalau kita tanya ke bagian kebersihan, barangkali mereka menemukan?" tawar Arya. Disambut dengan anggukan Lintang, mereka pun segera menuju ruang perlengkapan.
"Mas mau tanya, tadi Mas nemuin hape saya nggak di sekitar pelataran," tanya Lintang.
"Ooo, belum ketemu toh Mbak, hapenya yang hilang itu. Mereknya apa Nokia 3330 kan?" ujar Mas Agus.
"Bukan Mas, hilangnya baru tadi. Lagian hapeku Sony Ericsson T610i kok," ujar Lintang yang kemudian dibenarkan Arya. "Iya Mas, tadi sekitar jam 6 sore hilangnya,"
"Loh... bukannya Mbak pernah tanya saya juga tentang HP-nya Mbak yang hilang. Kalau nggak salah dua bulan yang lalu kan," kata Mas Agus.
"Iya Mas, tapi ini yang lain. Jadi, Mas nggak nemuin?" tanya Lintang.
"Nggak Mbak, lha wong di sini kan ada orang banyak Mbak. Kalau jatuh dan hilang, kan bisa ditemukan siapa saja," jawab Mas Agus.
"Ehm... ya udah deh Mas, ntar kalau ada kabar tolong beri tahu saya ya Mas. Terima kasih," jawab Lintang. Ia pun pergi bersama Arya.
Mereka berjalan menuju tempat parkir. Mata Lintang menerawang dan mulai berkaca-kaca. "Aku apes banget ya A'," ujar Lintang dengan suara serak. Arya membelai rambut Lintang dan berkata.
"Sabar, ya Lin. Lebih baik kamu cepat pulang dan bilang ama Ayah. Biar mereka nggak khawatir kamunya gak bisa dihubungi." Lintang diam sejenak. Sepertinya, ia memikirkan sesuatu. "Sepertinya, aku ngomong ke Ayah, ntar aja deh A' kalo dah nyampe rumah," ujarnya. Sebab, Lintang telah terbayang apa yang akan terjadi saat ia mengatakan hapenya hilang.
***
"Kamu ini sembrono sekali sih Lin, kan Ayah sudah berulang-ulang bilang ke kamu kalau naruh barang tu hati-hati, diingat-ingat di mana kita letakkan." Ayah marah sekali begitu mengetahui hapeku hilang. Ibu juga terlihat marah dan menyesalkan kecerobohanku.
"Yah, Lintang sudah hati-hati, tapi ya gimana lagi, kan Lintang nggak bisa terus-terusan merhatiin hape," jawabku mencoba membela diri.
"Mungkin kalau ini baru sekali terjadi sama kamu, Ayah mungkin masih bisa maklum. Tapi, kamu bisa hitung sendiri kan sudah berapa kali hape kamu hilang. Kalau tahu kamu masih saja teledor gini, Ayah nggak bakal ngasih kamu hape lagi," kata ayah pada akhirnya.
"Kalau gitu, mulai sekarang kamu nggak usah pake hape lagi. Terserah, Ayah nggak akan beliin kamu hape." Perkataan ayah yang terakhir itu membuatku terkejut.
"Ayah, nggak mungkin Lintang nggak pakai hape," jawabku.
"Ya, itu terserah kamu. kalau kamu mau pake hape, kamu beli dengan uangmu sendiri," jawab ayah.
***
Gadis muda itu tampak termenung ketika mengendarai motornya. Lirih-lirih terdengar suaranya di antara bisingnya jalanan. "Kayaknya baru kemarin, Ayah marahin aku karena hapeku hilang. Sekarang aku ngilangin hape lagi. Apa nanti kata Ayah. Padahal, Ayah sudah maafin aku dan ngasih hape lagi ke aku. Eh sekarang hilang lagi. Duh... ceroboh banget sih kamu Lintang." Air mata tampak menetes di pipi gadis muda itu.
***
"Apa... hilang lagi !!" teriak ayah Lintang.
"Lintang... Lintang." Sang ibu juga gusar.
"Iya Ayah, maaf hapenya hilang lagi....." Lintang berkata sambil tertunduk.
"Aduuuhhh di mana ya? Kalo nggak ada di mana-mana terus gimana?" tanya gadis berambut panjang itu. Dari kejauhan, terlihat sosok lain tengah berlari ke arahnya. "Lin, gimana, ada?" tanya cowok yang tadi berlari mendekatinya.
