syanugabrilla93
New member
Contoh Artikel Pendidikan mengenai Masa-masa Tujuan Siswa
MOS, Momentum Menumbuhkan Sikap Positif Siswa
Nurul Lathiffah ; Peminat Kajian Psikologi Pendidikan
MEDIA INDONESIA, 04 Juli 2016
MENJELANG bergulirnya th. ajaran baru 2016/2017, dunia pendidikan memperoleh angin fresh dengan terbitnya regulasi baru tentang masa-masa tujuan siswa (MOS). Bila mulai
sejak dahulu MOS sama dengan perpeloncoan yang memiliki kandungan muatan bullying, kekerasan fisik, ancaman, hukuman (punishment), serta hal tidak nyaman yang lain,
saat ini inginalan pada sekolah baru mesti dikerjakan secara humanis. Berita baik ini memberi kelegaan untuk siswa, guru, serta beberapa orang-tua. Sebab, tujuan siswa yang
mengeliminasi rasa takut siswa bakal memberi rasa aman. Bahkan juga, kebijakan ini bisa tutup buku catatan merah atas sederetan siswa baru sebagai korban dari `keganasan’
MOS yang dikerjakan senior atau orang lain di sekolah.
Mesti disadari kalau banyak siswa terasa keberatan dengan MOS konvensional yang padat dengan beberapa pekerjaan berat. Siswa baru yang harusnya menyesuaikan dengan
lingkungan belajar baru serta temukan motivasi untuk melejitkan prestasi malah memperoleh aktivitas yang pelik. Diantara penugasan classic MOS yang (mulai sejak dahulu)
perlu untuk dihapus, umpamanya, menyatukan beberapa ratus merica serta mencari beberapa bahan yang `langka’. Bila siswa tidak sukses menemukannya, hukuman juga siap
menunggu. Di segi lain, beberapa senior juga seakan jadi sosok otoriter.
Sayangnya, kultur negatif ketika MOS seakan dimafhumi. Kecuali siswa baru, banyak pihak abai pada MOS yang `menyiksa’. Konsekwensi logisnya, suburlah budaya MOS yang
sarat dengan kekerasan, baik verbal, fisik, maupun mental. Walau sebenarnya, efek MOS yang penuh nuansa kekhawatiran amat penting. Dalam periode pendek, siswa baru bakal
memperoleh kendala penyesuaian diri serta alami perasaan bersalah.
Hal semacam ini lumrah sebab filosofi MOS yang banyak diyakini sekolah adalah `menempa mental’. Sayangnya, penempaan mental dimaknai dengan amat sempit, yaitu dengan
tindakan memarahi, menghukum, serta menyalahkan.
MOS, Momentum Menumbuhkan Sikap Positif Siswa
Nurul Lathiffah ; Peminat Kajian Psikologi Pendidikan
MEDIA INDONESIA, 04 Juli 2016
MENJELANG bergulirnya th. ajaran baru 2016/2017, dunia pendidikan memperoleh angin fresh dengan terbitnya regulasi baru tentang masa-masa tujuan siswa (MOS). Bila mulai
sejak dahulu MOS sama dengan perpeloncoan yang memiliki kandungan muatan bullying, kekerasan fisik, ancaman, hukuman (punishment), serta hal tidak nyaman yang lain,
saat ini inginalan pada sekolah baru mesti dikerjakan secara humanis. Berita baik ini memberi kelegaan untuk siswa, guru, serta beberapa orang-tua. Sebab, tujuan siswa yang
mengeliminasi rasa takut siswa bakal memberi rasa aman. Bahkan juga, kebijakan ini bisa tutup buku catatan merah atas sederetan siswa baru sebagai korban dari `keganasan’
MOS yang dikerjakan senior atau orang lain di sekolah.
Mesti disadari kalau banyak siswa terasa keberatan dengan MOS konvensional yang padat dengan beberapa pekerjaan berat. Siswa baru yang harusnya menyesuaikan dengan
lingkungan belajar baru serta temukan motivasi untuk melejitkan prestasi malah memperoleh aktivitas yang pelik. Diantara penugasan classic MOS yang (mulai sejak dahulu)
perlu untuk dihapus, umpamanya, menyatukan beberapa ratus merica serta mencari beberapa bahan yang `langka’. Bila siswa tidak sukses menemukannya, hukuman juga siap
menunggu. Di segi lain, beberapa senior juga seakan jadi sosok otoriter.
Sayangnya, kultur negatif ketika MOS seakan dimafhumi. Kecuali siswa baru, banyak pihak abai pada MOS yang `menyiksa’. Konsekwensi logisnya, suburlah budaya MOS yang
sarat dengan kekerasan, baik verbal, fisik, maupun mental. Walau sebenarnya, efek MOS yang penuh nuansa kekhawatiran amat penting. Dalam periode pendek, siswa baru bakal
memperoleh kendala penyesuaian diri serta alami perasaan bersalah.
Hal semacam ini lumrah sebab filosofi MOS yang banyak diyakini sekolah adalah `menempa mental’. Sayangnya, penempaan mental dimaknai dengan amat sempit, yaitu dengan
tindakan memarahi, menghukum, serta menyalahkan.