"Gak ada A'. Trus, gimana dong A', nggak kebayang deh gimana nasib aku ntar di rumah," jawab Lintang kepada Arya.
"Tadi Aa' juga udah nyari di dalam juga nggak ada. Bagaimana kalau kita tanya ke bagian kebersihan, barangkali mereka menemukan?" tawar Arya. Disambut dengan anggukan Lintang, mereka pun segera menuju ruang perlengkapan.
"Mas mau tanya, tadi Mas nemuin hape saya nggak di sekitar pelataran," tanya Lintang.
"Ooo, belum ketemu toh Mbak, hapenya yang hilang itu. Mereknya apa Nokia 3330 kan?" ujar Mas Agus.
"Bukan Mas, hilangnya baru tadi. Lagian hapeku Sony Ericsson T610i kok," ujar Lintang yang kemudian dibenarkan Arya. "Iya Mas, tadi sekitar jam 6 sore hilangnya,"
"Loh... bukannya Mbak pernah tanya saya juga tentang HP-nya Mbak yang hilang. Kalau nggak salah dua bulan yang lalu kan," kata Mas Agus.
"Iya Mas, tapi ini yang lain. Jadi, Mas nggak nemuin?" tanya Lintang.
"Nggak Mbak, lha wong di sini kan ada orang banyak Mbak. Kalau jatuh dan hilang, kan bisa ditemukan siapa saja," jawab Mas Agus.
"Ehm... ya udah deh Mas, ntar kalau ada kabar tolong beri tahu saya ya Mas. Terima kasih," jawab Lintang. Ia pun pergi bersama Arya.
Mereka berjalan menuju tempat parkir. Mata Lintang menerawang dan mulai berkaca-kaca. "Aku apes banget ya A'," ujar Lintang dengan suara serak. Arya membelai rambut Lintang dan berkata.
"Sabar, ya Lin. Lebih baik kamu cepat pulang dan bilang ama Ayah. Biar mereka nggak khawatir kamunya gak bisa dihubungi." Lintang diam sejenak. Sepertinya, ia memikirkan sesuatu. "Sepertinya, aku ngomong ke Ayah, ntar aja deh A' kalo dah nyampe rumah," ujarnya. Sebab, Lintang telah terbayang apa yang akan terjadi saat ia mengatakan hapenya hilang.
***
"Kamu ini sembrono sekali sih Lin, kan Ayah sudah berulang-ulang bilang ke kamu kalau naruh barang tu hati-hati, diingat-ingat di mana kita letakkan." Ayah marah sekali begitu mengetahui hapeku hilang. Ibu juga terlihat marah dan menyesalkan kecerobohanku.
"Yah, Lintang sudah hati-hati, tapi ya gimana lagi, kan Lintang nggak bisa terus-terusan merhatiin hape," jawabku mencoba membela diri.
"Mungkin kalau ini baru sekali terjadi sama kamu, Ayah mungkin masih bisa maklum. Tapi, kamu bisa hitung sendiri kan sudah berapa kali hape kamu hilang. Kalau tahu kamu masih saja teledor gini, Ayah nggak bakal ngasih kamu hape lagi," kata ayah pada akhirnya.
"Kalau gitu, mulai sekarang kamu nggak usah pake hape lagi. Terserah, Ayah nggak akan beliin kamu hape." Perkataan ayah yang terakhir itu membuatku terkejut.
"Ayah, nggak mungkin Lintang nggak pakai hape," jawabku.
"Ya, itu terserah kamu. kalau kamu mau pake hape, kamu beli dengan uangmu sendiri," jawab ayah.
***
Gadis muda itu tampak termenung ketika mengendarai motornya. Lirih-lirih terdengar suaranya di antara bisingnya jalanan. "Kayaknya baru kemarin, Ayah marahin aku karena hapeku hilang. Sekarang aku ngilangin hape lagi. Apa nanti kata Ayah. Padahal, Ayah sudah maafin aku dan ngasih hape lagi ke aku. Eh sekarang hilang lagi. Duh... ceroboh banget sih kamu Lintang." Air mata tampak menetes di pipi gadis muda itu.
***
"Apa... hilang lagi !!" teriak ayah Lintang.
"Lintang... Lintang." Sang ibu juga gusar.
"Iya Ayah, maaf hapenya hilang lagi....." Lintang berkata sambil tertunduk.